Anneth berdiri di hadapan Kak Mawar dengan keringat dingin yang bercucuran. Berkali-kali ia melirik arlojinya yang hampir mendekati angka delapan. Ia harus keluar atau tak akan bertemu Maminya satu bulan ke depan."Pliss Kak, aku mohon. Sebentar aja."
Anneth sampai menyatukan kedua tagannya, memohon-mohon pada Kak Mawar agar diizinkan pergi.
"Tapi Neth–"
"Bisa aja sebulan ini aku nggak ketemu Mami," potong Anneth. Sedikit tidak sopan, tapi ia hanya ingin diizinkan keluar. Itu saja.
"Kenapa nggak mami kamu yang dateng ke sini? Bentar lagi kita berangkat, lhoh." Kak Mawar masih enggan mengizinkan Anneth pergi. Jam sembilan rombongan harus siap berangkat ke Bogor.
"Nggak bisa, Kak. Mamiku sama Mamanya Deven mau ke Manado. Mereka udah di bandara."
"Kalau gitu, kamu perginya sama Deven?" Anneth mengangguk.
Kak Mawar diam sejenak untuk berpikir. Setelah menghembuskan napas panjang, akhirnya beliau mengizinkan dengan satu syarat. Anneth dan Deven harus mau diantar Kak Raiwan. Kalau urusan itu, Anneth mana mau menolak.
Anneth dan Deven pun diantar menggunakan mobil. Mereka menepati janji untuk tidak berlama-lama. Selepas menabung rindu dengan memeluk ibu masing-masing dan meminta uang jajan tambahan, keduanya langsung kembali tanpa menunggu orang tua mereka take off.
Namun malang, di separuh perjalanan ban mobil tiba-tiba bocor. Kak Raiwan dan seorang panitia lainnya harus mengganti ban itu jika tidak ingin keselematan mereka terancam.
Kak Raiwan celingak-celinguk mencari sesuatu. Perhatiannya terhenti pada sebuah cafe yang berada tak jauh dari lokasi.
"Dev!" panggil Kak Raiwan.
Deven yang sedang mengeluarkan perkakas dari bagasi segera menyudahi kegiatannya. Ia mendekat ke arah Kak Raiwan.
"Kamu sama Anneth ke cafe itu, ya? Beli minuman buat kita," pinta Kak Raiwan yang tenggorokannya memang sudah kering.
"Minuman apa?"
"Tanya aja sama yang tadi malem stalking ig saya!" jawab Kak Raiwan sambil melirik Anneth.
"Ih, aku cuma temenin Uwa, lhoh Kak," elak Anneth.
Tadi malam ia memang sekamar dengan Nashwa. Kemarahan Joa masih berlanjut hingga ia meminta bertukar kamar dengan Nashwa. Alhasil, Joa jadi sekamar dengan si perangko.
"Iya, percaya. Udah sana!"
Anneth disusul Deven berjalan menuju cafe. Anneth pernah beberapa kali ke sana bersama Marsha, teman sebangkunya. Makanan di sana enak-enak dan murah. Itu jawaban dari mengapa Anneth sangat antusias pergi ke sana.
Setelah memesan beberapa, Anneth dan Deven duduk untuk menunggu minuman selesai dibuat.
Suasana sedikit canggung. Mungkin karena kejadian di outbond kemarin. Atau, justru karena kejadian Deven memerhatikan Anneth tadi malam?
"Anneth?"
Seseorang menepuk bahu Anneth dan langsung menjatuhkan bokong di sebelahnya. Ternyata orang itu adalah Aji. Pria yang begitu dipuja-puja oleh Anneth.
Dia lagi, batin Deven yang muak dengan situasi ini.
"Hai, Dev!" sapa Aji. Deven hanya menunjukkan senyum palsunya tanpa tertarik untuk menyapa balik.
"Kamu kok di sini Neth? Bukannya kamu ikut OTMS?"
"OMTS," intrupsi Deven yang langsung dibalas tatapan sinis dari Aji.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Month to Shine [End]
Fanfiction"Kita seperti dua waktu di muka bumi. Harus ada yang menjadi malam selagi yang lain menjadi siang. Waktu bukan masalah serius. Meski tak terang bersama, semua akan mendapat giliran." Biarlah laki-laki itu berkata bijak sebagai seorang pemimpi dan pe...