Part 22

1.7K 134 28
                                    

Setengah jam berkeliling, mereka akhirnya tiba di restoran sunda yang dimaksud Kak Mawar. Semua turun dengan tidak sabaran lantaran perut sudah keroncongan. Lain dengan Anneth yang tidak mau turun andaikata Nashwa tidak membujuknya. Kalian pasti tahu apa mau gadis itu. Sushi. Ya, makanan yang tidak akan ditemukan di restoran sunda.

Turun pun hanya sampai di parkiran dan Anneth kembali ndeprok bak anak kecil sedang merajuk. Deven yang masih setia di belakangnya ikut merasakan penderitaan gadis itu. Sesungguhnya ia juga ingin makan yang lain. Aneka olahan seafood, misalnya.

"Atau gini aja Neth, gimana kalau kamu tunggu di mobil. Biar aku coba cari sushi di sekitar sini. Siapa tau ada," cetus Deven. Ia tak tega melihat Anneth terus-terusan dibujuk Nashwa begitu.

Mata Anneth berbinar-binar. Bukan karena senang, tapi karena terkejut. Anneth segera menggeleng. Ia tak setuju dengan ide Deven.

"Enggak. Kamu nggak boleh pergi! Nanti kalo ilang gimana? Kamu kan kecil, Dev. Susah nyarinya."

"Udah lah, tunggu aja di mobil. Biar aku cari. Nanti kalau nggak ada, aku balik lagi."

Tanpa sempat Anneth menimpali, Deven sudah keburu pergi. Tak disangka kaki kecilnya mampu bergerak begitu cepat. Kini bayangan laki-laki itu sudah menjauh dari mata Anneth.

"Kamu tunggu sendiri di mobil, ya? Aku laper. Mau makan sayur asem sama sambal teri," kata Nashwa dengan nada sewot. Sepertinya ia kesal pada Anneth yang banyak mau.

Nashwa pun menjadi orang kedua yang meninggalkan Anneth setelah Deven. Anneth hanya bisa berpasrah dan kembali ke mobil dengan langkah gontai.

Sesampainya di mobil hitam milik Kak Mawar, Anneth tidak langsung masuk. Ia memilih menikmati lalu-lalang jalanan dari kap mobil. Dengan bosan, ia menscroll beranda Instagramnya. Lama-kelamaan pikirannya gelisah. Tidak lagi sushi yang ia tunggu, tapi Deven yang setengah jam lalu meninggalkannya. Kak Mawar dan Putri sampai menghampiri Anneth dan memintanya masuk. Lalu Anneth menjelaskan alasannya mengapa tetap bertahan di luar.

"Astaga Neth, kok kamu nggak ngomong kalau pengen sushi? Sekarang jadi ribet gini, kan?" omel Kak Mawar sambil berusaha menghubungi Kak Ringgo.

"Hallo Go, keluar buruan! Deven nggak ada. Lo harus cari."

...

"Ck, nggak tau. Katanya dia pergi nyari sushi."

...

"Udah lah, gak usah banyak tanya. Cari buruan! Ajak Raiwan sekalian."

Kak Mawar memasukkan kembali ponselnya dengan grusa-grusu. Berulangkali, bahkan sampai tidak masuk-masuk. Anneth menunduk. Benar-benar merasa bersalah. Andai ia tidak merengek-rengek seperti tadi. Deven tak perlu pergi dan perutnya tak akan keroncongan.

"Maafin Anneth, Kak," ucap Anneth.

Kak Mawar memandang Anneth dengan iba. Satu tangannya mengelus rambut Anneth sebab satu tangannya yang lain memegang jus. "Iya, nggak apa. Coba kamu hubungi Deven!"

Anneth mengangguk dan segera menelepon Deven. Gadis itu sedikit menjauh dari Kak Mawar. Kakinya tak bisa diam. Mondar-mandir kesana kemari. Kak Mawar hanya bisa menonton adegan itu dengan iba. Ia tahu betapa kuatnya ikatan perasaan antara Anneth dan Deven.

Sekarang Anneth benar-benar khawatir. Dari dua belas panggilan yang Anneth lakukan, Deven tak mengangkat salah satunya.

"Nggak bisa dihubungi, Kak," keluh Anneth. Bibirnya memucat. Keringat dingin mengucur dari keningnya, tak henti-henti. Bahkan ketika Anneth sudah mengusapnya berkali-kali.

One Month to Shine [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang