21 Pantas bagiku

46 9 5
                                    

Hayoung pov

Wanitu itu melangkah menghampiriku seraya membawa nampan berisikan makanan yang kami pesan, rasa canggung mulai aku rasakan ditambah tidak adanya jungkook yang katanya ke kamar mandi tapi belum juga kembali sampai sekarang.

"terimakasih". Ucapku dengan kepala menatap makanan dihadapanku.

Aku dapat melihat dari sudut matakh bahwa ia belum juga kembali, ia masih berdiri di dekatku, apa yang dia lakukan?
Dan aku harus bersikap seperti apa?

"A--"

"Hayoung, bisa bicara sebentar?". Apa? Benarkah? Ibu ingin berbicara denganku? Mengapa?

"Ya"

Ia menarik kursi yang sempat menjadi tempat duduk jungkook sebelumnya dan kemudian duduk, cukup lama kami terdiam karena kenyataan bahwa aku tidak pernah berbicara secara khusus seperti ini. Ia menarik napas panjang dan menatapku dengan tatapan yang tak dapat aku artikan, sepertinya dia sedang kebingungan untuk Memulainya dari mana.

"Ibu rasa, keadaan setelah ini akan berubah".

"maksud ibu? "

"Maaf jika ibu bersikap dingin padamu, ibu hanya melatih diri bagaimana rasanya suatu saat kau akan membenci ibu". Aku benar benar bingung dibuatnya, maksud ibu apa? Aku akan membencinya? Tapi karena apa? Aku ingin bertanya tapi aku akan diam tetap membiarkannya berbicara.

"Kau kehilangan kasih sayang seorang ayah sebanyak dua kali, ibu mengerti perasaanmu, kau menyayangi ayah dan daddy kan? Belum sempat kau membuat banyak kenangan dengan daddymu, maaf"

"seharusnya ibu memberitahumu dari dulu, saat kau masih bisa memaafkan ibu, kurasa. Tapi sepertinya saat itu kau sangat bahagia dengan ayah barumu, dan itu sudah cukup membuat ibu juga bahagia. Ibu tidak mau merusak kebahagianmu. Hingga.... Kau kembali kehilangannya".

"Daddymu, ibu belum memberitahumu atas sebab apa dia meninggal, apa kau akan membenci ibu jika ibu mengatakan bahwa ibu yang membunuhnya? "

"apa yang kau katakan? ". Rasa sesak memenuhi dada, lelucon apa yang ia katakan?

"ya, kau berhak marah pada ibu, tapi mohon maafkan ibu". Sungai kering mulai mengalir, mataku mulai berkaca kaca. Jadi ini bukanlah lelucon?

"Daddymu meminum kopi yang didalamnya mengandung racun, dan... Dan ibu yang melakukannya, ibu yang--- Seharusnya bukan daddymu yang meminumnya, seharusnya----"

"mianhae, mianhaeyo hayoung- ah. Ibu benar benar tidak tau bahwa ini akan terjadi, dan penyesalan yang ibu rasakan sekarang, hayoung kau mau memaafkan ibu'kan? Itu sudah berlalu kan? Itu---itu sebuah ketidaksengajaan kan? Itu----"

"eomma,....kematian daddy memang bukan salahmu. Tapi..... tidak pernah aku memiliki ibu pembunuh seperti mu". Sudah cukup, aku tidak mau mendengarnya lagi, akan lebih baik jika aku tidak mendengar semuanya jika itu hanya akan membuat hatiku semakin sakit.

Aku beranjak dari tempat dudukku dan bahkan makanan yang kupesan tidak aku cicipi sedikit pun, hilang sudah nafsu makanku, pikiranku kalang kabut. Dialah ibuku? Untuk apa ia melakukan ini? Jika bukan untuk ayahku, lalu siapa yang ingin ibu bunuh?

Air mataku jatuh kembali kala ibu menahan tanganku. Aku bukanlah seseorang yang akan dengan mudah menerima kenyataan ini, aku sayang ibuku, tapi biarkan aku sendiri,hingga keadaan mulai membaik.

"Hayoung, kau akan pergi?".

Aku berbalik, membiarkan ia melihatku sekali lagi, hingga aku akan pergi setelahnya.

"eomma, walaupun kau bersikeras menjelaskannya padaku, tidak akan mengubah pandanganku mengenai bagaimana ibu melakukan itu, kalau bukan daddy lalu siapa yang akan ibu bunuh? Dan yah, apa sekarang ibu sudah ikhlas membiarkan aku pergi setelah berapa tahun ibu mengacuhkanku?"

Spring Day 봄날 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang