20. Afrah : Lamaran?

24.8K 2K 97
                                    

Sesuai pesan Pak Fikri tadi malam, aku menjalankannya tugasnya membawa lembar surat tanda kelulusan sarjana jenjang pendidikan S1 milikku.

Waktu yang dimiliki Pak Fikri disini hanya 1 jam. Itupun di jam makan siang. Aku tidak ingin membuang waktuku lagi. Akhirnya aku menaiki anak tangga sebanyak 2 lantai dengan cepat. Menaiki anak tangga ini sudah menjadi rutinitasku setiap hari hanya untuk bertemu dengan Pak Fikri.

Akhirnya aku tiba di lantai 3. Kedua kakiku melangkah menuju ruangan Pak Fikri. Dan lagi, Aku lupa kalau saat ini ada Fara disana. Akhir-akhir ini Pak Fikri sering membawa rekannya.

Kalau bukan si Fara, atau pria bule yang aku lihat waktu itu. Dengan kesopanan aku mengetuk pintu ruangan Pak Fikri.

"Asalamualaikum Pak."

"Wa'alaikumussalam. Oh Afrah? Masuklah."

Aku memasuki ruangan Pak Fikri. Di hadapan Pak Fikri ada Fara yang baru saja menyelesaikan makan siangnya dengan lahap.

"Hai Afrah! Wah kita bertemu lagi."

Aku hanya menangguk. "Iya Fara. Alhamdulillah."

"Saya mau lihat surat tanda kelulusan kuliah kamu."

Aku berlalih menatap Pak Fikri dan segera memberikan apa yang dia minta. Pak Fikri menatap surat tanda kelulusan kuliahku dengan cermat.

Aku memperhatikan raut wajahnya. Ntah perasaanku saja atau bukan. Kenapa Pak Fikri terlihat serius seperti itu?

"Kamu lulusan Universitas dari Samarinda?"

Aku mengangguk. "Iya Pak."

"Kamu juga jurusan Ilmu Komunikasi angkatan tahun 2011?!" tanya Pak Fikri yang saat ini tiba-tiba raut wajahnya berubah tidak ramah.

"Iya Pak."

"Kamu-"

"Fikri. Sebentar.."

Fara pun menyela diantara kami sebelum Pak Fikri menyelesaikan pertanyaan padaku.

"Kamu.. kamu baik-baik saja kan?" tanya Fara pada Pak Fikri.

Aku melihat Fara yang sepertinya khawatir dengan Pak Fikri.

"Ya.. saya.. saya baik-baik saja."

"Kenapa kamu terlihat marah Fik?"

"Tidak." Pak Fikri menggeleng cepat. Pak Fikri beralih menatapku. "Em maafkan saya Afrah. Apakah kamu tidak apa-apa?"

Aku menggeleng. "Saya tidak apa-apa Pak."

"Oke. Sekali lagi maaf. Kamu boleh pergi."

Aku hanya mengangguk dan segera pergi. Pak Fikri semakin membuatku bertanya-tanya setiap harinya. Sebenarnya ada apa dengan semua ini?

"Huaaaaaaaaaaaa!!! KECOA!"

BRAK!

Tiba-tiba Fara panik. Fara menaiki atas meja sambil ketakutan setelah Fara menendang kursinya hingga kursi itu terjatuh kelantai. Aku dan Pak Fikri mendekatinya.

"Ya Allah Fara, Ada apa?" tanyaku panik.

"Kecoa Afrah! Kecoa! Aku takut!"

"Dimana?"

"Di bawah meja! Aku takut! Kecoa itu sempat naik ke kakiku. Usir binatang itu! Usir!"

Tanpa diduga Fara berlinangan air mata. Dengan cepat aku keluar ruangan, mencari sesuatu sebagai pengusir kecoa itu. Lalu aku melihat salah satu OB di lantai 3 ini.

"Pak!"

"Ya Mbak?"

"Saya pinjam alat pel lantai ini ya."

Ana Uhibbuka FillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang