32

39 7 3
                                    

"Sehun oppa".

"Benar!! Kau sudah tidak memiliki beasiswa itu lagi! Dan selama ini juga ibumu yang sudah tua yang bekerja siang malam yang selalu khawatir padamu sampai aku bosan mendengar dia berbicara tentangmu, tentang bagaimana ia selalu takut jika kau tau tentang kebenarannya. Kau tau aku bosan, aku bosan terus menerus merahasiakan ini semua padamu. Ibumu menyayangimu, sangat". Ia menghela napas sejenak.

"ia selalu mengkhawatirkanmu, bahkan saat kau belum pulang, ia selalu khawatir. Ia bekerja untukmu, supaya kau bisa tetap melanjutkan sekolahmu".

Kepalaku pening, dan jujur aku bimbang. Bagaikan ribuan orang berbicara padaku, memberikan argumen yang berbeda hingga aku tidak tau suara siapa yang harus aku percaya.

"Kenapa aku selalu begini". Bisiknya seraya memegang kepalanya, ia menatapku sebentar dan berlalu.

"Sehun op--". Ia berbalik.

"Jangan panggil aku, jangan biarkan aku meneriakimu lagi". Potongnya dengan suara rendah hingga hampir tidak dapat aku dengar.

🌸

Awan hitam hampir sepenuhnya menutupi langit biru disiang hari seperti tidak ingin membiarkan secercah cahaya menyinari pohon dan rumah rumah. Akhir pekan dengan segala keabu abuan.
Angin berhembus pelan namun terasa dingin dan berhasil membuat dedaunan gugur.
Kami berjalan ke tempat dimana sahabat jungkook berada, kim seokjin namanya. Ia mengatakan padaku bahwa sebenarnya ia sangat ingin pergi menemui semua sahabatnya, namun tempat mereka yang berjauhan, jadi disinilah kami. Di seoul. Menemui salah satu sahabat yang sangat jungkook rindukan.
Aku melangkah agak menjauh membiarkan jungkook melepas kerinduannya dan menceritakan banyak hal pada sahabatnya.
Aku tersenyum pahit, persahabatan yang sangat kuat, hingga bisa aku rasakan bagaimana mereka dulu.
Walaupun tidak pernah aku merasakan bagaimana memiliki sahabat layaknya jungkook dengan mereka.

Hatiku seakan teriris mengingat impian mereka yang begitu besar namun hilang dalam sekejap karena sebuah kecelakaan yang merenggut nyawa mereka. Aku membayangkan bagaimana mereka tersenyum senang seakan melihat sebuah cahaya terang didepannya, senyum mereka saat meraih mimpi mereka, merasakan sukses bersama dengan segala problem yang mereka alami sebelum sebelumnya.

Jungkook kembali tersenyum memang, namun menyimpan sesuatu yang berat didalamnya. Masih ada yoongi dan taehyung tapi itu tak berarti apa apa karena mereka tak lengkap. Itu tak ada gunanya untuk kembali meraih mimpi mereka. Perkataan itu yang selalu aku dapat dari mulut jungkook saat aku bertanya 'bisakah kau raih lagi mimpimu demi mereka?'

Kami berjalan ditrotoar dalam diam, sejak dari berkunjungnya Jungkook ke pemakaman sahabatnya, ia tidak berbicara sama sekali. Aku mengerti.

"Tanggal 13, tepatnya hari Kamis. Kami berpisah, bukan pergi untuk sementara dan setelah itu bertemu lagi. Tapi kami berpisah untuk bertemu dengan cara yang berbeda. Dunia yang berbeda. Aku menyesal, menyesal karena telah pergi begitu lama. Harusnya aku tidak perlu pergi Kanada. Itu karena aku bodoh. Bodoh karena sudah menuruti permintaan ibu kandungku. Jika aku tidak pergi, mungkin akan banyak kenangan kami, kesempatan kami untuk meraih mimpi kami akan lebih besar". Ia berbicara kemudian, ia bercerita dengan tetap berjalan lurus tak fokus. Aku berjalan dibelakangnya berusaha tidak mengganggunya dan mendengar ceritanya.

"Aku merindukan mereka". Suara mengecil hampir tidak dapat aku dengar, ia berhenti melangkah begitupun juga aku.

Ia berbalik sambil menunduk dan berdiri tepat dihadapanku, ia masih terus menunduk hingga aku melihat buliran air jatuh mengenai jalan trotoar yang kering. Jungkook menangis?
Ia mengambil satu langkah maju dan meletakkan kepalanya dipundakku, aku sempat terkejut dan ingin menghindar tapi ia menahanku. Ia memegang tanganku agar aku tidak merubah posisiku.

Spring Day 봄날 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang