19. Sister

335 58 8
                                    

Di sebuah ruangan yang pencahayaannya temaram, seorang cowok duduk sambil berbincang via telepon dengan seorang cowok lainnya di seberang. Cowok itu memainkan kunci motor yang ada di tangan kirinya sambil terus berbicara dengan serius. Nada bicaranya terdengar dingin. Matanya yang tajam semakin telihat tajam. Ditambah lagi alis lebatnya sesekali menyatu akibat kening yang berkerut.

"Jadi, maksud lo?" tanya Raka kepada temannya itu.

"Gini, loh, Ka. Kalo lo terus-terusan teror Gery lewat Batsap, itu anak pasti nggak akan keluar dari tempat persembunyiannya, kita harus cari cara baru buat bongkar alasan Gery ngelakuin itu, ucap cowok itu dengan nada geram.

Raka terdiam. Ia menghela kasar dan kemudian menyandarkan tubuhnya ke kursi yang sedang ia duduki. Ia benar-benar kesal dan murka kepada Gery. Kejadian malam itu, saat Nasya nyaris salah paham padanya, semuanya adalah rencana Gery. Gery sengaja menjebaknya malam itu. Menyusun skenario sedemikian rupa agar Nasya membenci Raka. Entah apa maksud Gery melakukan hal itu. Padahal Raka menganggap Gery sebagai salah satu orang yang dapat dipercayai. Namun, cowok itu telah mengecewakannya.

Setelah malam itu, keesokan harinya Raka kembali datang ke sana untuk mencari keberadaan Gery. Berniat memberi cowok itu pelajaran. Tapi ternyata cowok itu sudah lebih dulu bersembunyi karena tau bahwa Raka pasti akan menghabisinya. Raka tidak berhenti sampai sana, setiap hari ia mulai meneror akun media sosial milik Gery. Ia juga rutin datang ke tempat terkutuk itu untuk menanti kehadiran Gery. Namun, cowok itu tidak juga muncul.

Raka benar-benar penasaran sebenarnya alasan apa yang membuat Gery sengaja menjebaknya. Padahal Raka tidak pernah memiliki masalah dengan cowok itu. Raka juga tdak pernah memberitahukan tentang kehidupan pribadinya kepada cowok itu. Lalu darimana cowok itu mengenal Nasya. Dan apa maksudnya melakukan semua ini?

"Ka, lo masih nafas, kan?" tanya cowok itu karena Raka cukup lama diam tanpa respon.

"Gue tunggu lo di tempat biasa, sepuluh menit lagi," ucap Raka yang kemudian memutuskan panggilan secara sepihak.

Raka segera mengganti pakaiannya. Dari kaos putih polos, menjadi kemeja kotak-kotak warna biru tua berlengan pendek. Selanjutnya ia mengganti celana ponggolnya dengan celana denim panjang berwarna hitam. Tidak lupa Raka memakai sepatu berwarna senada dengan baju dan jam tangan berwarna senada dengan celana. Setelah dirasa rapi, ia segera meraih kunci motor dan berjalan keluar.

Di tempat lain, Nasya dan Dinan memasang wajah jengah mendengar ocehan Icha. Yang dibicarakannya hanyalah Raka, Raka, dan Raka. Padahal Nasya sudah meminta kepada mereka agar tidak lagi menggodanya menggunakan nama Raka atau apapun itu yang berkaitan dengan Raka. Tapi, tampaknya ada yang sedang terpesona dengan Raka di sini.

"Sya, Raka itu baik banget, loh. Lo yakin mau hapus perasaan lo buat Raka?" tanya Icha untuk yang kesekian kali.

Nasya mendesah malas, "Please, berhenti bahas Raka, Cha."

"Raka itu udah ganteng, penurut, pinter, anak baik-baik, most wanted, anak orang kaya lagi. Masa lo sia-siakan bibit unggul kaya gitu," ucap Icha, "kalo emang lo nggak mau, yaudah gue ambil alih kapal."

"Cha, lo sadar 'kan lo ngomong apaan?" tanya Dinan geram.

"Sangat-sangat sadar," jawab Icha setelah menyeruput  Lemon Tea-nya.

"Tapi lo kaya orang mabuk lagi ngoceh, nggak jelas," ucap Dinan, "lo 'kan tau Nasya naksir Raka, kok malah terang-terangan mau tikung?"

"Habis si Nasya nggak mau sama Raka. Takut banget gagal lagi cintanya kaya sama Ibra, padahal coba aja belum," jawab Icha, "gue cuma mencoba menyadarkan Nasya, kalau kegagalan cinta di masa lalu nggak seharusnya bikin lo takut buat menjalani cinta yang baru. Kita ini manusia yang hidup, pasti pernah gagal dan kecewa. Dan kita harus selalu coba lagi, coba lagi, jangan langsung nyerah gitu aja."

First Tuesday In September✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang