PART 3

2.8K 178 1
                                    


Sementara Anneth mengobrol dengan Aji, Deven hanya memerhatikan dari jauh sambil ngedumel tak jelas. Ketika Aji mengusap kepala Anneth dan respon Anneth justru tersipu-sipu, Deven semakin kesal saja. Andaikan Anneth tidak datang bersamanya, Deven sudah memilih pergi sejak tadi. Mall yang dingin karena AC mendadak jadi gerah karena Anneth dan Aji.

Tak sebentar kemudian, Anneth kembali dengan muka girang berseri-seri, bahkan Sri saja tak akan segirang Anneth. Deven membuang muka dan berpura sedang melihat-lihat outer.

"Omagahh, aku disemangatin sama Kak Aji dong..." teriak Anneth tepat di kuping Deven, tentu saja setelah Aji sudah pergi dari toko itu.

"Yaelah, baru dikasih semangat, belum juga dikasih nafkah," gerutu Deven yang terdengar jelas oleh Anneth.

"Kenapa, sih, Dev? Cemburu?"

"Cemburu? Sama kamu?" remeh Deven, "mendingan aku makan seafood."

"Itu mah maunya kamu," seru Anneth sambil mengejar Deven yang dulu menuju kasir.

Barang-barang untuk OMTS sudah katam mereka beli. Kini saatnya bagi mereka untuk pulang. Sebelum keluar mall, mereka sempat bertemu Kak Amel yang tengah makan bersama teman-temannya. Kak Amel memberi sebuah paperbag pada Deven dan mengatakan itu sesuai permintaan mama. Setelah dibuka ternyata isinya adalah dua buah headphone yang sama persis. Di sana juga terdapat kartu yang menerangkan jika headphone itu milik Anneth dan Deven. Ternyata Mama Deven sungguh-sungguh melaksanakan niatnya.

"Headphone baru!!!" teriak Anneth over girang.

"Udah, ayo pulang!" Deven mendorong Anneth masuk mobil karena sudah sedari tadi ia membukakan pintu.

Hari itu memang tidak banyak yang terjadi, namun Anneth dan Deven sama sekali tidak diizinkan untuk memiliki suasana hati yang sama. Anneth tidur dengan perasaan senang dan berharap esok pagi akan berjalan lebih baik. Sementara Deven? Begitu sederhana keinginannya. Ia hanya tidur untuk menghapus kejadian-kejadian menjengkelkan hari ini. Deven tidur membawa kegusaran hingga berujung mimpi buruk.

Terkadang Deven juga berpikir, mengapa seorang Anneth yang sangat moody dan melow itu bisa memberi pengaruh besar terhadap kelangsungan hidupnya. Kalau dibilang karena tetangga dekat, Deven bahkan punya tetangga sebaya yang jarak rumahnya lebih dekat. Kalau dibilang karena satu sekolah, bukannya beribu siswa Cendikia juga teman sekolahnya?

Jika alasannya karena musik, mungkin Deven bisa sedikit memaklumi. Sejak hari pertama tinggal di Jakarta, Deven memang sudah terhipnotis oleh nyanyian merdu seorang gadis yang tinggal di sebelah rumahnya. Semenjak hari itu pula, Deven menawarkan untuk mengiringi nyanyian si gadis dengan piano. Alhasil, jadilah setiap hari mereka bertemu. Hingga terkuak juga oleh si gadis bahwa suara Deven tak kalah merdu. Mereka mulai mengikuti lomba-lomba vokal bersama dan tentunya menang bersama-bersama.

🎵🎵🎵

Pagi yang gelap. Kenapa? Karena meskipun sudah pagi, ini baru jam setengah empat. Anneth menggeliat dan membuka matanya. Seperti kebanyakan remaja lain, benda pertama yang ia cari adalah ponsel. Data yang semalam dimatikan benar-benar membuat gaduh ponselnya ketika dinyalakan.

Notif pertama yang muncul adalah pesan WA dari Aji dan Deven. Anneth tahu mana yang dinamakan prioritas, maka ia mengesampingkan pesan dari Deven untuk membalas pesan dari Aji terlebih dahulu.

One Month to Shine [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang