PROLOG + PART 1

7.2K 226 3
                                    

Gadis berambut panjang dengan sepasang lesung pipit itu benar-benar berlari tanpa memedulikan sekitar. Ia terus menambah kecepatan, menerabas dan menerjang angin sepoi yang tiap siang bertamu di SMP Cendikia.

Gerakan lincahnya menghindari berpuluh-puluh siswa lain berakhir di sebuah ruang kelas. Tanpa permisi, meski bukan kelasnya sendiri, gadis itu masuk dengan napas yang terengah-engah. Ia memandang gusar seorang pria yang tengah mendengarkan musik melalui earphone.

Tanpa berpikir panjang, gadis itu segera menarik satu kabel earphone dan merebut ponselnya. Dengan ekspresi terkejut bercampur kesal, si pria berdiri dan berusaha merebut kembali barang-barangnya meski berujung percuma

"Ikut aku!" seru gadis itu lalu menarik paksa pergelangan tangan si pria yang bahkan tak lebih tinggi darinya.

"Mau ngapain, sih?"

Gadis itu terus menariknya hingga tiba di ruang kepsek. Ia mengetuk pelan pintu kaca ruangan tersebut dan masuk tak selang lama.

"Permisi, Pak. Ini saya sudah bawa si Deven," ucap gadis itu sopan sambil sedikit mengangguk.

Pria yang diketahui bernama Deven itu sontak membelalakkan mata. Tentu saja ia bingung mengapa namanya sampai disebut-sebut di ruangan sakral ini. Deven menjinjit dan berbisik pada gadis yang telah membawanya kemari, "Neth, aku mau diapain?"

"Udah, diem!"

Kepsek muda bernama Pak Harun itu tersenyum singkat kemudian mempersilakan keduanya untuk duduk. "Anneth, Deven, silakan duduk!"

Setelah kedua muridnya duduk dengan khidmat, Pak Harun mengeluarkan sepucuk amplop yang penutupnya sudah terbuka. Amplop itu diletakkan di atas meja yang secara langsung dapat dilihat oleh Anneth dan Deven.

"Tadi pagi kami mendapat kiriman dari salah satu rumah produksi ternama yang berhubungan langsung dengan kemendikbud. Mereka mengadakan sebuah event untuk menggalang dana bagi anak-anak tak berpendidikan di Indonesia agar mereka bisa terus bersekolah."

Pak Harun berhenti sejenak untuk memastikan anak muridnya masih fokus mendengarkan. Dirasa Anneth dan Deven masih memusatkan perhatian kepada beliau, Pak Harun pun melanjutkan pembicaraan.

"Mereka akan memakai jasa empat belas anak dari seluruh Indonesia sebagai media dalam event ini. Beruntung sekali mereka meminta sekolah kita untuk mengirim dua peserta sekaligus. Berhubung prestasi kalian di bidang vokal sudah tidak diragukan lagi, maka kami memutuskan untuk mengirim kalian."

Pemberitahuan super mengejutkan itu berhasil membuat Anneth dan Deven keluar ruangan tanpa henti tersenyum. Masing-masing dari mereka telah menggenggam surat pemberitahuan untuk orang tua. Setelah ini mereka akan langsung pulang tanpa menunggu jam pelajaran berakhir, sesuai permintaan Pak Harun yang ingin surat itu segera sampai di tangan wali murid.

"Hp aku, Neth!" ujar Deven setelah menghentikan langkahnya sekaligus langkah Anneth. Yang diminta hanya senyam-senyum tak jelas sambil memandangi surat pemberitahuannya.

"Yaelah, Neth, itu cuma pemberitahuan buat ortu, bukan undangan nikah kita. Ga usah gitu amat liatnya," tutur Deven yang melirih pada kata undangan nikah kita.

Sontak Anneth melotot dan dengan sorot tajamnya beralih menatap Deven. Deven juga tak kehabisan akal. Ia lekas menaik-turunkan alisnya untuk menggoda Anneth. Ya, tidak ada yang tahu betapa puasnya Deven jika berhasil membuat Anneth marah.

"Karepmu Dep, karepmu!"

Bukannya marah, Anneth justru melangkah pergi meninggalkan Deven hingga jauh tertinggal di belakang. Namun, sebelum sungguh-sungguh hilang di belokan, Anneth sempat berhenti untuk melempar ponsel Deven pada si empunya. Untung saja Deven sigap menangkap ponselnya sebelum benar-benar mendarat di lantai.

One Month to Shine [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang