48. Is This Serious?

211 27 8
                                    

Nasya menghela gusar. Ia menyalakan musik bernada sedih dengan suara yang keras di kamarnya. Mencoba menikmati suasana hatinya yang benar-benar sedang kacau. Bukan karena Icha. Bukan pula karena Raka. Tapi, karena sikap kedua orangtuanya.

Nasya kembali memandangi foto masa kecilnya itu. Ia tersenyum manis. Tangannya tergerak untuk mengelus lembut fotonya itu. Wajahnya benar-benar sangat cantik. Bibirnya, hidungnya, dagunya, dan kedua lubang di pipinya itu.

“Cantik banget lo,” ucap Nasya, “andai kita bisa ketemu, gue pengen lo ceritain semua pengalaman seru lo. Gue pengen tau hal apa aja yang udah lo lewati. Hal yang bikin lo akhirnya berubah jadi gue.”

“Sebenernya apa, sih, yang terjadi sama kita berdua?” tanya Nasya masih sambil memandangi foto itu, “kenapa Papa-Mama sampe nggak ngizinin gue untuk tau semua hal yang lo lalui? Apa hidup gue akan hancur kalo seandainya gue tau? Atau apakah hidup gue akan benar-benar jauh berbeda dari apa yang terjadi sekarang?”

Nasya mendengus pelan. Ia kemudian menelungkupkan kepalanya ke atas foto itu. Tidak ada lagi air mata yang menetes. Ia sudah terlalu lelah menangis sepanjang hari ini. Ia sudah lelah terisak apalagi sampai sesenggukan. Hatinya kini sudah hampa. Semua usahanya sudah berakhir sia-sia. Mungkin Tuhan memang tidak pernah mengizinkannya untuk mengingat masa lalunya. Mungkin masa lalu itu akan membuatnya semakin tersiksa.

Nasya mengangkat kepalanya, “Gue akan benar-benar berhenti. Nggak akan ada lagi teka-teki yang mau gue cari, nggak ada lagi rahasia yang mau gue kupas tuntas. Semuanya udah selesai. Udah sampai di akhir. Gue nggak bisa memaksa keadaan. Gue nggak bisa terus menerus menyalahkan kedua orangtua gue. Gue benar-benar harus berdamai dengan semua hal sebelum gue pergi,” ucap Nasya dengan mata menerawang jauh.

“Cowok itu, sepatu itu, kotak itu, dan buku itu. Gue harus ngelupain semuanya. Sepenting apapun mereka buat gue di masa lalu, itu semua tetap hanya masa lalu. Gue juga nggak akan ketemu lagi sama cowok itu. Udah bertahun-tahun lewat, kita berdua udah sama-sama punya kehidupan sendiri. Jadi, mungkin memang hanya segini hal yang wajib gue tau,” ucap Nasya lagi.

“Tapi, kalo memang dikasih kesempatan, gue masih pengen ketemu sama cowok itu. Orang yang mengisi hampir seluruh masa kecil gue. Orang yang mengajarkan gue banyak hal, sesuai sama apa yang gue tulis di buku itu. Setidaknya, walaupun gue nggak bisa menepati janji gue ke dia, untuk selalu melindungi dia, gue masih bisa ngeliat dia menjadi orang yang lebih berani dan kuat sekarang,” sambung Nasya dengan senyum terulas, “dan gue pengen mengucapkan terimakasih sebelum akhirnya gue pergi jauh dari tempat ini.”

“Tapi, gue tau itu semua nggak mungkin. Itu semua mustahil. Ditambah lagi gue nggak pernah tau di mana posisi cowok itu sekarang. Mau cari tau pun, gue nggak pernah tau namanya. Bahkan gue di masa lalu juga nggak pernah denger dia sebutin namanya,” ucap Nasya sendu.

“Semoga lo baik-baik aja. Semoga lo tumbuh menjadi orang baik yang akan selalu nolongin orang-orang yang butuh pertolongan lo.”

Tiba-tiba terdengar ketukan pelan di pintu kamarnya. Nasya menoleh sebentar saat pintu terbuka. Ia mendesah pelan dan langsung menyimpan foto tadi di bawah bantal tidurnya.

“Nasya,” panggil Mamanya lembut. Wanita itu kini sudah duduk di pinggir kasur Nasya, “kamu harus siapin barang-barang penting kamu dari sekarang.”

“Kenapa, Ma?” tanya Nasya.

“Kita pindah tiga hari lagi.”

Nasya diam. Membatu. Membeku. Mengatup rapat bibirnya. Menatap lekat mamanya. Tanpa sadar menahan nafasnya. Bahkan tidak berkedip sama sekali. Jantungnya berdegup kencang. Dengan susah payah ia menelan salivanya.

“Papa terpaksa mempercepat kepindahan kita. Soalnya di sini udah nggak ada lagi yang perlu dilakuin,” sambung Mamanya.

Nasya menghela. Tidak menjawab. Tidak melemparkan protes. Tidak membantah. Tidak ingin bertanya. Bahkan tidak berniat meresponnya sama sekali. Nasya sekali lagi hanya diam. Biar bagaimanapun, siap tidak siap, ia memang akan segera pergi dari sini. Meninggalkan semua hal yang masih menjadi misteri.

First Tuesday In September✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang