Hari ini cuaca terlihat cerah. Aktifitas sudah dimulai sejak pagi buta. Kicau burung memecah keheningan dan menambah hidup suasana. Sinar mentari mengeringkan dedaunan dan rerumputan yang basah karena embun pagi. Saat ini, Nasya berjalan menunduk di tengah-tengah koridor yang masih sepi. Ia terlihat memikirkan sesuatu dengan tangan menggenggam erat tali tas yang tersampir di bahu kiri. Entah apa yang mengganggu pikirannya sejak tadi. Namun yang pasti, Nasya sedang tidak fokus hari ini.
Mulut bergerak-gerak kecil seperti sedang merapalkan mantra. Sesekali ia menggaruk kepalanya dengan ekspresi wajah bingung. Ia juga beberapa kali mengumpat pelan dan merutuki dirinya sendiri. Tanpa ia sadari, ia sudah menjadi pusat perhatian beberapa murid yang berpas-pasan dengannya.
Pesan yang masuk ke ponselnya semalam sudah cukup menambah beban pikiran baru bagi Nasya. Yang pertama, ia penasaran dan bingung mengapa tiba-tiba seorang Alicia yang terkenal angkuh itu mengirim pesan denan permintaan yang terlihat serius. Itu adalah hal yang paling janggal selama Nasya hidup di dunia. Meskipun perbedaan alamat Raka juga menjadi salah satu hal janggal dalam hidup Nasya.
Yang kedua, cewek itu bingung bagaimana caranya ia bisa memenuhi permintaan Alicia untuk bertemu dan mengobrol di taman dekat rumahnya. Sedangkan saat ini ada dua penjaga paling protektif di rumahnya melebihi pengawal pribadi presiden. Ia pasti tidak akan mendapatkan izin untuk keluar.
"Jangankan keluar, gue kayanya berteman aja nggak boleh," gumam Nasya dengan wajah kesalnya.
Tidak berapa lama, tibalah Nasya di depan kelasnya. Di sana sudah berdiri dengan manis Raka yang sedang fokus memainkan game online kesayangannya. Nasya menghentikan langkah kakinya dan menatap aneh cowok itu.
"Game mulu, yaelah," ucap Nasya pelan.
"Ya mau gimana lagi, kalo nggak main game, pikiran gue nggak bisa jauh-jauh dari lo," jawab Raka yang kini menatap lurus Nasya.
Nada bicaranya memang datar. Ekspresi wajahnya juga terlihat biasa saja. Tapi, ucapannya berefek luar biasa bagi Nasya. Sehingga kini Nasya mendadak salah tingkah. Matanya mengerjap-ngerjap dengan ekspresi wajah polos yang sudah merona malu.
"Kok bisa kedengeran, sih?" gumam Nasya yang kini membelakangi Raka.
"Ya bisa lah, 'kan gue juga punya telinga," jawab Raka.
"Gue nggak nanya sama lo," balas Nasya sewot masih sambil membelakangi Raka.
Raka tersenyum dan menyimpan ponselnya ke dalam tas, "Ngapain berdiri di tengah-tengah koridor kaya gitu?" godanya lagi.
"Daripada berdiri di sebelah lo, mending di sini," jawab Nasya.
Tawa Raka terdengar memenuhi koridor yang masih sepi itu. Nasya semakin deg-degan dibuatnya. Sudah lama sekali Nasya tidak mendengar suara tawa paling menyebalkan itu. Dan ini adalah kali kedua cowok itu tertawa saat sedang bersamanya.
"Ya Allah, lemah sekali diri ini," Nasya membatin dengan sedih.
"Lo segitu gugupnya di dekat gue?" Raka melangkah mendekati Nasya.
"Geer amat, heran," cibir Nasya yang masih tidak mau berbalik untuk menatap Raka.
"Terus, kenapa nggak berani balik?" tanya Raka usil.
"Udah berani lo, ya, gangguin gue," ucap Nasya kesal, "kebanyakan bergaul sama Theo emang bener-bener berdampak buruk."
Raka kembali tertawa. Namun kali ini tawanya lebih kalem, "Ternyata bener kata Theo, gangguin lo itu kepuasan tersendiri."
"Heh! Apa-apaan?l" Nasya kini berbalik dengan wajah sebal dan Raka malah kembali tertawa, "gue tuh heran sama lo, kadang lo itu dingin banget, atau kadang bersikap seolah cuma lo yang bisa melindungi gue. Tapi kadang lo itu nyebelin banget, usil, suka ngomong aneh-aneh, sampe pengen gue omelin kaya Theo."
"Lo itu kerjaannya emang ngomel tiap hari, jadi mau gue gangguin atau nggak pun gue tetap aja diomelin sama lo," jawab Raka, "tapi nggak apa-apa, sih. Gue lebih suka ngeliat lo ngomel terus, daripada murung kaya kemarin-kemarin."
Nasya terdiam lagi. Tapi kali ini ia tidak mau terlihat gugup, "Tuh, kan, ngomong aneh-aneh lagi!" ucap Nasya dan Raka kembali tertawa terbahak.
*****
Seharian ini entah mengapa Raka sangat lengket dengan Nasya. Dinan dan Theo pun ikut terheran-heran melihatnya. Sepanjang hari dua sejoli itu hanya diam menonton perilaku aneh Raka kepada Nasya. Mereka bahkan tidak ribut seperti biasanya. Terlalu bingung dengan perubahan sikap Raka sehingga tidak ada waktu untuk ikut mengusili Nasya. Dan karena hal itu pula Dinan dan Theo hari ini jadi lebih sering duduk berdua di pinggir lapangan basket. Membiarkan Nasya dan Raka menghabiskan waktu mereka sampai bosan.
"Raka kenapa, sih? Aneh banget sikapnya tiba-tiba, kesambet apaan dah itu anak?" tanya Dinan yang kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Gue juga kaget sih, ngeliat Raka bisa kaya anak SMA normal," jawab Theo.
"Dih, emangnya selama ini Raka keliatan nggak normal?" tanya Dinan.
"Bukan gitu, Raka biasanya kalo sama anak cowok juga biasa aja sikapnya. Walau nggak sedingin kaya waktu sama kalian, tapi dia nggak sampe se-usil dan seceria itu," jelas Theo panjang lebar.
"Apa dia baru menang doorprize uang jutaan?" tanya Dinan yang semakin ngawur, "hari ini juga gue belum ngeliat Icha, lo ada ketemu sama tu anak?"
Theo menoleh menatap Dinan, "gue kirain dia ada bilang sama lo."
"Bilang apaan?" tanya Dinan bingung.
"Dia hari ini libur, soalnya kakaknya Raka ngajakin Icha ke rumah bokapnya Raka," jawab Theo.
"Sumpah lo?"
"Iyalah, masa' gue nipu."
"Nasya tau soal ini?" tanya Dinan.
"Mana gue tau," jawab Theo, "kalo lo aja nggak tau, kemungkinan besar Nasya juga nggak tau."
Dinan kemudian ber-wah ria, "Udah diajakin ketemu bokap Raka, roman-romannya bakalan dideketin sama Raka.
"Raka nggak bakalan mau pasti, santai aja."
Dinan diam. Ia menghela sambil menopang tangannya di lutut, "Bukan gitu, kalo seandainya Icha malah ngarep sama Raka, gimana? Terus di satu sisi, Nasya juga udah mulai unch sama Raka. Kasian kalo salah satunya tersakiti. Soalnya dua-duanya kan temen gue."
Theo mengangguk setuju kemudian ikut menatap lapangan basket yang tidak pernah sepi, "Bener juga, sih. Cuma kalo dari yang gue liat, Raka juga udah suka sih, sama Nasya."
"Ya jelas sih, mereka udah akrab banget gitu. Belum lagi Raka udah mulai protektif sama Nasya sekarang. Tapi, tetap aja mereka nggak bisa berdua," ucap Dinan.
"Orangtua Nasya," sambung Theo yang mengerti tatapan mata Dinan.
"Pada akhirnya mereka berdua bakalan sama-sama tersakiti," ucap Dinan.
Keduanya kemudian menghela lelah dan sama-sama bersandar pada bangku.
"Capek juga kalo gue pikir-pikir," ucap Theo.
"Ada aja emang yang namanya masalah," ucap Dinan.
Keduanya kembali diam. Pikiran mereka sama-sama menerawang jauh. Tak berapa lama, Theo menoleh dan menatap Dinan sambil tersenyum konyol.
"Din, jadian kuy!"
ToBeContinue
Wahahahahahahaha itu Theo jomblo amat kayanya🤣🤣🤣🤣
Kira-kira Dinan bakalan apain Theo tuh?Yaudah, tetep nggak mau panjang-panjang.
Intinya mah
Don't forget to vote and comment~~
Check my other story~~See you next chapter ^^
♥Love From Cute Author♥
KAMU SEDANG MEMBACA
First Tuesday In September✔️
Ficção Adolescente[The Winner of Readers Choice WWF2019] [COMPLETE] [Tahap Revisi] Pemalu tapi tomboy. Pendiam tapi bukan Introvert. Sulit berteman tapi ramah. Ialah Nasya Shienna G. Gadis berkulit gelap dengan iris mata secoklat madu. Kini ia menginjakkan kaki di ba...