15. Fikri : Kasih Sayang Seorang Ibu

24.5K 1.9K 96
                                    

Aku menatap Afrah yang terlihat tidak biasa. Seperti sedang kecewa. Perasaanku sih seperti itu. Tapi Ntahlah. Sayangnya aku tidak bisa melihat raut wajahnya karena dia wanita yang bercadar.

Afrah pergi meninggalkan ruangan ini. Sementara Fara menatapku dengan berbinar. Aku hanya membalasnya dengan senyuman tipis.

Dia benar-benar wanita yang ceria. Selama perkenalan ini berlangsung, dia tidak pernah membahas tentang perjodohan ini. Itulah yang menjadi alasan kenapa aku tidak keberatan saat dia berada didekatku.

"Fik."

"Ya?"

"Woles ya. Jangan tegang."

"Maksudmu?"

Fara tertawa. Lalu dia tersenyum kearahku. Dan lagi. Senyum itu. Subhanallah. Manis.

"Kalau aku lagi sama kamu, tidak perlu memikirkan hal-hal perjodohan itu. Santai saja. Aku bukan tipikal wanita yang ngebet menikah kok. Aku lebih suka berteman saat ini."

"Oh ya?"

"Hm. Rasanya bebas. Tanpa terikat perasaan. Kita juga jarang ketemu. Kalaupun ketemu hanya berhubungan dengan bisnis dan pekerjaan di kantor. Ah kalau kamu butuh sesuatu atau saran, insya Allah aku bisa membantumu Fik."

Dalam hati aku bernapas lega. Alhamdulillah deh kalau Fara berpikir sedemikian rupa. Setidaknya dia tidak masalah jika aku jarang bersamanya.

"Afrah! Yey Alhamdulilah akhirnya."

Aku menoleh ke arah pintu. Afrah sudah kembali membawa sepiring nasi goreng seafood dan jus jeruk di nampannya.

Afrah memasuki ruangan ini dan meletakkan nampan itu didepan Fara. Aku melihat Afrah sedikit gugup. Sebenarnya ada apa dengan Afrah? Kenapa dia seperti itu ketika bertemu denganku? Apakah wajahku seram? Bukankah dari turun temurun aku anak tampan?

Ah iya. Alhamdulillah aku tampan. Sudah takdir.

Dan lagi. Hanya memikirkan itu semua rasa penasaranku di balik cadar Afrah itu semakin kuat.

"Afrah, Nanti malam ada pameran bazar buku loh. Mumpung harga buku murah-murah kita kesana yuk?!"

"Bazar buku?"

"Iya. Tepatnya di Mall. Habis isya deh aku jemput."

"Apakah lama?"

"Insya Allah tidak. Kita ini wanita. Tidak baik pulang malam-malam. Aku benar kan?"

"Aku.. aku akan meminta izin sama Bunda dulu. Em maaf aku harus kembali bekerja. Asalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam. Makasih ya Afrah!"

Afrah beralih menatapku. "Permisi Pak."

"Iya. Silahkan. Sekali lagi terima kasih Afrah."

"Sama-sama Pak."

Aku menatap kepergian Afrah. Dari cara gerak geriknya sepertinya Afrah itu anak rumahan yang jarang keluar rumah.

"Pak?"

Aku menoleh kearah Fara. "Ya?"

"Afrah itu baik Pak. Kedua orang tuanya juga baik. Pokoknya tetangga yang menyenangkan deh."

"Em, baguslah kalau begitu."

"Dan Afrah juga polos."

Lalu Fara tertawa. Wajahnya ceria. Dan lagi. Senyum itu. Manis. Hingga membuatku terpana.

"Nanti malam kamu ikutan juga ya Fik! Kayaknya seru deh kalau kita jalan bertiga."

🦋🦋🦋🦋

Ana Uhibbuka FillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang