Sesuatu yang baru, segar, bukankah lebih menarik daripada barang tua? Ironis.
***
Siang ini mereka berkemas, pasak-pasak yang ditancapkan dicabut, dikumpulkan menjadi satu. Tenda-tenda dilipat, dimasukkan ke dalam ransel. Perapian mereka pastikan mati dengan menyiramnya dengan air sungai. Sampah-sampah mereka kumpulkan menjadi satu, dimasukkan ke dalam tas kresek. Rumput-rumput mereka kembalikan seperti semula. Itu aturan mainnya, dan mereka bukan tipe pemuda-pemudi yang suka meoanggat aturan.
Regan menghela nafas lega dengan mata panda yang lucu. Akhirnya semua letih dan beban pikiran di kepalanya menguap setelah dia memutuskan untuk mengajak teman-temannya bertualang di sini. Walaupun ada sedikit insiden yang membuatnya sakit kepala, tapi tak apalah. Itu tidak sebanding dengan rasa bebas yang sedang dirasakannya kali ini. Apalagi Andrea yang semakin dekat dengannya—terimakasih pada Elena yang mau mengajak gadis itu untuk ikut. Dan ia pun bisa meninggalkan barang sejenak masalah yang ada di rumahnya. Melelahkan, kapan ia akan menemukan benda itu? Ah sudahlah, memikirkannya hanya akan merusak moment refresingnya kali ini. Regan menoleh pada Noah.
"Pan? Udah kelar semua kan?" Noah mengangguk, "Siap angkut, Re!" serunya.
Mereka berenam pergi meninggalkan bekas kemah mereka masing-masing dengan perasaan berbeda. Regan dengan kelegaanya. Noah dengan ketakutan dan kebimbangannya. Faya yang terdiam, Elena yang abstrak. Catrina dengan kekesalannya pada Regan, dan Andrea yang capek. Mereka hanya berjalan, berdiaman satu sama lain hingga mereka sampai di pelataran rumah Regan. Sebagai ucapan basa-basi, Noah berterimakasih pada Regan. Catrina hanya melengos, Andrea yang memeluk Regan. Iya, benar. Memeluk. Andrea memang seekspresif itu. Regan cengar-cengir malu-maluin. Setelah Andrea di jemput oleh supir pribadinya, Regan bahkan sampai guling-guling di tanah karena kegirangan. Ia memeluk dirinya sendiri sambil bergumam senang. Noah dan Catrina pulang saat mendapatkan taksi. Serta Elena dan Faya yang meninggalkan Regan yang masih bergulingan di tanah.
Tapi, mereka semua sadar, bahwa tidak ada yang benar-benar waras diantara mereka.
----oOo----
"Holly Shit! Besok udah sekolah aja! Padahal gue masih capek banget. Mana Miss Hajar kalau beri PR seabrek terus." Faya terus merengek di samping Elena yang sedang merapihkan baju. Elena ingin pulang, dua hari sudah dia menginap di rumah Faya.
"Lo beneran mau pulang Le?" Faya menyingkirkan telapak tangannya yang tadi digunakannya menutup matanya agar mata hitamnya bisa melihat Elena dengan jelas. Sementara 'Le' adalah panggilan lain dari Elena. Khusus dari Faya untuk Elena. Panggilan sayang.
"Iya, kasihan nyokap sendirian di rumah. Kakak gue ada urusan di kampus." Faya membentuk bibirnya membulat membentuk huruf 'O' dan mengangguk paham, "Padahal gue masih pingin lo di sini nemenin gue. Gue kesepian banget." keluh Faya, lagi.
"Kan ada Regan." Faya mencebik.
"Regan itu apa? Dia kadang aja baik. Kayak kemarin. Selebihnya brengsek tuh orang. Nggak ah, nggak mau gue main sama dia. Dia suka banget ngejahilin orang." Faya mendengus. Elena tertawa, "Bukannya dia temen masa kecil lo ya? Mesti akrab dong."
"Nggak ada yang pernah bilang sahabat kecil harus akrab terus sampai dewasa! Dia udah beda. Sifatnya aja udah berubah. Dia sekarang kaya lagi pake topeng. Dan gue benci banget orang-orang palsu kaya gitu." gerakan memasukkan baju Elena terhenti. Memang, itulah faktanya. Bahwa Regan yang dlihatnya sekarang, bukanlah Regan yang sebenarnya. Wajahnya hanya topeng, yang menyembunyikan keretakannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Past, Please! (COMPLETED)
Teen FictionApa yang mampu seseorang sembunyikan di masa lalu? *** Dia Elena, gadis sederhana yang mencari bahagia. Hadirnya adalah senja. Kadang datang memberi bahagia. Lalu kadang pergi membawa luka. Ada banyak yang disembunyikannya di balik lakunya yang ten...