PART 11

2.1K 140 2
                                    


"

Ucha, duduk di sebelah aku, ya?" Anneth memohon. Charisa yang awalnya akan duduk di sebelah Nashwa menjadi bingung plus puyeng.

"Yah, Anneth. Nanti aku sendirian, dong!" celetuk Nashwa yang tidak bisa sembarangan duduk dengan orang lain, apalagi dengan cowok.

"Joa mana?" tanya Anneth. Matanya belingsatan mencari posisi sahabatnya itu. Niat hati ingin menjadikan dia teman sekursi Nashwa. Sebab Anneth benar-benar ingin duduk bersama Charisa. Setidaknya untuk menebus kesalahannya, Anneth ingin berbagi apa saja. Camilan jika Ucha lapar, minuman jika Ucha haus, dan bahu jika Ucha lelah dan ingin bersandar. Tapi mata sipit Anneth sama sekali tidak menangkap sosok Joa.

"Noh, berduaan ama Friden."

Nashwa menunjuk kursi depan. Tempat dimana dua manusia yang namanya disebut berada. Dan benar saja. Di kursi itu sudah duduk dengan nyaman dua manusia yang sedang dimabuk cinta. Joa dan Friden.

"Kalau Aziel?"

Anneth masih belum menyerah agar bisa sebangku dengan Charisa. Baginya, ini kesempatan langka untuk memperbaiki hubungan pertemanan mereka.

Nashwa kembali menunjuk dua kursi yang sudah diduduki Mirai dan Clinton.

"Bos dan anak buahnya lagi mabar Free Fire. Jangan diganggu!" Deven memperingatkan. Mengingat ia juga gamers, pantang baginya untuk membiarkan gamers lain merasa terusik ketika sedang beraksi.

"Nah, sama Deven aja sono! Lagian Gogo juga udah sama Michael," cetus Nashwa. Charisa mengiyakan. Pemandangan yang langka, bukan?

"Aku duduk sama Uwa dulu, ya Neth? Kan tadi malem udah gak sekamar," Charisa menambah alasannya agar Anneth segera duduk bersama Deven.

"Udah, sini!"

Deven menepuk kursi kosong di sebelahnya agar Anneth lekas menempatinya. Apa boleh buat? Semua kursi sudah penuh. Charisa juga sudah menjatuhkan pantatnya di sebelah Nashwa. Mau tidak mau Anneth duduk di sebelah tetangga songongnya, Deven.

Dengan muka-muka malas, Anneth menyimpan tas punggungnya di bagasi atas dan duduk di sebelah Deven.

"Nggak laku, ya?" goda Deven.

Anneth mencebik kesal. Tuan Deven ini benar-benar doyan membuatnya kesal.

"Ngaca dong! Kamu juga." Anneth tersenyum miring, merasa kali ini dia lah yang menang.

"Kan aku kasian sama kamu. Sini, deket-deket tembok supaya nggak dimakan dogy," kelakar Deven yang langsung disambut cubitan dari Anneth.

"Aww! Sakit, Neth."

"Makanya diem!"

Anneth menghela napas kemudian mengeluarkan headphone dari saku jaketnya.

"Ciee samaan. Eh, jaketnya juga. Ngefans, ya?" seloroh Deven dengan tingkat kepedean di atas rata-rata. Juga dengan gaya membetulkan jambul ala Deven andalannya.

"Neth! Anneth? Kok diem sih?"

Tunggu, ada yang ganjil. Biasanya Anneth akan langsung mengumpat atau mencubit seperti tadi. Tapi kenapa sekarang tak terjadi apa pun?

Deven menoleh. Astaga! Anneth tidur. Mesin bus bahkan belum dinyalakan, tapi gadis itu sudah pulas dengan musik di headphone-nya sebagai pengantar tidur.

Perlahan, Deven mengambil ponsel Anneth dan membukanya. Ia hanya ingi tahu lagu apa yang sedang Anneth dengarkan.

I'll Never Love Again

One Month to Shine [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang