Cuaca terasa panas hari ini. Tapi tidak masalah karena sudah menjadi takdir Allah. Saat ini aku sedang memasak didapur bersama bundaku. Hari ini kami sedang memasak masakan kesukaan Ayah. Yaitu Mie Aceh dengan taburan daging ayam yang sudah di suwir kecil-kecil.
Ah iya aku lupa. Perkenalan, Aku Afrah Amirah. Kalian bisa memanggilku Afrah atau Amirah. Sama saja. Saat ini usiaku 29 tahun. Penyuka pelangi karena indah. Sudah terbilang hampir kepala tiga tapi jodoh belum ada.
Kalian jangan menertawaiku ya. Bukannya aku tidak laku atau tidak mau berusaha. Tapi memang belum bertemu jodohnya. Selama ini jika aku menyukai seseorang, aku hanya mampu memendam perasaanku sendiri dan tidak berani untuk menyatakannya. Aku ini pemalu.
"Sudah selesai bikin mie Acehnya?"
Suara Bunda membuatku tersadar dari lamunanku sejak tadi. Karena itu aku pun segera mematikan api kompor kemudian menghidangkan mie Aceh ayah ke piring.
"Sebentar lagi insya Allah Ayah akan tiba."
Aku mengangguk mengerti. Oh iya, Ayahku bekerja di sebuah restoran hotel ternama sebagai koki disana. Aku juga bisa memasak. Hasil pelajaran dan ilmu-ilmu memasak dalam berbagai resep inilah yang Ayah terapkan kepadaku.
Ngomong-ngomong soal Ayah, Beliau tidak mengizinkanku bekerja ditempat lain. Ayah malah menyuruhku dirumah saja membantu Bunda. Ya memang, usia Bunda sudah 50 tahun. Sedangkan Ayah 55 tahun. Tentu saja jika semua pekerjaan Bunda akulah yang membantunya.
Dulu kami memiliki asisten rumah tangga. Hanya setahun karena tak lama kemudian asisten tersebut kepergok mencuri barang berharga milik kami. Dan satu lagi, Ayah tipikal seorang pria yang mudah kecewa dan trauma sehingga dengan kejadian tersebut, Ayah tidak akan percaya lagi dengan asisten rumah tangga manapun.
Kalau sudah seperti itu aku bisa apa? Tapi tidak masalah. Sebagai anak aku harus berbakti kepada kedua orang tuaku sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak." [an-Nisâ'/4:36].
Suara deringan ponsel milik ibu terdengar. Aku melihat ibu yang kini menerima panggilan tersebut.
"Halo Asalamualaikum Ayah."
Aku bisa mendengar suara ayah yang memang terdengar nyaring meskipun hanya samar-samar saja. Aku hanya menghedikan bahu tidak perduli dan memilih melanjutkan untuk mencuci piring-piring dan alat makan lainnya yang kotor setelah memasak hingga suara bunda kembali membuatku menoleh kepadanya.
"Afra.. setelah cuci piring kamu kerestoran Ayah ya."
Aku mengerutkan dahi. "Ke restoran? Bukannya Ayah akan pulang?"
Bunda berjalan ke arahku kemudian meremas pundakku. "Katanya sih begitu. Tapi tiba-tiba di restoran sedang sibuk. Ada perusahaan ternama dari Jakarta yang sedang melakukan kegiatan makan-makan disana. Ya mungkin para bos-bos besar gitu. Ini mie Acehnya kamu pindahin ke wadah kotak makan ya."
Aku pun mulai mengeluh karena saat ini sedang lelah. "Kenapa Ayah tidak makan disana aja sih Bun? Ayah kan pemilik restoran. Ayah bisa masak. Ayah juga koki. Ayah-"
Dan aku tidak melanjutkan kata-kata keluhan ku saat bunda memegang bibirku.
"Ini perintah. Jangan suka mengeluh. Bunda tahu itu kekurangan kamu. Tapi jangan di lakukan. Belajar ikhlas dalam hal apapun. Disana ayah bekerja. Mengumpulkan rezeki buat kita. Ayah juga tidak ingin memakan masakan restoran sekalipun buatannya. Masakan disana itu hak orang lain Afra. Bahkan di peruntukan untuk pengunjung restoran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ana Uhibbuka Fillah
RomanceFikri Azka menyukai Devika sejak lama dan berniat menikahinya di masalalu. Pernikahan mereka akan berlangsung dalam waktu dekat. Tapi sayangnya, Allah berkehendak lain. Devika meninggal saat kecelakaan mobil yang di kemudikan oleh Reva, sahabat Fikr...