Rebah dalam lelah. Aku sudah kalah oleh kenang yang tak pernah berhenti mendesakku untuk jatuh.
—Elena.Happy reading^^
***
DORR!
Sesosok tubuh ambruk bersimbah darah diikuti sirine polisi yang menguing membelah kesunyian pagi itu.
"AYAH!" pekik anak itu. Ia mencoba berlari mendekat namun kakaknya menahan. Ia berontak sekuat tenaga.
"Kakak! Ayah kak! Lepasin! Aku mau nolongin Ayah! LEPASIN!" sambil bersimbah air mata, gadis kecil itu mencoba menyentak genggaman tangan kakak laki-lakinya dengan sia-sia. Kakaknya menarik tubuh gadis kecil itu lalu mendekapnya dalam sebuah pelukan.
"Nana, dengerin kakak! Kamu gak boleh kesana, bahaya! Disini aja sama kakak ya!"
"Tapi kak. Ayah..."
"Sstt! Ayah bakal baik-baik aja."
Mereka berdua menyesali segalanya. Kalau mereka di rumah saja dan tak keras kepala mengikuti ayah mereka, keadaannya mungkin akan lebih baik. Jika mereka tidak muncul begitu saja dan membuat ayah mereka panik dan kehilangan konsentrasi, ayah mereka tidak akan mati.
Jika saja ayah mereka bukan polisi dan hanya pegawai saja. Jika saja ayah mereka tidak melihat orang mencurigakan yang ternyata teroris itu dan memutuskan untuk mengikutinya, Ayah mereka akan tetap di samping mereka.
Andai waktu bisa diulang.
***
"Ayah! Ayah bangun! Kenapa ayah malah tidur disini?" rengek gadis kecil itu.
"Ayah," isakan perlahan terdengar dari bibirnya.
"AYAH JAHAT! KENAPA AYAH PERGI?!"
"Nana, udah." kakak laki-lakinya datang dan mencoba menenangkan adiknya.
"Kak, bangunin Ayah kak! Ayah jahat kak! Dia diem aja waktu Nana ajak bicara!"
"Nana, ikhlasin ayah ya. Maaf, tapi ayah udah gak ada." kakaknya menunduk. Menyeka air mata yang lagi-lagi mengaliri kedua pipinya deras.
"KAKAK BOHONG! AYAH MASIH HIDUP! AYAH GAK MUNGKIN NINGGALIN ELENA!"
"Elena!" teriakan mamanya membungkanya. Gadis itu tersentak kaget. Baru kali ini mamamya membentaknya.
"Satria, bawa adik kamu ke kamar," kata mamanya dingin.
Satria mengangguk patuh.
"Nana, ke kamar ya. Ayo,"
Elena menunduk, menurut saja waktu kakaknya membawanya ke kamar.
"Kak, mama jahat! Mama ngebentak Nana."
Gadis kecil itu menutup wajahnya dan mulai menangis sesenggukan. Kakaknya mengelus rambut adiknya pelan. Mencoba membuat adiknya sedikit tenang.
"Nana, mama gak jahat. Mama cuma sedikit kesal karena Elena tadi teriak-teriak. Mama lagi berduka, nana."
"Tapi Nana juga lagi sedih, kak! Mama seharusnya ngerti dan gak bentak Nana! Mama kan tahu kalau Nana benci dibentak."
"Nana gak boleh gitu. Mama benar-benar sedang sedih. Maafin mama ya." Satria memeluk adiknya lagi. Lebih erat, mencoba menyalurkan semua kekuatan yang dia miliki untuk adiknya. Ya, apapun akan ia lakukan untuk adiknya.
***
Pening menghantam kepalanya. Sakit sekali. Seperti ada yang menghantam kepalanya dengan batu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Past, Please! (COMPLETED)
Roman pour AdolescentsApa yang mampu seseorang sembunyikan di masa lalu? *** Dia Elena, gadis sederhana yang mencari bahagia. Hadirnya adalah senja. Kadang datang memberi bahagia. Lalu kadang pergi membawa luka. Ada banyak yang disembunyikannya di balik lakunya yang ten...