Semilir angin malam setelah sholat magrib menerpa wajahku. Aku menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan.
Angin malam yang berada di atas ketinggian lantai 9 apartemenku kali ini membuatku berharap dapat mengisi rongga dadaku yang sesak akibat kenyataan tak terduga.
Aku menatap tiga lembar kertas yang sedang aku pegang saat ini. Satu lembar foto copy surat kelulusan kuliah Afrah. Lembar kedua berisi biodata Afrah dan lembar ketiga adalah biodata sahabatku di masalalu bernama Reva.
Suara derap langkah kaki terdengar. Aku menoleh kebelakang ketika Daniel menghampiriku setelah aku menghubunginya tadi sore.
"Ada perlu apa kamu menghubungiku Fik? Apakah ada hal penting mengenai pekerjaan? Bisnis baru atau-"
Daniel terdiam sesaat setelah aku memberikan tiga lembar kertas ditanganku itu tanpa basa-basi.Dengan seksama Daniel membacanya.
Kedua alis Daniel menukik tajam. Raut wajahnya terlihat berpikir keras.Daniel membaca lembar pertama. "Afrah Amirah. Lulusan universitas ternama di Samarinda angkatan tahun 2011. Jurusan Ilmu Komunikasi."
Aku hanya diam. Lalu Daniel membaca lembar kedua. "Reva Sintia.
Tinggi 165cm. Golongan darah B. Lahir di Aceh, 1 Januari 1990."Kemudian Daniel membalik lembar ketiga. "Afrah Amirah. Tinggi 165cm. Golongan darah B. Lahir di Aceh, 1 Januari 1990."
Kini tatapan Daniel beralih menatapku. "Apa yang sebenarnya terjadi Fik?"
Aku membalikan badan dengan memunggungi Daniel. Salah satu tanganku terkepal di dalam celana jeans yang aku kenakan. Bahkan tanpa Daniel sadari, aku berusaha menahan amarah saat ini.
"Semua sudah menjadi takdir Daniel. Aku terbelenggu oleh masalalu yang begitu kelam."
"Ceritakan semuanya padaku. Terlalu banyak hal yang aku lewatkan setelah kita sama-sama lulus." ucap Daniel yang kini terdengar simpatik kepadaku.
"Kakakku pernah kecelakaan. 9 tahun yang lalu dalam perjalanan ke kota Balikpapan menuju rumah calon istrinya."
"Lalu?"
"Saat itu mereka sedang bermasalah dalam hubungan mereka. Kecelakaan itu membuat kakakku mengalami koma selama seminggu. Setelah sadar dari koma, kedua mata kakakku buta."
Aku yakin saat ini Daniel syok mendengar semua penjelasanku malam ini. Biar bagaimanapun aku butuh Daniel untuk mendengarkan semua hal yang aku alami sejak dulu.
"Apakah kamu ada disaat kejadian itu? Bagaimana nasib Om Azka dan Tante Ayu?"
"Ayah dan bunda tentu saja terpukul." ucapku lirih. Aku menatap lurus ke depan. Menatap kemerlap lampu-lampu yang ada di gedung bertingkat tinggi.
"Kejadian itu membuatku harus pulang ke Indonesia ketika aku sedang berada di Amerika hanya untuk belajar bisnis bersama Kakek disana setelah kita lulus kuliah."
"Bagaimana kak Arvino bisa melihat kembali? Dan.. menikah dengan kakak iparmu?"
"Karena almarhum Devika yang mendonorkan korneanya pada kedua mata kakakku."
Lalu Daniel terbungkam lagi. Kedua mataku memanas hendak menangis. Bukan aku cengeng. Tapi kalau mengingat hal itu lagi secara tidak langsung hatiku seperti tersayat pisau.
"Setelah mengetahui kak Arvino mengalami buta. Tanpa disadari siapapun, Devika mendaftarkan diri ke Bank Mata Indonesia untuk mendonorkan korneanya sebelum meninggal."
"Aku bahkan tidak percaya kenapa Devika bisa melakukan hal itu sementara dia sendiri tidak tahu kapan meninggal."
"Mungkin Devika menyukai kakakmu itu Fik. Apa aku benar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ana Uhibbuka Fillah
RomanceFikri Azka menyukai Devika sejak lama dan berniat menikahinya di masalalu. Pernikahan mereka akan berlangsung dalam waktu dekat. Tapi sayangnya, Allah berkehendak lain. Devika meninggal saat kecelakaan mobil yang di kemudikan oleh Reva, sahabat Fikr...