16. Afrah : Rasa Kecewa

24.4K 2K 41
                                    

Perumahan Komplek Pelita Indah. Blok A. Pukul 20.01. Jakarta Utara.

Afrah?"

Aku menoleh ke arah pintu. Aku menatap Fara dari ujung kepala hingga ke kaki. Fara sudah cantik. Syar'i yang di pakainya sangat anggun. Harganya pasti mahal.

"Sudah siap?"

"Ha?"

Fara memasuki kamarku dengan santai. Seolah-olah kami adalah kawan lama yang sering bermain. Fara duduk di pinggiran ranjang milikku.

"Kamu sudah siap?"

Aku mengangguk. "Em sudah."

"Kalau begitu cepat pakai cadarmu! Ah rasanya aku tidak sabar melihat buku-buku diskonan dibazar nanti. Bahkan Mama titip buku resep masakan nusantara kalau ada."

Aku hanya diam melihat Fara yang begitu antusias. Sebelumnya aku paling jarang untuk keluar rumah di malam hari. Awalnya Bunda memang melarangku, tapi karena Fara begitu lihai membujuk Bunda alhasil Bunda mengizinkanku.

"Iya. Aku akan pakai. Tunggu sebentar."

Akupun memakai cadarku. Lalu aku memastikan bila semua auratku tertutup dengan rapi. Kemudian aku kembali bercermin. Alhamdulillah semuanya sudah rapi.

Aku dan Fara sudah keluar rumah setelah berpamitan dengan Bunda beberapa menit yang lalu. Setibanya di luar rumah, aku melihat mobil hitam terparkir depan rumahku

"Ah sepertinya itu Fikri." ucap Fara dengan semangat.

"P-pak Fikri?"

"Iya Afrah. Pak Fikri ikut. Bukankah seru kalau kita jalan bertiga?"

Seketika degup jantungku berdetak kencang. Ya ampun. Hanya melihat Pak Firki semenit dua menit saja rasanya sangat mendebarkan. Bagaimana dengan beberapa menit kedepan?

"Asalamualaikum?"

"Wa'alaikumussalam Fikri. Gimana? Berangkat sekarang?" Fara terlihat bersemangat malam ini. Bahkan dengan santainya dia mengamit lenganku.

"Boleh. Lebih cepat lebih baik."

"Fik?" panggil Fara pelan.

"Ya?"

"Kayaknya tadi kamu sibuk banget ya?"

"Maksud kamu?"

"Em.." Fara terlihat salah tingkah. Ada apa dengan Fara? Itu yang aku pikirkan.

"Em kalau sibuk mending kamu tidak perlu ikut deh. Biar saya yang-"

"Saya tidak sibuk. Tenang saja."

"Ya kali aja sih kamu sibuk urus anak-anak. Wajah kamu penuh bedak dan pakaian kamu wangi minyak telon."

Seketika raut wajah Pak Fikri berubah. Antara terkejut dan tidak suka. Sampai akhirnya Fara tertawa.

Fara begitu leluasa dengan Pak Fikri. Mau dia mengejek atau tidak. Tentu saja tidak menjadi masalah. Berbeda denganku yang hanya menyimak keduanya bagaikan menonton sinteron si cantik dan si tampan.

"Sudah. Ayo. Nanti keburu jam 9 malam." ucap Pak Fikri berusaha mengalihkan.

Aku menatap Fikri yang terlihat santai malam ini. Jauh dari kata formalitas. Aku pun memasuki mobil Pak Fikri bersama Fara yang kini duduk di sebelahku.

Mobil sudah berjalan dengan kecepatan sedang. Sejak tadi Pak Fikri dan Fara banyak berbicara ringan. Dimulai dari urusan pekerja. Klien kerjasama perusahaan. Rekan-rekan mereka dikantor. Dan lain-lain.

Sedangkan aku, hanya melongo diam mendengarkan mereka. Meskipun rasa cemburu menyelinap hatiku. Ya Allah. Untuk apa aku cemburu? Pak Fikri bukanlah siapa-siapaku. Jadi aku tidak berhak sakit hati.

Ana Uhibbuka FillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang