Prolog

76.1K 3.6K 43
                                    


Setelah mendengar perdebatan antara suami dan ibu mertuanya, Vania merasa di tipu. Setelah cukup lama bersembunyi dan menormalkan suaranya, dia berjalan perlahan memasuki rumah. Baik mantan suaminya, mertuanya dan seorang wanita sedang hamil entah namanya siapa terkejut ketika melihatnya.



"Ada apa? Kok wajahnya pada tegang?" Tanyanya berusaha menampilkan ekspresi biasa saja. Padahal dia sedang menahan sakit hati karna melihat wanita yang sudah merusak rumah tangganya juga ada di rumah ini dan tampaknya sangat di sukai mertuanya.



"Ngga papa," jawab suaminya, membuat Vania tersenyum tipis.



"Ma, dia siapa?" kali ini Vania bertanya pada wanita dari dulu membencinya tanpa alasan.



"Ini istrinya putra-"



"Ma!" Potong suaminya sembari meliriknya dengan wajah memucat. "Jangan dengarkan ucapan Mama, kamu tahu sendiri kan kalau-"



"Kenapa kamu bohong mas?" Tanya Vania tidak bisa menahan gejolak emosi yang kian besar, tapi dia masih berusaha untuk menahan air matanya. "Aku sudah tahu segalanya!"



Vania masih menatap suaminya yang menunduk dalam, lalu tertawa kecil. "Aku tahu sebagai istri, aku ngga sempurna. Tapi bukannya kamu sudah janji untuk selalu setia dan sa-"



"Sampai kapan?" wanita tua itu kembali bicara. "Berapa tahun lagi? Keluarga ini membutuhkan penerus secepatnya sementara kalian ... tidak kamu, tidak pernah bisa memberikan anak saya keturunan!"



"Kami sedang berusaha, Ma." Vania rasa sesak yang tadi di tahan akhirnya keluar juga. Dia tak peduli dengan wanita lain di rumah ini menganggapnya lemah karna rasanya sangat sakit.



"Mau bagaimanapun kalian berusaha kalau kamu yang salah tak akan ada jalan keluarnya!" Ratih tak peduli dengan perasaan Vania. Seharusnya dari dulu dia tak pernah merestui mereka, tapi suaminya yang sudah meninggal sangat menyayangi wanita itu dan dia dengan terpaksa membiarkan mereka menikah.



Ratih kemudian menoleh pada wanita cantik yang sedang hamil di sampingnya lalu tersenyum. "Kenalkan, ini Winda dan dia adalah istri dari putra saya."



"Ma, aku masih istrinya putra Mama dan aku tidak memberi izin dengan-"



"Saya tak perlu izinmu untuk melakukan apapun di rumah ini," ucap Ratih kembali menatap Vania. "Ini rumah saya, jadi saya paling berhak atas apapun yang di lakukan di rumah ini."




Pilihan Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang