08. New Puzzle

502 88 40
                                    

Di tengah ruangan yang temaram. Seorang cowok menghembuskan asap dari mulutnya ke udara. Matanya terpejam rapat seolah ia sangat menikmati hembusan demi hembusan yang ia keluarkan.

Raka. Cowok itu terus memikirkan ucapan Alicia kepadanya. Hal itulah yang membuatnya kembali menyentuh benda berisi tembakau itu. Padahal, sejak pertemuan kedua dengan Nasya ia tidak pernah lagi menyentuh benda itu.

Ia melakukannya yang pertama karena ia sudah tidak lagi stress memikirkan masalah-masalah dalam hidupnya. Setiap kali melihat Nasya, ada aura positif cewek itu yang membuat Raka melupakan masalahnya sendiri.

Yang kedua, karena ucapan Nasya. Walau cewek itu tidak secara langsung mengatakan bahwa ia merasa sesak ketika menghirup asap rokok, tetapi Raka cukup peka ketika melihat cewek itu sulit bernafas ketika di dekatnya.

Intinya, perubahan itu terjadi karena Nasya. Cewek yang terus saja menyita perhatiannya dengan sikap aneh cewek itu. Cewek pemalu yang polos, tapi bisa berubah menjadi sangat ribut dan bawel.

Namun, malam ini Raka tidak bisa menahan diri. Daripada ia melakukan hal yang tidak-tidak, ia lebih memilih untuk menjadikan rokok sebagai pelarian. Dengan merokok, ia merasa masalahnya ikut terbang bersama asap-asap yang ia hembuskan.

"Alicia, lo bukannya berubah, malah makin berulah," ucap Raka sambil memandangi foto Alicia yang tertempel begitu banyak di dinding kamarnya.

Raka kembali menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya. Ia kemudian melirik foto masa kecilnya yang sengaja ia letakkan di meja belajarnya. Terlihat seorang cowok berkacamata di sana. Wajahnya penuh jerawat dan tubuhnya sedikit gendut. Rambutnya kusam dan berantakan. Ia meraih bingkai foto itu, kemudian tertawa hambar.

"Alicia mungkin bener, dia pergi dari gue karena jijik sama keadaan gue," ucap Raka, "Nyokap gue aja lebih pilih uang daripada gue, bocah gendut yang buruk rupa," sambungnya.

Ia tersenyum miring. Kemudian Raka kembali meletakkan foto itu dan menikmati dunianya sendiri.

Di tempat lain. Di sebuah kafetaria yang tidak jauh dari SMA Anak Bangsa. Nasya, Theo dan Dinan sedang duduk menikmati malam.

"Tadi sore pas pergi bareng Raka, gue jumpa sama Alicia," ucap Nasya.

Theo tiba-tiba tersedak minumannya sendiri, "Apa? Jadi lo tadi sore pergi bareng Raka?"

"Iya," jawab Nasya pelan.

"Pergi ke toko buku bareng Raka?" tanya Theo lagi.

"Iya, kakanda," jawab Nasya mulai kesal.

"Oh, jadi cewek yang selama ini ngaku ogah deket-deket Raka, mulai ngaku-ngaku jadi pacarnya Raka?" goda Theo dengan senyum jahilnya.

"Apa? Gimana? Gimana? Si Nasya ngaku pacaran sama Raka?" tanya Dinan sambil berusaha mengulum senyumnya.

"Iya, ini anak ngaku di grup diajakin pergi bareng pacar ke toko buku. Gue kirain dia cuma cari alasan buat kabut dari reuni, sekalian mau bikin Ibra kepo. Eh, ternyata ye," Theo dan Dinan kemudian tertawa.

Nasya berdecak malas, "Yo, gue mau bahas yang lebih penting. Soal itu nanti aja gue ceritanya."

"Ini juga penting, Sya. Tentang seorang cewek yang akhirnya kena karma dari ucapannya sendiri," ucap Theo masih diselingi tawa.

"Ih, ini gue lagi mau serius!" Nasya menepuk pahanya kesal.

"Iya, deh, iya. Emang apaan?"

"Gue ketemu Alicia pas di toko buku," ucap Nasya kembali serius dengan nada suara yang ia kecilkan, "Dan lo berdua tau nggak, ternyata..."

First Tuesday In September✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang