22. H for Hell (2)

347 49 13
                                    

Kelas IPA 4 terlihat lengang sejak lima menit yang lalu. Murid-murid berhamburan keluar kelas untuk mengisi perut mereka. Hanya tersisa beberapa murid di kelas, yang sedang menyelesaikan catatan Biologi mereka.

Di kursi paling depan, Nasya duduk sambil membaca novel kesukaannya. Suasana hatinya masih tidak baik, sehingga untuk sekedar membicarakan hal tidak berguna dengan teman-temannya pun ia malas. Ia sedang ingin sendiri. Menenangkan diri. Mempersiapkan mental ketika nanti tiba di rumah orangtuanya semakin menjadi-jadi.

Sebenarnya Nasya ingin mendengar cerita Theo tentang Alicia dan Ibra yang bubar. Tapi, ada hal yang jauh lebih penting yang harus ia pikirkan saat ini. Ada hak yang harus ia pertahankan. Meski hanya sekedar sebuah sepeda.

Syukurnya sepanjang hari ini, baik Dinan, Theo, maupun Icha tidak ada yang menyadari mata sembab Nasya. Raka pun hanya diam dan tidak memberitahukan apapun kepada mereka. Bahkan cowok itu terlihat biasa saja. Ia bersikap seperti tidak melihat Nasya menangis ketika lewat di depan rumahnya. Bertanya penyebab dan kondisi Nasya pun tidak.

Saat sedang serius melamun, plastik berisi sebungkus roti coklat mendarat di atas mejanya. Nasya tersentak kecil hingga nyaris saja melempar novel yang sedang ia pegang. Nasya kemudian mengelus pelan dadanya sambil memejamkan mata. Ia melirik dengan bingung bungkusan itu. Setelahnya melempar pandangan ke arah pintu kelas. Namun, tidak ada siapapun di sana.

"Buat gue?" gumam Nasya kepada dirinya sendiri.

Nasya kemudian membuka bungkusan itu. Terlihat ada selembar sticky note yang sudah ditulis, ditempel di bungkus roti. Nasya pun melepaskan sticky note itu, dan membacanya.

Dimakan. Jangan mewek mulu, jelek.

Nasya mendengus kesal ketika mengenal tulisan itu. Tapi, beberapa detik setelahnya ia terkekeh. Tanpa pikir panjang Nasya pun segera membuka bungkus rotinya. Karena kebetulan perutnya sudah keroncongan sejak tadi.

Dan tanpa sepengetahuan Nasya, Raka sejak tadi memperhatikannya melalui jendela kelas. Cowok itu tersenyum miring, kemudian melangkah pergi menjauhi kelas dengan gaya khasnya. Kedua tangan berada di dalam saku celana.

Tidak lama setelah itu, bel masuk berbunyi.

*****

Dering bel dengan lantang berbunyi di setiap sudut sekolah. Semua murid bersorak selayaknya terbebas dari penjara. Kemudian seluruhnya memakai tas mereka dan berjalan meninggalkan kelas sesegera mungkin.

Nasya dan Dinan masih tertawa di meja mereka karena sedari tadi Dinan tidak berhenti menjatuhkan penghapusnya dari atas meja. Sudah menjadi kebiasaan Dinan untuk bersikap ceroboh dan menghancurkan benda yang berada di tangannya. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa Nasya dan Dinan sangat suka menertawakan hal bodoh yang tidak ada unsur lucunya sama sekali.

"Langsung balik ke rumah, nih?" tanya Theo kepada Nasya dan Dinan.

Nasya menatap Theo sekilas, kemudian kembali sibuk merapikan bukunya, "Gue harus langsung pulang."

Dinan yang tahu alasannya hanya tersenyum kecut dan ikut merapikan mejanya, "Gue juga langsung balik, Yo."

"Ah, kok gitu sih? Nggak asik lo berdua," cibir Theo.

"Yo, rental PS, skuy!" teriak Oscar yang hampir berada di ambang pintu kelas kepada Theo.

Theo menoleh ke arah Oscar. Kemudian ia berbalik menatap Raka, "Ka, PS?"

First Tuesday In September✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang