42. Afrah : Kenyataan Pahit.

28.2K 2.3K 226
                                    

****

Perumahan Green City. Jakarta Utara. Pukul 17.00 sore.

Seminggu kemudian.

Seminggu telah berlalu. Cuaca diluar begitu panas meskipun jam sudah menunjukkan pukul 17.00 sore. Saat ini aku berada dirumah Bundaku karena semalam kami menginap.

Aku memilih duduk diatas tempat tidur sambil membaca novel islami yang sudah sangat lama. Aku menyukai cerita itu yang begitu romantis sampai-sampai aku membacanya tiga kali.

Rasa bosan melanda. Sebagai pengalihan aku meraih ponselku. Lalu aku teringat suatu hal, tentang Fara. Kali ini dilayar ponselku sudah terpampang nomor kontak milik Fara.

Perasaan gelisah semakin begitu menyiksa. Akhirnya aku turun dari tempat tidur dan berjalan mondar-mandir. Sebenarnya Fara dan Mas Fikri itu ada apa? Apakah terjadi sesuatu diantara mereka?

Aku kembali menatap layar ponselku yang sudah terkunci sandinya secara otomatis. Seketika aku terdiam melihat wallpaper ponselku saat ini. Ada foto wajah Mas Fikri yang lucu sambil memakan biskuit Teddy bear buatanku.

Aku mematikan ponselku lagi. Lalu aku duduk dipinggiran ranjang. Dalam diamku sekarang, aku memikirkan tentang Mas Fikri juga yang akhir-akhir ini membuatku heran. Ntah kenapa dia sering menempel kepadaku seperti perangko. Ya aku tahu, memang hal itu lah aku yang inginkan sejak dulu.

Aku cuma merasa heran kenapa tiba-tiba saja dia bersikap begitu? Sebelumnya dia sedikit cuek dan menghindariku. Jangankan menghindar, terkadang dia tidak bisa mengontrol emosinya sendiri. Terutama mengenai masalah pekerjaannya.

Aku sebagai istri hanya bisa memakluminya dan selalu menyuruhnya perbanyak istighfar agar hatinya tetap tenang dan tidak lupa berdoa pada Allah agar semua usahanya di permudah.

Kegelisahanku bukan hanya mengenai Mas Fikri. Tapi gelang wanita yang aku temukan seminggu yang lalu diruangan Mas Fikri. Gelang itu hilang setelah aku mengantonginya didalam saku gamisku.

Dalam hati aku selalu bertanya-tanya apakah Mas Fikri selama ini sadar kalau gelang couplenya itu hilang atau tidak?

Aku kembali berdiri sambil menggigit ujung kukuku dengan gelisah. Berbagai macam pertanyaan dan teka-teki memenuhi kepalaku semenjak Mas Fikri dan Fara yang tanpa sengaja aku melihat keduanya bersama.

"Asalamualaikum?"

Pintu terbuka sedikit. Aku menoleh kearah pintu. Ada Bunda berdiri disana dengan raut wajah senyuman ramahnya.

"Wa'alaikumussalam Bunda."

Bunda masuk ke kamarku. Lalu beliau duduk dipinggir ranjang sambil bersedekap.

"Ada apa Nak? Kamu terlihat gelisah. Semuanya baik-baik saja kan?"

Aku mengangguk. Berusaha menutupi hal yang sebenarnya. "Iya Bun. Em, Ayah mana?" tanyaku sebagai pengalihan.

"Ayah masih di restoran. Hari ini Ayah lembur karena di sana ada acara reunian keluarga besar gitu."

"Oh." Lalu aku memakai cadarku. Aku takut Bunda segera mengetahui mimik wajahku yang sedang gelisah. "Bun, Afrah mau kesebelah rumah ya."

"Tempat Fara?"

Aku mengangguk. "Iya Bun. Sebentar saja. Asalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Dengan cepat aku keluar kamar meninggalkan Bunda yang mungkin saat ini bertanya-tanya tentang situasiku.

Aku sudah keluar rumah dan ntah kenapa saat ini situasi benar-benar kebetulan. Aku melihat Fara yang baru saja pulang dari suatu tempat.

Ana Uhibbuka FillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang