****
Apartemen Casanova. Pukul 11.00 siang.
Hujan baru saja berhenti 30 menit yang lalu bersamaan dengan sinteron azab di televisi yang sempat aku tonton. Aku hanya tersenyum masam meskipun tadi sempat bergidik ngeri saat menontonnya. Tapi aku tahu, dibalik itu semua Afrah itu menyindirku. Biarkan saja dia.
Kalian pikir aku merasa bersalah? Tentu saja tidak.
Bagaimana dengan dia yang sudah berpura-pura selama ini dan tidak menyadari masalalunya kalau sebenarnya dia itu Reva?
Aku memasuki kamarku dan menemukannya sedang tidur dengan pulas. Dengan perlahan aku melepaskan pakaianku dan menggantinya dengan kaos santai.
Aku menaiki tempat tidur dan segera memeluknya dari belakang. Aku hanya bisa bersabar. Rupanya dia benar-benar tidur. Ah sayang sekali, padahal tadi aku ingin merencanakan niatku padanya.
Aku terdiam. Bayangan tentang Ustad Ahmad bersama Afrah membuatku kesal sejak tadi meskipun aku memendamnya. Kadang aku bingung dengan diriku sendiri.
Disatu sisi aku berupaya mengungkapkan misteri tentang Afrah kalau dia itu Reva. Disisilain, ntah kenapa aku tidak suka melihat istriku bersama Ustad Ahmad meskipun aku belum mengetahui ada apa dengan pertemuan mereka dikantor.
Tanpa diduga Afrah membalikan badannya menghadapku. Untuk kesekian kalinya aku menatap wajahnya yang sangat cantik apalagi saat sedang tertidur. Afrah membuka kedua matanya begitu saja.
"Mas?"
Aku menatap kedua matanya yang masih sayup-sayup karena mengantuk.
"Hm?"
"Tumben disini?"
Aku mengerutkan dahiku. "Memangnya kenapa? Ini kan kamar kita."
"Oh."
Lalu Afrah membalikan badannya dan kembali memunggungiku. Bahkan dia sedikit bergeser seolah-olah menjauhiku.
Wah, lagi ngambek dia.
Aku hanya tersenyum tipis. Lalu aku kembali memeluknya lagi. "Ngambek ya? Kamu baik-baik saja kan?" bisikku padanya.
"B aja Mas."
"Kalau ngambek nanti cantiknya hilang."
"Memangnya Mas perduli kalau Afrah cantik atau tidaknya? Biasanya juga cuek."
Aku mencium puncak kepalanya. Bahkan aku menghirup aroma wangi pada rambutnya. Dengan perlahan aku menggenggam telapak tangannya. Jari-jari kami saling bertaut.
"Sekarang tidak cuek lagi kan? Maaf ya kemarin-kemarin aku sibuk. Bukankah sekarang aku sudah disini dan bersamamu?"
"Hm."
"Masalah di perusahaan belum selesai. Jadi pikiranku sedikit ruwet."
"Hm."
"Tolong maafin aku ya?"
"Hm."
"Kok hm terus sih?" ucapku karena sedikit jengah. "Ini aku sudah minta maaf loh sama kamu. Aku sadar aku salah."
"Alhamdulillah deh Mas sadar. Lagian Afrah pikir tadinya kamar Mas sekarang pindah. Pindah ke kantor. Bukan disini lagi."
Aku tertawa geli. Afrah kalau lagi jutek ya begitu. Menggemaskan. Mungkin sedikit mengobrol ringan dan membujuk hatinya supaya tidak marah lagi adalah cara yang baik sebelum aku meminta hakku padaku.
"Oh iya, tadi kamu masak apa?"
"Afrah tidak masak."
Tanpa diduga Afrah melepaskan tautan tangan kami. Aku hendak menggenggamnya. Tapi dia menolak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ana Uhibbuka Fillah
RomanceFikri Azka menyukai Devika sejak lama dan berniat menikahinya di masalalu. Pernikahan mereka akan berlangsung dalam waktu dekat. Tapi sayangnya, Allah berkehendak lain. Devika meninggal saat kecelakaan mobil yang di kemudikan oleh Reva, sahabat Fikr...