Bab 2

62 13 2
                                        

Playlist—Let Me Love You By Justin Bieber—

Senandung sore hari ini tampak menyenangkan, bersama awan dan mentari yang tampak enggan berhenti bersinar

—Aku, kamu, dan segenggam awan—

***

Leher Elena kaku. Ia tetap mematung di situ selama beberapa menit. Masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Ya Tuhan, jika saja ia bisa membalikkan waktu, Elena akan menolak ajakan Faya untuk ke perpustakaan laknat ini.

"Berapa lama lo harus ngeliatin hp gue terus, hah? Toh, lo liatin mau sampe sehari pun tuh hp nggak bakalan balik." Elena menoleh, mendapati cowok jangkung itu melipat tangan di dada. Salah satu tangannya masih mengapit novel sialan yang tadi menghantam keji smartphonenya. Mendapati arah pandang Elena, cowok itu melemparkan novel itu ke arah Elena. Elena menangkapnya kaget.

"Pokoknya lo harus ganti smartphone gue."

"Ta-tapi kan smartphone tipe gitu harganya mahal." Elena memelas. Noah, cowok di depannya, hanya memandangnya jengah.

"Smartphone kayak gitu paling cuma sebelas jutaan astaga. Masa lo nggak mampu beli?" cowok itu mengatakannya seolah sebelas juta adalah hal kecil untuknya. Dan itu membuat sesuatu seperti meletup di dada Elena. Dia geram, dia marah.

"Noah, mungkin keluarga lo bisa dengan mudah membelinya. Tapi, lo sama gue beda! Orang tua kita juga beda. Rumah kita beda, asal kita beda. Bahkan gender kita beda! Jangan samain gue sama cowok manja kayak lo ya!" Elena mendelik. Kesal karena dituduh tidak mampu. Tapi di hati berteriak-teriak tak keruan semoga Noah memaafkannya dan tidak jadi minta pertanggungjawabannya.

Elena melihat Noah menyandarkan tubuhnya yang jangkung itu ke salah satu rak. Jarak mereka jauh. Hanya sekian meter satu sama lain. Tapi pandangan Noah pada Elena tiba-tiba saja mampu membuat Elena ingin cepat-cepat menjauh dari cowok itu. Senyum miring tersungging di wajah bersihnya.

"Tapi, kalau lo nggak bisa ganti yaudah sih gapapa. Gue punya banyak smartphone buat ngegame lagi. Tapi, buat sebuah kesalahan, harus ada hukuman kan?" tatapan Noah di mata Elena tampak mengintimidasi. Dan keadaan semakin tegang saat Noah mulai berdiri tegak, melangkah mendekat ke arah Elena. Bahu Elena menegang, ia mengambil langkah mundur perlahan, berharap jarak mereka kembali jauh. Namun, sia-sia, punggung Elena menubruk tembok perpustakaan. Posisinya sungguh tak mengenakkan hati. Terjepit, terpojok di antara rak-rak buku yang diam membisu, dan tatapan Noah. Sepi, tidak ada orang di sini selain Elena dan Noah. Jika saja Noah ingin membunuhnya maka ia akan pasrah.

Degup jantung Elena memburu. Keringat dingin bercucuran dari keningnya. Membuat beberapa helai rambut hitam panjangnya menempel di dahinya. Sementara, Noah tetap tidak berhenti pada langkahnya. Dia terus mendekat hingga akhirnya berhenti saat dadanya berjarak sesenti dari hidung Elena. Noah menyandarkan tangannya ke dinding di belakang Elena. Mulai menipiskan jarak. Bahkan, napasnya terasa hangat di wajah Elena.

"Kalau mau mesum jangan di perpustakaan." sebuah suara bariton mengintrupsi. Diam-diam Elena menghembuskan napas lega. Noah berdecak pelan.

"Ganggu aja lo, Re." Noah mundur perlahan.

"Lo di cari Miss Hajar tadi. Katanya dia mau ngasih lo jam khusus pulang sekolah." Noah lagi-lagi berdecak pelan. Dia kembali berbalik menghadap Elena. Lalu melayangkan pandangan berisi ancaman.

"Urusan kita belum selesai ya." lalu, Noah berlalu begitu saja meninggalkan Elena bersama sosok 'penolongnya' tadi.

"Nggak nyangka ya, lo bisa kayak gitu juga." Elena melirik cowok itu ragu. Pandangan meremehkan langsung saja menusuk harga dirinya.

Past, Please! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang