28. Intimidate

231 30 5
                                    

Setelah perjalanan yang menegangkan selama sepuluh menit, akhirnya Nasya dan Raka tiba di halaman parkir sekolah. Nasya segera turun dari motor, membuka helmnya, dan merapikan rambutnya yang berantakan. Disusul Raka yang kurang lebih juga melakukan hal yang sama.

Nasya menghela lelah. Ia memejamkan matanya. Sepanjang jalan tidak ada percakapan di antara mereka berdua. Cowok itu terlihat fokus dengan jalanan di depannya, sedang Nasya lebih fokus dengan detak jantung yang tak bisa dikontrolnya. Akhir-akhir ini Nasya semakin sadar bahwa ia tidak lagi bisa menyembunyikan perasaannya jika ia sedang bersama dengan Raka. Cowok itu lebih mendebarkan daripada pengumuman giveaway mingguan yang Nasya ikuti.

“Kenapa malah diam di sini?” tanya Raka sambil mengacak rambut Nasya gemas hingga membuat Nasya membatu, “sana ganti celana lo,” ucap Raka lagi dan menyadarkan Nasya dari keterkejutannya.

“Oh, iya!” pekik Nasya.

Setelah mengembalikan helm milik Raka dan mengucapkan terimakasih, Nasya segera berlari menuju toilet perempuan. Tanpa sadar kalau Raka masih tersenyum menatap punggungnya yang menjauh.

Tiba di dalam kamar mandi, Nasya meletakkan tangannya di dada. Merasakan debaran jantungnya yang bertalu-talu. Degup itu semakin cepat hingga Nasya dapat merasakan hangatnya sampai ke wajah. Nasya tersenyum dan mulai bertingkah tidak menentu. Ia salah tingkah. Ia merasakan dirinya terlalu bahagia padahal ini bukan kali pertama ia dibonceng oleh Raka.

“Ya ampun! Kok gue jadi kampungan gini? Mana Nasya yang kalem, yang tenang, yang santai? Kenapa gue jadi kaya cacing kepanasan gini?” ucapnya dengan kilatan mata berbinar cerah.

Saat ini Nasya persis seperti orang tidak waras. Ia mengoceh sendiri, tersenyum-senyum malu, dan melompat-lompat girang beberapa kali. Bahkan ia membiarkan rona merah di pipinya menyala semakin merah. Nasya dipenuhi oleh perasaan aneh sepenuhnya. Ia sadar, ia sedang kasmaran sekarang.

Seketika segala masalah yang ia pikirkan semalaman penuh menguap begitu saja. Tidak meninggalkan bekas apalagi sisa. Raka benar-benar sukses membuat Nasya melupakan rasa kesal dan kecewanya kepada kedua orangtuanya. Cowok itu pagi ini sudah berhasil memperbaiki mood Nasya yang kurang bagus sejak semalam.

Namun, rona bahagia di wajahnya seketika berganti suram. Ia terdiam dengan kepala menunduk, “Tapi, apa nggak masalah gue kaya gini?” gumamnya sendu.

“Tapi, hari ini Raka manis banget, tolong!” ucapnya lagi dengan pipi yang kembali merona.

“Woy!” teriakan Dinan yang berasal dari pintu masuk mengagetkan Nasya, “dih, lo kenapa, dah?” tanya cewek itu bingung saat melihat senyum Nasya lebih lebar dari biasanya.

Bukannya menjawab Nasya malah semakin memperlihatkan senyum malu-malunya. Hal itu membuat Dinan menatapnya dengan tatapan takut sekaligus geli.

“Ketempelan ya, lo?” tanya Dinan lagi.

Nasya mengayunkan tangannya di udara, “Hush! Aneh-aneh aja lo.”

“LO LEBIH ANEH, TOLONG,” teriak Dinan yang semakin heboh, “dan lagi, kenapa lo malah pake celana kaya gitu ke sekolah?!”

“Udah, udah, jangan berisik. Nanti aja gue jelasin,” jawab Nasya yang kemudian langsung masuk ke salah satu bilik untuk mengganti celananya dengan rok sekolah.

Setelah selesai mengganti celananya, Nasya segera menarik Dinan keluar dari toilet tanpa menghiraukan pertanyaan demi pertanyaan yang dilayangkan cewek itu kepadanya. Nasya terus mempertahankan senyum malu-malunya sepanjang ia melangkah di koridor.

“Lah, itu temen gue kenapa? Kok kaya anak SD lagi kasmaran gitu?” ucap Theo saat Nasya dan Dinan berjalan melewatinya. Selanjutnya cowok itu segera memutar haluan dan berlari mengejar Nasya dan Dinan.

First Tuesday In September✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang