25. It's Weird

373 44 7
                                    

Saat ini suasana perpustakaan tampak ramai. Sebagian murid terlihat fokus dengan buku-buku tebal yang ada di depan mereka. Sebagian lagi terlihat fokus dengan layar laptopnya. Serta tidak sedikit yang terlelap di sudut-sudut sepi perpustakaan.

Di salah satu lorong yang tergolong paling jarang dilewati, dua orang murid dari kelas X IPA 4 itu terlihat duduk bersila. Masing-masing mereka memegang buku bacaan yang cukup tebal. Yang sampulnya berwarna hitam dan sangat keras. Mereka berdua terlihat fokus dengan dunianya sendiri sampai tidak sadar kalau bel masuk akan segera berbunyi lima menit lagi.

Nasya menutup bukunya dengan kasar. Kemudian ia meletakkan dengan kasar pula ke atas lantai. Wajahnya terlihat kesal. Ia mendengus kasar kemudian melirik Raka yang terlihat tidak terganggu sama sekali.

“Ka, gue balik duluan, ya? Udah bosen,” ucap Nasya kepada Raka.

Raka menoleh dan tersenyum dengan manis. Kemudian ia menutup bukunya. Cowok itu meraih buku milik Nasya dan menumpuk dua buku itu di tangannya, “Yaudah, ayo.”

“Eum, tapi tunggu bentar, ada yang mau gue omongin,” ucap Nasya serius sambil menarik lengan baju Raka.

“Apa?” tanya Raka, “jangan gugup gitu,” ucapnya sambil melirik kaki Nasya.

Nasya menyengir polos, kemudian menarik nafas dalam agar tidak gugup. Tapi, kentara sekali kalau cewek itu benar-benar tidak bisa mengontrol kegugupannya. Ia bahkan sampai kesal sendiri dan berdecak berkali-kali. Raka sampai gemas dibuatnya.

“Yaudah nggak apa-apa,” ucap Raka sambil terkekeh dan Nasya hanya bisa merengut dengan ekspresi lucu.

“Jadi gini, semalam tiba-tiba Alicia chat gue,” ucap Nasya setelah menarik nafas dalam, “dia minta ketemuan.”

“Terus, kenapa?”

“Nggak apa-apa, sih. Cuma aneh aja, tiba-tiba seorang Alicia ngajakin ketemuan. Gue takut dia bakalan macam-macam lagi,” jawab Nasya.

Raka tiba-tiba ber-oh panjang sambil tersenyum usil, “Minta ditemenin, nih?”

Nasya menatapnya dengan mulut ternganga, “Ih, lo apaan, sih? Gue cuma cerita doang,” ucap Nasya sambil memukul pelan lengan Raka.

Raka kemudian tertawa renyah hingga membuat wajah Nasya semakin cemberut. Nasya mendengus kesal dan berdecak, “Berasa cerita sama Theo,” gumamnya.

“Maaf, maaf,” ucap Raka dengan lembut sambil berusaha menghentikan tawanya, “Jadi lo mau ditemenin atau nggak?” tanya Raka.

“Bukan masalah ditemenin, nggak ditemenin, gue bingung gimana caranya bisa ketemu sama Alicia di taman,” jawab Nasya.

“Kenapa gitu?”

Nasya diam. Ia tidak bisa menjelaskan alasan yang sebenarnya kepada Raka. Ia tidak mungkin mengumbar masalah keluarga kepada orang lain.

“Ya udah, nggak apa-apa kalo nggak mau dijawab.”

Raka kemudian bangkit berdiri dengan membawa dua buku tebal itu. Nasya ikut berdiri dan mengekori cowok itu. Nasya menatap lekat Raka dari belakang. Ada banyak sekali pikiran yang berseliweran di kepalanya sejak tadi pagi. Belum lagi perasaannya yang semakin menjadi-jadi saat ini. Karena sudah sejak tadi pagi Raka menempel dengannya.

Cowok itu berlaku sangat aneh sejak tadi pagi. Cowok itu tampak berbeda. Tidak ada aura dingin, tidak ada wajah datar, dan tidak ada Raka yang pendiam seperti biasanya. Hari ini ia lebih banyak bicara. Nada bicaranya juga cenderung lebih dalam dan lebih lembut. Dan hal itulah yang membuat Nasya semakin ambyar dengan pesona cowok itu.

Hari ini cowok itu lebih sering berbicara sambil menatap tepat kedua iris coklat Nasya. Ia lebih banyak membicarakan hal-hal yang santai daripada biasanya. Hal ini tergolong suatu kejadian langka. Secara cowok ini biasanya hanya akan berbicara jika menyangkut hal-hal yang penting. Tapi, hari ini ia tampak seperti cowok SMA biasa yang suka menjahili teman sekelas.

First Tuesday In September✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang