Bab 18

31 6 0
                                    

Terburai,
Melalui semburat rona abu-abu itu, kawan.
Aku tahu dunia kelabu, namun kamu begitu berwarna,
Aku iri,
Namun apa yang harus dilakukan si abu-abu ini?

***

Elena membuka matanya perlahan. Irisnya yang bergetar langsung disambut oleh pemandangan kakaknya yang sedang menatapnya penuh kekhawatiran. Badannya yang kaku tiba-tiba hangat saat kakaknya mendekapnya.

"Dek, maafin kakak ya. Lagi-lagi kakak ninggalin kamu sendirian kaya kemarin." katanya parau. Suara kakaknya terdengar serak dan dalam. Seolah kakaknya baru saja menangis.

Menangis?

Benar, Satria memang menangis. Ia lagi-lagi dipenuhi rasa bersalah yang amat besar. Kejadian dulu terulang kembali. Ia meninggalkan adiknya sendirian di tengah keramaian. Hal yang paling adiknya benci. Ia benci pada dirinya sendiri, karena tidak bisa menjalankan amanah ayahnya.

"Kak? Ngapain coba nangis? Lemah." tanya Elena saat bahunya terasa hangat.

Satria menggeleng. Ia diam-diam mengusap air matanya.

"Nana nggak marah sama Kakak kan?" tanya kakaknya lembut. Satria melepaskan pelukannya. Meremas lengan atas Elena.

Panggilan itu. Panggilan yang sangat Elena rindukan. Ia mengulas senyum.

"Nana nggak bakalan bisa marah sama Kakaknya. Siapa anak yang tidak tahu diri marah pada pahlawannya sendiri sih?" Elena terkekeh pelan.

Satria mengusap rambut adiknya pelan.

"Maaf ya, Na. Kamu adik kakak yang paling kakak sayang."

"Emang kakak punya adik lain?"

"Nggak sih."

Mereka berdua tertawa bersama. Saling melengkapi dan memaafkan. Karena itulah hakikat keluarga yang sesungguhnya.

"Kak?"

"Hm?"

"Nggak jadi." Elena tertawa saat melihat kakaknya menberengut kesal.

Belum saatnya...

Ia lalu tersenyum kembali. Seolah beban yang kemarin menindihnya, kini terangkat. Satu misteri telah terkuak.

"Ini jam berapa?" tanya Elena.

"Jam 6."

"Malam?"

"Pagii dek!"

"Apa?!"

"Kenapa?"

"Kan aku sekolah kak!" Elena melompat dari ranjangnya. Ia bergegas menyambar handuk dan masuk ke kamar mandi. Sebelum ia sempat menutup pintu, ia berteriak pada kakaknya yang melongo.

"Kakak harus tanggung jawab! Kakak nanti harus anterin aku pokoknya! Harus!"

Blakk

Pintu tertutup. Menyisakan Satria yang mengusap wajahnya pelan. Tampak frustasi dan pasrah.

----oOo----

Pukul 06.45 matahari mulai merangkak naik saat Faya tiba di gerbang sekolahnya. Ia menatap kospng pemandangan di depannya. Deru mobil berhenti. Gerbang dibuka lebar-lebar. Mobil sport warna merah itu melaju menuju parkiran khusus mobil. Delvan memakirkan mobilnya dengan mulus. Dia lalu turun, memutari mobil, dan membukakan pintu untuk Faya.

Past, Please! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang