Bab 33

23 3 0
                                    

Sometimes, you just need yourself
—Noah

********************************


Seorang gadis sedang memainkan kepangan rambutnya dengan senyum yang tak berhenti mengembang di bibirnya.

Gadis kecil itu berjinjit dan mencium pipi kakaknya. Noah tersenyum geli, anak laki-kali berusia 12 tahun itu mengusak kepala adiknya gemas.

"Nara suka?"  Noah membentuk gerakan isyarat dengan tangannya.

Gadis itu mengangguk, lalu mengembangkan senyum bahagianya lagi. Tangannya bergerak membuat gerakan isyarat.

"Bagus banget kak. Nara suka..."

"Kalau lepas nanti kakak kepang lagi."

Tangan kanan gadis itu membuat gerakan hormat. Noah tertawa geli.

"Noah sayang Nara." tangan Noah bergerak.

"Nara juga sayang Kak Noah..."
Kedua tangannya bergerak membuat isyarat lagi, gigi kelinci anak perempuan itu terlihat saat ia tertawa. Tawa tanpa suara

Mereka berdua kemudian memutuskan untuk duduk. Menikmati sore di kampung halaman sang nenek. Itu di wilayah pegunungan, cicit burung dan damai yang mereka rasakan. Ah, bukan. Hanya Noah yang merasakan. Adiknya tunarungu sejak lahir. Itu tidak lantas membuat Noah membenci adiknya, ia menyayangi adiknya lebih dari ia menyayangi dirinya sendiri.

Kadang, ia merasa tak adil dan marah pada Tuhan. Kenapa gadis sebaik dan sepolos Nara tak bisa mendengar? Harusnya bisa, harusnya adiknya bisa mendengar alunan musik dan lagu anak-anak yang Noah yakin akan disukai adik kecilnya itu.

Tapi kenapa?

Kenapa Tuhan tidak mengijinkan adiknya untuk mendengar semua keindahan itu?

Nara menyenggol bahu kakaknya. Tangannya bergerak membuat isyarat.

"Kak, kakak mikirin itu lagi ya? Jangan khawatir.. Nara okey kok!"

Namun, senyum adiknya membuatnya yakin bahwa Nara tak selemah itu untuk menyalahkan Tuhan atas segalanya. Adiknya itu masih bisa bersyukur diatas segala kekurangan yang ada.

Melihat kakaknya masih termenung, anak perempuan itu kembali menggerakkan tangannya.

"Nara beruntung, masih punya mata, mulut, hidung yang utuh. Ada yang nggak seberuntung Nara kak! Nara bersyukur kok!"

"Iya, kakak percaya sama kamu." setidaknya, Noah mencoba membuat kebahagiaan untuk Nara, adiknya. Mencoba tidak pernah membuat adiknya sedih atau marah. Karena hanya itulah yang ia bisa lakukan sebagai kakak.

Mereka berdua kembali diam untuk waktu yang sedikit lama sampai Nara berdiri dan menunjuk sebuah tempat yang tak jauh dari mereka.

Tangannya bergerak lincah, "Kak, itu rel kereta api! Ayo kesana! Liat kereta!"

Tanpa persetujuan kakaknya, Nara menyusuri jalan setapak penuh ilalang dengan penuh semangat.

"Ayo kak!"

"Iya, tunggu kakak!"

Noah menyusul adiknya yang berlari semakin dekat dengan lokasi rel kereta.

Tanpa disadari, sebuah kereta sedang melaju dari arah kanan, dimana wilayah kanan adalah daerah yang ditutupi tumbuh-tumbuhan.

Noah mendengar derak rel yang beradu dengan roda kereta, namun tidak dengan Nara, gadis itu terus berlari mendekati rel tanpa menoleh.

Past, Please! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang