15

55 13 3
                                    

Hayoung mengambil tempat duduk dekat dengan pohon yang terbilang cukup besar, ia menyenderkan punggungnya yang rasanya ingin remuk, dengan sedikit pukulan ringan ia menepuk bahunya walau itu tak akan berhasil, bukan raganya yang lelah namun rohaninya, ia kembali teringat saat wali kelas mengatakan beasiswanya akan dicabut, jujur ia keberatan dan ingin menolak.

Beasiswa yang ia pertahankan cukup keras, apakah kini akan pergi begitu saja? Lalu apa yang akan ia katakan pada ibunya? Apakah ia berhenti sekolah? Tidak,  itu cukup gila untuk ia lakukan, lalu dengan apa? Bekerja? Sepertinya iya.

Hayoung menghela napas berat, kembali mengingat sama saja dengan menambah bebannya, jadi dia berusaha seperti tidak terjadi apapun, itu saja, cukup.

Sepasang sepatu hitam berkilau bertengger di hadapannya kala ia menunduk, karena penasaran, ia mendongak dan melihat wajah itu lagi, gadis itu, gadis yang kemari ia gantikan posisinya, hayoung bodoh? Tentu saja. Menggantikan gadis itu dibuli.

Lalu untuk apa ia menghampiri hayoung, ia tidak tau.

"Mian"

Hayoung menatapnya datar tanpa memberi jawaban, menunggu ia menyelesaikan perkataannya.

"apa yang akan aku lakukan untuk yang kemarin"

"tidak"

"tidak bisa, aku harus"

"kubilang lupakan, karena itu memang nasibku"

"aku ingin berteman denganmu"ucapnya sambil duduk di dekat hayoung.

"tidak bisa"

"wae? Kau berteman dengan jungkook, tapi denganku?kau tidak mau?"

"bertemanlah seperti biasa, tapi bukan denganku, juga aku tidak menganggap aku berteman dengan jungkook, jadi lupakan saja"
Hayoung berlalu saat selesai mengucapkan kalimatnya, sedang gadis itu ikut berdiri dan mengekorinya.

Hayoung berhenti dan berbalik
"apa yang kau mau?"

"hanya ingin membalas yang kemarin"

"kalau begitu lupakan saja"

.

"lalu bagaimana jika aku penyebab masalahmu". Hayoung berhenti, menatap penuh rasa penasaran.

"aku akan membantumu agar membatalkan pencabutan beasiswamu"

"tidak perlu"

"katakan satu kata, dan aku akan menghadap wali kelas"

"ti---"

Ia melangkah mundur dan berlari pergi, ia tidak mengerti, apa yang akan ia lakukan, membantunya? Jelas itu tidak mungkin terjadi, lalu untuk apa?

**

"hayoung ah"

Suara bariton memenuhi pendengaran juga otaknya, ia terdiam beberapa saat tanpa membalikkan badannya, suara tapakan kakinya seperti suara nyaring yang memekakkan telinga, ia baru tau jika suara tapakan kakinya begitu jelas masuk pendengarannya, sekali lagi ia tidak bisa sekedar menyapanya balik, bukan waktu yang tepat itu.

"kau menjatuhkan jepit rambutmu"

"aku tak membutuhkan itu lagi". Tidak, bukan ini yang seharusnya ia  katakan, tapi ia hanya diam dan membiarkannya.

Tangan jungkook menarik uluran tangannya dan menyimpan jepit rambut yang pernah ia berikan padanya, hayoung menatap sendu jepit rambut yang ia bawa selalu.

"oh, kalau begitu aku akan menyimpannya".ucapnya dengan senyum yang tidak ia mengerti.

Selepas itu, jungkook berbalik meninggalkan hayoung yang masih terpaku, mianhae . Ia memejamkan matanya lesu, menatap penuh arti punggung yang selama ini menemaninya, bahkan untuk sekian kalinya ia buat kecewa.

.

Hayoung pov.

Panas terik menyapa, membuatku benar benar ingin berendam di dalam genangan air dingin, namun tidak mungkin, jadi aku hanya menyenderkan punggungku di pohon besar yang berada di tengah taman, semut semut yang berjalan beriringan menemani letihnya aku, sesekali aku mengerjai mereka dengan menjatuhkan makanan hingga membuatnya berbalik dan mengambil kembali.
Namun hal itu tidak juga menghilangkan rasa lelah ini, jika saja aku merasa lelah karena selesai berlari bisa saja aku bersender di pohon ini sambil menikmati segelas lemon dengan es batu yang menggoda di dalamnya.

Aku ingin tidur tapi sesuatu mengangguku, seseorang tengah mengawasiku dari jarak yang cukup dekat, sebelumnya aku tidak terlalu peduli tapi sekarang aku cukup penasaran, apa yang membuatnya mengawasiku?bahkan aku merasakan ini selama beberapa hari ini, dia mengawasiku disekolah? Apa ia tidak punya pekerjaan lain?

Aku bangkit dan berjalan ke arahnya, mengumpulkan sedikit keberanian, bagaimana jika ia mengincarku? Dan membunuhku? Tidak itu adalah pikiran bodoh,

"keluar lah". Aku memberanikan diri memanggilnya, gerakan seseorang dan aku yakin dia mengenakan seragam sekolah, dengan sedikit penekanan akhirnya ia keluar juga walaupun dia sedikit takut.

"kau? Apa yang kau lakukan?"

Gadis itu, gadis yang ia gantikan posisinya saat di rooftof, apakah selama ini dia yang menguntitnya? Untuk apa?

"aku perlu bicara denganmu"

*

"sudah kukatakan aku hanya ingin membalasmu"

"dan sudah aku katakan lupakan saja"
Gadis itu cukup keras kepala, membuatku ikut pusing, apa yang dia mau? Balas budi? Oh ayolah bahkan itu hanya masalah kecil, tapi dia bersikeras membantuku, membantuku mengembalikan beasiswa itu,

"hayoung, kita bisa bicarakan ini pada kepala sekola, hanya masalah ini saja kenapa dia harus mencabut beasiswamu? Aku rasa itu tidak adil hayoung"

"ini takdirku, aku tidak bisa mengubah"

"kau terlalu bodoh untuk menerima ini semua, kau berkata seolah ini berakhir, bahkan kau belum mencobanya---"

"ya aku memang bodoh!! Jadi berhenti berkata seolah aku bisa mengubahnya, aku miskin!!memang, aku berusaha keras belajar supaya ibuku tidak usah membiayai aku sekolah, dan ini memang sudah berakhir"

Dia memegang tanganku, menyalurkan perasaannya lewat tatapan memohonnya.

"terima kasih sudah peduli padaku, aku akan melewati ini dengan suka cita"

Aku melepas tangannya, menepuk sesekali punggung tangannya seolah ini bukan apa apa, dia menatapku sendu, aku tersenyum dan pergi meninggalkannya.

Spring Day 봄날 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang