Part 20

1.7K 141 25
                                    

Hari menjelang senja. Setelah kembalinya Charisa, kamar pun kembali ramai. Di sini Anneth sekarang. Duduk di antara candaan yang dilempar karib-karibnya. Namun berbeda dari yang lain, Anneth hanya diam dan sesekali bereaksi dengan senyuman. Bukan Anneth tidak senang akan keberadaan Charisa, hanya saja ia masih memikirkan kotak misterius yang dialamatkan kepada Deven.

Anneth sempat berpikir jika sikapnya yang demikian tidak akan pernah merubah apa pun. Mungkin akan lebih baik kalau dirinya bertanya langsung kepada Deven.

Gadis itu pun beranjak hingga memancing perhatian teman-temannya. Tawa yang sedang renyah-renyahnya pun ikut terhenti akibat pergerakan Anneth yang mendadak.

"Mau kemana, Neth?" Joa bertanya.

Anneth terlihat salah tingkah. Ia tak mungkin mengatakan ingin menemui Deven. Apa kata yang lain? Lagipula ia masih ingin menghargai Charisa. Anneth yakin Charisa tak mungkin secepat itu beralih pada Gogo.

"Aku mau ketemu Wiliam," jawab Anneth. Asal ceplos, tapi bukan cewek namanya kalau tidak bertanya-tanya.

"Kamu ada apa-apa sama Wiliam, ya?" selidik Joa. Anneth cepat-cepat menggelengkan kepala. Ia tak ingin muncul gosip baru di basecamp OMTS.

"Terus?"

"Ya, pokoknya aku mau ketemu dia. Kalian jangan banyak nanya dulu, deh!"

Anneth tertalah-talah pergi sebelum pertanyaan-pertanyaan lain mencuat. Bahkan saking tergesanya, Anneth sampai melupakan roll rambutnya. Ia belum melepas benda itu dan membiarkannya nangkring dengan cantik di atas kepala.

"Neth, bareng ke mushola!" teriak Nashwa sambil berlari kecil mensejajarkan langkahnya dengan Anneth.

Boleh jadi ia memang hendak pergi bersama atau justru hendak mengulik kebenaran perkataan Anneth. Untuk sementara Anneth hanya bisa membiarkannya agar kecurigan Nashwa mereda.

"Kok nggak bareng Aziel?" pancing Anneth.

"Sebenernya aku mau ke mushola bareng Alde," jawab Nashwa dengan rona pipi yang menjadi-jadi. Anneth terbelalak. Terkejut? Tentu saja terkejut. Tapi ia buru-buru menetralisirnya, seperti apa yang menjadi kebiasaan.

"Oh, jadi sekarang sama Alde nih? Anak baru itu, kan?" goda Anneth. Sesuai dugaannya, Nashwa tampak tersipu malu. Dan tak lama kemudian tingkah malu-malu itu berganti dengan anggukan kecil.

Ah, ada apa dengan Anneth? Bisa-bisanya ia menuduh Nashwa menaruh curiga padanya? Akhir-akhir ini masalah yang melanda memang kerap membuat Anneth merasa was-was. Bawaannya curiagaan, begitulah.

"Kak Raiwan Rizky Diantana gimana tuh?"

Nashwa mencebik lalu sesaat melambaikan tangan ke arah lain. Anneth mengikuti pandangan itu dan mendapati Alde di ambang pintu.

"Aku udah ditunggu, Neth. Duluan yah?"

Tanpa menunggu Anneth selesai mengatakan 'iya', Nashwa telah lebih dulu meninggalkan gadis itu. Dihampirinya Alde untuk kemudian berangkat bersama-sama ke mushola. Anneth geleng-geleng kepala. Cinta telah membuat seseorang yang tadinya berteman saling mengabaikan.

Sudahlah, tak pantas Anneth merasa cemburu pada sahabatnya sendiri.

Tanpa merasa takut lagi, Anneth berbalik menuju kamar Deven yang sudah terlewat.

🎵🎵🎵

Kamar cowok. Barang-barangnya memang tak sebanyak milik anak-anak cewek. Tapi mereka yang malas menatanya membuat kamar cowok dua kali lipat terlihat sesak. Colokan di mana-mana. Charger-charger menancap di stop kontak meski ponselnya telah lama dicabut. Guling-guling di lantai dan gitar-gitar menjadi pengganti mereka. Deven bahkan nekad menaikkan keyboard mininya ke kasur.

One Month to Shine [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang