Part 21

1.8K 135 24
                                    

Seperti janji yang seolah disembunyikan dari Anneth, Kak Mawar betul mengajak anak-anak bermalam minggu. Sayang, tidak semua berminat hingga memilih tetap bertahan di basecamp. Mereka itu adalah Lifia, Charissa, Clinton, dan Gogo. Untuk alasan tersendiri, Gogo memilih menemani Charissa yang belum sembuh total. Sementara yang lain, tentu tak ada alasan untuk menolak. Lebih-lebih Anneth yang rindu makanan luar. Ia tak segan menulis daftar menu yang akan ia beli nanti.

Akan tetapi, ada yang aneh dengan perjalanan mereka. Tiga belas anak yang dibagi ke dalam dua mobil, salah satu mobil yang berpenumpangkan Anneth dan Deven hanya dipenuhi keheningan. Semua bermula ketika Joa menyinggung masalah Wiliam pada Anneth.

"Gimana Neth, tadi jadi ketemu Wiliam?"

Waktu itu Joa benar-benar sedang tidak berpikir jernih. Ia tak sadar jika kata-katanya bisa menimbulkan tanda tanya baru di benak Deven.

"Jo!" Friden berusaha mengalihkan, "nggak usah bahas yang lain lah! Kan ada aku di sini."

"Ya kan bisa nanti, Den. Aku lagi kepo. Tadi Anneth buru-buru pergi cuma buat nyamperin Wiliam."

Di keadaan tertentu, Joa memang bisa sangat menyebalkan. Friden menghela napas dan wajah Anneth memucat. Sementara itu, Deven berulangkali mengubah posisinya, gelisah.

"Kak Mawar,  AC-nya digedein, dong!" keluh Deven sambil mengipas-kipaskan kerah bajunya.

"Ini udah gede, Dev. Takut yang lain pada masuk angin."

Tak ada penimpalan bagi Deven setelah mendengar perkataan Kak Mawar. Ia juga tak mau yang lain sakit hanya gegara dirinya yang mendadak gerah. Alhasil Deven hanya bisa memelorotkan tubuhnya pada sandaran kursi dan memilih tak lagi bersuara.

"Jo, sekarang pilih mana, kamu ngobrol terus sama Anneth atau aku nggak mau ngomong sama kamu malem ini," ancam Friden. Entah sadar atau tidak, omongan Friden sebenarnya telah kembali mengingatkan Joa akan topik yang sempat terlupakan.

"Serah kamu, deh." Joa mengerling lalu berpaku pada Anneth. "Gimana, Neth?"

"Aku nggak ketemu Wiliam, Jo. Udah, ya? Aku ngantuk."

Anneth yang merasa terganggu lekas membenamkan kepalanya di bahu Nashwa. Tak peduli akan Nashwa yang sedang sibuk berkirim pesan dengan Alde sebelumnya. Deven pun hanya melirik sekilas dan ikut memejamkan mata. Finally, Anneth dan Deven tertidur, memicu bungkamnya Joa dan Friden. Sepertinya Friden sungguh-sungguh tak akan berbicara pada Joa malam ini.

Satu jam kemudian, mereka tiba di sebuah pekan raya. Nashwa membangunkan Anneth sementara Deven lebih dulu terbangun. Ia tak langsung turun untuk memastikan Anneth turun dari mobil dengan selamat. Setidaknya Anneth tidak terjatuh lantaran kantuknya belum hilang.

"Anneth, bangun ih! Aku mau turun," rengek Nashwa yang sudah tak sabar untuk menghampiri Alde.

Sekarang memang hanya tersisa mereka bertiga di dalam mobil. Nashwa, Anneth, dan Deven.

"Turun aja Wa, biar aku yang temenin Anneth," ujar Deven dari bilik depan.

Nashwa menganga sekejap namun mengangguk tanpa ragu kemudian. Deven juga tersenyum. Ia berhasil menyelamatkan dua temannya. Nashwa yang ingin segera turun dan Anneth yang benci sendirian.

"Tapi kamu ke sini dulu, Dev. Kasian Anneth nggak ada sandaran kalau aku turun."

"Siap."

Tanpa menunggu Nashwa memohon-mohon, Deven langsung gercep dengan merangsek ke belakang. Nashwa bergeser, membiarkan Deven mengambil alih kepala Anneth. Kini Deven kembali menjadi sandaran bagi Anneth untuk kedua kalinya.

One Month to Shine [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang