"Ini mobil jalannya kayak keong dah!" umpat Wiliam sambil goyang-goyang walaupun posisinya sedang duduk.
Tak tunggu lama, Gogo yang earphone-nya copot sebelah gegara kelakuan Wiliam langsung misuh-misuh dan pindah tempat. Wiliam dibiarkan sendirian di belakang, sementara di depan yang lain saling pangku. Michael berulangkali menaboki Gogo karena badannya yang gempal itu dengan teganya merebut tempat duduknya.
"Kenapa? Kalo mau protes, noh sama cacing kepanasan di belakang!" suruh Gogo lalu kembali lagi pada game online-nya.
"Kenapa Wil?" Friden sebagai penengah yang semula duduk di depan lantas pindah ke belakang bersama Wiliam. Membiarkan Gogo mengambil alih tempatnya.
"Kebelet pipis."
"Astaga, kirain ngapa! Bentar lagi nyampek, kok."
Sesampainya di basecamp, Wiliam langsung melompat turun tanpa menunggu yang lain. Ia berlari kecang tak peduli apa pun di depannya. Apes, toilet depan yang terdekat dari pintu masuk tidak bisa dibuka. Wiliam pun sigap beralih mencari toilet lain. Ia ingat di bagian belakang ada toilet yang jarang digunakan.
Saking semangatnya bertemu toilet, Wiliam tak sadar jika kakinya mulai berayun kencang atau singkatnya Wiliam mulai berlari. Sementara itu, dari pintu belakang, Anneth yang berlari baru terlihat tatkala Wiliam berada sejengkal di depannya. Baik Wiliam maupun Anneth tak sempat mengerem dan tubrukan pun tak bisa dihindarkan.
Keduanya sama-sama terpental jatuh. Anneth terlempar ke tembok sedangkan Wiliam terpental hingga tangannya membentur sudut meja pajang.
"Mama!!!"
Anneth melotot tak percaya. Dihampirinya Wiliam yang mengerang sambil berguling-guling memegangi tangannya.
"Wil, kamu nggak papa, kan?"
"Aww!" Wiliam berteriak tak karuan ketika Anneth menyentuh pergelangan tangannya.
"Wil, jangan gerak! Aku rasa tanganmu patah."
Anneth segera berteriak meminta bantuan, tapi tak ada yang datang sama sekali. Kemudian ia beranjak untuk memanggil seseorang. Deven. Ya, hanya Deven yang saat itu ada di pikiran Anneth.
Ketika dihampiri, Deven sedang senyam-senyum sambil memegangi pipinya.
"Dev!" sentak Anneth. Deven tergeragap.
"Lhoh Neth, kenapa? Kok panik gitu?"
Tanpa menjawab, karena paniknya Anneth hanya bisa langsung menarik Deven menghampiri Wiliam. Sesampainya di tempat kejadian tadi, Wiliam justru sudah dikerumuni anak-anak cowok dan siap dievakuasi.
Anneth menggigit bibir bawahnya kuat-kuat dan mengekor di belakang Wiliam. Deven sudah sejak tadi ikut memapah Wiliam. Tak sampai ke mobil, Anneth keburu lemas dan jatuh terduduk di teras. Deven yang kebetulan menoleh lantas menyerahkan tugasnya pada Clinton dan beralih menghampiri Anneth.
Deven berjongkok. "Kenapa, Neth?" tanyanya dengan kedua tangan memegangi pundak Anneth.
"Wiliam jatuh gara-gara aku," jawab Anneth. Suaranya tercekat.
"Itu kenapa, sih?"
"Kenapa rame-rame?"
"Kayaknya Wiliam, deh. Eh, itu Anneth sama Deven!"
Riuh. Nashwa datang disusul anak-anak cewek yang lain. Mereka terkejut ketika mendapati Wiliam digiring masuk ke mobil dan Anneth yang mematung dengan Deven di hadapannya.
"Ini gara-gara aku," ujar Anneth. Beberapa syok. Syok karena penuturan Anneth dan juga sebab suara Anneth yang ternyata sudah pulih.
🎵🎵🎵
"Maaf ya Wil. Andai aku nggak lari-lari waktu itu."
Wiliam terkekeh sebelum membuka mulut dan suapan Anneth sampai kepadanya. Anneth meletakkan sendoknya kemudian mengernyit heran. Tidak seperti biasanya, kali ini Wiliam lebih ceria.
"Kok ketawa?"
"Harusnya aku bersyukur dikasih sakit. Segala ujian pasti punya sisi positifnya sendiri," jawab Wiliam sambil memandangi tangan dan kakinya yang dibalut perban, meratap.
"Aku jadi bisa deket lagi sama kamu," lanjutnya.
Anneth menggigit bibir bawahnya. Ini yang ia takutkan sejak pertama kali Wiliam datang di OMTS.
"Please Wil, aku nggak mau nginget yang dulu-dulu."
"Iya, aku paham. Kamu berhak menjalani hidupmu sesuai keinginanmu." Ada sedikit jeda sebelum Wiliam melanjutkan kalimatnya.
"Deven, kan?" Anneth mengangguk. Ia telah mengikrarkan pada dirinya sendiri dan pada Wiliam barusan bahwa ia menaruh rasa pada Deven.
"Terserah Neth. Tapi, aku mau kamu rawat sampai bener-bener pulih. Kamu harus inget aku kayak gini gara-gara siapa."
Mati-matian Anneth menahan, namun helaan napas masih lolos begitu saja. Sebagai permintaan maaf, Anneth memang menawarkan untuk merawat Wiliam. Akan tetapi, ia mulai merasa tidak nyaman. Ego Wiliam mulai bermain. Ia seolah mengekang dan tidak memperbolehkan Anneth dekat dengan Deven dengan cara menyita sebagian waktu gadis itu untuk merawatnya.
"Iya. Kalau aku nggak sibuk. Di sini aku juga punya tanggung jawab sama OMTS."
Wiliam menunjuk gelas di nakas dan dengan sigap Anneth mengambilkannya. Ditunggu dengan sabar oleh Anneth hingga Wiliam selesai meneguk minumannya.
"Asal nggak yang lain-lain aja, Neth."
Pasti Deven lagi. Wiliam tak henti-hentinya mengungkit Deven. Anneth sampai jengah mendengarnya. Andaikan kejadian kemarin tidak terjadi, sekarang Anneth tentu bisa bersenang-senang dengan Deven. Ada lagu baru yang perlu untuk dicover.
"Iya. Terserah kamu aja!" Anneth setengah membantingkan piring ke nakas dan berlalu pergi.
Anneth meninggalkan kamar Wiliam. Namun, sesuatu menahannya hingga ia hanya bisa mematung di ambang pintu. Britney. Ya, gadis itu.
"Maafin aku, Neth," ujar Britney yang langsung memeluk Anneth.
"Maaf buat apa?"
"Aku dalang dibalik semuanya."
🎵🎵🎵
A/N: Maaf sedikit banget. Cuma segini yang bisa aku kasih. Mohon dimaklumi karena aku lagi ribet-ribetnya ngurusin ini itu di sekolah.
Sembari nunggu cerita ini up, kalian bisa baca cerita temenku dulu, syifaina2121
Bagus, direkomendasikan buat kalian yang suka Anneth dan Deven
KAMU SEDANG MEMBACA
One Month to Shine [End]
Fiksi Penggemar"Kita seperti dua waktu di muka bumi. Harus ada yang menjadi malam selagi yang lain menjadi siang. Waktu bukan masalah serius. Meski tak terang bersama, semua akan mendapat giliran." Biarlah laki-laki itu berkata bijak sebagai seorang pemimpi dan pe...