26. Next Target

368 42 12
                                    

Bel pulang sudah terdengar lantang di setiap sudut sekolah. Guru paling ditakuti seantero sekolah itu, mulai menutup pelajarannya dan mengucapkan salam sebelum meninggalkan kelas X IPA 4. Setelah guru matematika itu benar-benar meninggalkan kelas, mereka mulai merapikan alat tulis dan buku-bukunya. Kemudian bergegas bergerak meninggalkan kelas.

Nasya dan Dinan saat ini masih duduk di kursi mereka. Wajah Nasya terlihat gusar, sedangkan Dinan masih menunggu cewek itu bicara. Sebab sebelumnya Nasya berkata padanya bahwa ia ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan Dinan. Oleh sebab itu Dinan mengurungkan niatnya untuk rebahan di kasurnya yang empuk.

Di kursi belakang, paling sudut, Raka masih duduk sambil memainkan ponselnya. Kali ini tidak dalam posisi landscape. Ia terlihat fokus membalas pesan dari Kara. Tapi, telinganya ia pasang untuk mendengarkan percakapan Nasya dengan Dinan. Meskipun ia sudah dapat menebak apa yang akan mereka bicarakan.

“Woy, Ka! Nggak cabut?” tanya Theo yang baru selesai memasukkan buku tugasnya ke dalam tas.

Raka mengangkat kepalanya sebentar, “Nggak, duluan aja.”

“Lo berdua?” tanya Theo kepada Dinan dan Nasya.

“Kita berdua masih ada urusan, lo duluan aja kalo mau balik,” jawab Dinan.

Theo mengernyit penasaran. Cowok itu kemudian bertumpu pada meja Nasya dan mendekatkan wajahnya dengan kedua cewek itu, “Lo berdua akhir-akhir ini banyak banget rahasia, nggak bagi-bagi sama gue.”

“Males banget cerita sama lo, mulut lo lambe soalnya,” jawab Dinan.

Theo memasang wajah kesal sambil menatap Dinan, “Kalo mulut gue lambe, semua orang udah tau kalo...”

“Apa?” tanya Dinan ketus.

Theo berdecak kesal, “Nggak ada apa-apa,” jawab Theo malas. Kemudian ia menatap Nasya yang masih menelungkupkan kepalanya di atas meja, “jadi, lo kenapa, sya?”

Nasya lama diam. Dinan dan Theo masih dengan sabar menunggu jawaban cewek itu. Sudah biasa Nasya seperti ini, harus banyak-banyak stok sabar jika mereka ingin mendengar cerita cewek ini.

“Alicia ajak gue ketemuan,” jawab Nasya.

“Mau ngapain lagi, tuh, cewek?” respon pertama yang keluar dari mulut Dinan, “mau ngelabrak lo soal Ibra lagi?”

Theo memukul pelan tangan Dinan. Mengisyaratkan agar cewek itu diam dan mendengarkan ucapan Nasya sampai selesai terlebih dahulu, “Jadi, apa yang bikin lo susah gini?”

“Orangtua gue,” jawab Nasya yang kini mengangkat wajahnya, “pengawalan gue diperketat, gue susah keluar rumah.”

“Lo ada niat buat ketemuan sama Alicia?” tanya Dinan, “lo yakin?”

Nasya menatap Dinan agak lama, sebelum akhirnya menjawab dengan ragu, “Ya, gitu. Gue penasaran aja, Alicia mau bahas apa sama gue. Katanya, ini hal penting.”

“Sya, dia hampir bikin lo celaka waktu itu, dan lo masih ada kemauan buat ketemu dia?” tanya Dinan yang tidak percaya dengan jalan pikiran Nasya, “kalo menurut gue, lebih baik lo nggak pergi.”

Theo mendengus pelan sambil menatap Nasya serius, “Ucapan Dinan ada benernya. Gue takut kalo nanti Alicia malah ngelakuin hal-hal jahat lagi ke lo,” ucap Theo.

Nasya mendesah lelah. Ia bersandar pada kursinya dan memejamkan mata, “Tapi, gue penasaran apa tujuan dia ngajak gue ketemuan.”

Suara gesekan antara kursi dengan lantai terdengar dari meja paling sudut, “Kan udah gue bilang tadi, gue temenin,” ucap Raka.

First Tuesday In September✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang