33. Impossible

239 35 6
                                    

Tiba di depan gerbang megah yang berdiri kokoh itu, Raka membunyikan klakson motornya agar satpam membukakan gerbang itu untuknya. Saat motornya masuk ke pekarangan rumah, muncul kerutan kecil di antara kedua alisnya. Mata elangnya menangkap pemandangan Icha sedang menyiram tanaman bersama salah satu asisten rumah tangganya. Tidak lama setelahnya, cewek itu berbalik. Senyum di wajahnya segera hilang dan digantikan dengan ekspresi gelisah. Selanjutnya cewek itu berlari kecil masuk ke dalam rumah.

Raka mendengus. Ia mematikan motornya dan turun dari sana. Setelah merapikan rambutnya yang kacau, ia segera melangkah masuk ke dalam rumah mewah itu. Ekspresi wajahnya kembali berubah bingung. Ia melihat asisten rumah tangga Papanya begitu sibuk menyiapkan ini dan itu. Mereka menata ulang perabotan rumah. Beberapa terlihat mendorong makanan dari dapur ke ruang tengah.

"Hei," sapa Kara yang sedang menuruni tangga dengan sebuah kotak berukuran sedang di tangannya, "akhirnya, tokoh utama muncul juga."

"Ada acara apa?" tanya Raka dengan raut wajah curiga.

Kara tidak menjawab. Ia terus melangkah menghampiri adik laki-lakinya itu. Senyum di wajahnya tidak pernah luntur. Ia terlihat sangat bersemangat hari ini. Saat sudah berada tepat di depan Raka, cewek itu menyodorkan kotak yang ada di tangannya, "Dipake. Kakak tunggu di taman belakang," ucapnya yang kemudian langsung berlalu setelah Raka menerima kotaknya.

Raka menatap punggung Kara dengan mata memicing. Selanjutnya ia dengan cepat membuka kotak hitam putih itu. Sekali lagi ia berhasil dibuat bingung dengan isi kotak itu. Pasalnya kotak itu berisi kemeja semi formal berwarna biru langit. Selain itu, di dalam kotak tersebut juga terdapat ikat pinggang, celana, parfum, jam tangan, dan minyak rambut.

"Apaan, dah?" gumam Raka sedikit kesal, "gue nggak pernah pake pomade," ucapnya yang kemudian menutup kotak itu dengan kasar.

Yang ia lakukan selanjutnya bukanlah berlari ke kamar dan mengganti pakaiannya dengan setelan pakaian yang diberikan oleh Kara. Ia malah berlari menuju dapur dan kembali memandangi orang-orang dengan bingung. Tiba-tiba dapur rumah Papanya berubah menjadi dapur restoran bintang lima.

Raka berdecak. Ia mendengus jengah dan melangkah menuju taman belakang dengan cepat. Kepalanya mulai menangkap sinyal berbahaya. Hal tidak masuk akal sangat mungkin terjadi dibalik semua keanehan yang terjadi di rumahnya ini.

Saat tiba di sana Raka melihat Kara, Icha, dan Papanya sedang asyik bercengkrama. Mereka terlihat seperti sebuah keluarga kecil bahagia yang sedang menikmati pesta taman. Ia memperhatikan warna gaun santai milik Icha. Warnanya sungguh selaras dengan kemeja yang berada dalam kotak itu. Tanpa pikir panjang Raka segera menghampiri mereka dan melempar kotak itu ke atas meja. Hal itu membuat Kara dan Icha termundur kaget.

"Ini semua maksudnya apa?" tanya Raka dingin. Tatapan matanya berubah tajam penuh amarah.

Thomas menghela panjang. Ia kemudian menepuk pundak Raka santai, "Jangan terlalu tegang," ucapnya, "hari ini kita cuma mau ngerayain ulangtahun kamu yang keenam belas tahun."

"Ulangtahun?" beo Raka.

"Ya," jawab Kara bersemangat, "sebenarnya ini acara kejutan ulangtahun kamu. Tapi, respon kamu nggak seru, datang sambil marah-marah nggak jelas. Acaranya jadi keliatan konyol."

"Acara ulangtahun kenapa harus seribet ini?" tanya Raka lagi, "dan kenapa kakak kasih aku baju yang warnanya sama persis kaya baju yang dia pake?" kali ini Raka menunjuk Icha dengan dagunya.

Bukannya menjawab, Kara malah tertawa renyah diikuti oleh Thomas, "Ini namanya dresscode. Kita semua pake baju yang warnanya senada," jawab Kara sambil memperlihatkan warna baju yang ia kenakan.

First Tuesday In September✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang