"Neth, jangan bercanda!"
Akhirnya Deven membentak. Ia harap bentakan itu tidak melukai Anneth, justru mampu mendesaknya mengatakan "it's a prank!". Namun kenyataanya lain. Air mata itu semakin deras membasahi pipi Anneth. Deven tak tahu harus apa dan bagaimana. Begitu juga Nashwa. Keduanya hanya diam menatap Anneth.
"Aku kasih tahu yang lain dulu."
Suara Deven memecah keheningan. Ia langsung turun dari mobil untuk memberitahukan kejadian ini pada yang lain. Kebanyakan memang masih di luar. Menikmati angin malam, menuntaskan kekesalan pada Deven, dan menunggu dengan sabar kejutan Deven sampai di tangan Anneth. Awalnya mereka sedang saling melempar candaan, namun seketika bungkam ketika Deven mengatakan kabar mengejutkan itu.
Kak Mawar dan yang lainnya lantas menghampiri Anneth. Memberi beberapa pertanyaan yang sia-sia karena Anneth sama sekali tak bisa menjawabnya. Akhirnya mereka sepakat membawa Anneth ke rumah sakit, mumpung belum kembali ke basecamp.
Sepanjang perjalanan Anneth hanya diam. Ia menghabiskan waktunya untuk memandang keluar jendela. Menangis pun sudah lelah. Kini ia hanya berpasrah. Untungnya Nashwa tak henti memberi dukungan meski hanya lewat kata-kata. Anneth merasa lebih baik. Ia hanya perlu diperiksa dan mematuhi semua keputusan dokter.
Sesampainya di rumah sakit, Anneth langsung mendapat penanganan. Anak-anak sengaja menunggu di luar agar bisa berpikir jernih.
Nashwa yang sedang duduk di bangku taman tiba-tiba ditarik Joa menjauh.
"Wa, tadi aku nemuin ini," bisik Joa sambil mengeluarkan botol minumnya dari dalam tas. Botol itu berisi teh yang semula diminum Anneth. Joa sudah memindahkannya.
"Minuman apa, tuh?"
"Tuh kan, kamu aja nggak tau. Ini teh, Wa." Lagi-lagi Joa berbisik sambil terus melirik ke kanan dan ke kiri.
"Kok warnanya gitu banget?"
Tepat. Itu yang ingin Joa tunjukkan. Minuman itu terlalu pekat untuk ukuran teh. Warnanya nyaris hitam gelap dan saat dicium, aroma obat menyeruak.
"Aku yakin teh ini penyebab ilangnya suara Anneth," cetus Joa. Teh itu ia siramkan sedikit ke tanaman. Di pikiran Joa, tanaman itu akan berubah sedikit layu, ya, walaupun kenyataannya tidak.
"Kira-kira Anneth beli teh itu dimana?" Nashwa bertanya dan Joa tampak berpikir keras. Ia berusaha mengingat sesuatu.
"Oh iya, tadi waktu kamu adu mulut sama Iden, Kak Mawar lari masuk tuh buat pesen teh. Apa jangan-jangan itu buat Anneth?"
Nashwa memandang ke arah lain. Entah apa yang jadi pusat perhatiannya. Ia benar-benar tak percaya kalau Kak Mawar sengaja memberi sesuatu ke minuman Anneth. Kak Mawar sudah seperti kakak sendiri bagi anak-anak OMTS. Bahkan dari awal Kak Mawar sudah begitu simpatik dengan Anneth. Sangat tidak mungkin baginya untuk menyelakai Anneth.
"Wa, aku udah tau siapa pelakunya. Ayo balik!"
Gadis yang dipanggil Uwa itu hanya bisa bergerak sesuai kehendak Joa. Kemana Joa menariknya, ia ikut. Nashwa belum bisa memberi tanggapan apa pun. Ia sedikit terpukul. Malam ini benar-benar membingungkan. Kalau jadinya begini, lebih baik mereka tetap bertahan di basecamp dan melewatkan malam minggu di kamar masing-masing saja.
Kasihan Anneth. Padahal sewaktu makan malam tadi, Kak Ringgo baru saja membeberkan kegiatan kedua OMTS. Mereka akan tampil di bazar amal. Dan untuk itu mereka harus banyak berlatih. Kepuasaan pengunjung adalah rezeki bagi orang-orang yang membutuhkan. Tapi jika keadaan Anneth begitu? Ia tentu tidak bisa ikut. Seorang penyanyi tidak dapat berkarya tanpa suaranya. Nashwa hanya bisa berdoa agar sebelum acara yang tinggal tiga hari itu, suara Anneth sudah kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Month to Shine [End]
Fiksi Penggemar"Kita seperti dua waktu di muka bumi. Harus ada yang menjadi malam selagi yang lain menjadi siang. Waktu bukan masalah serius. Meski tak terang bersama, semua akan mendapat giliran." Biarlah laki-laki itu berkata bijak sebagai seorang pemimpi dan pe...