Bagian Sembilan belas.
Silakan saja, aku tidak akan egois. Itu hak mu, aku tidak akan mengekangmu. Sebab aku sudah trauma dengan kehilangan karena keegoisan.
-The Cold Princess-
Acara pertandingan persahabatan dengan SMA Garuda dari Jakarta sudah anggota OSIS rapatkan bersama para guru juga, mereka membuat jadwal acara selama satu minggu full dengan seluruh ekskul yang dilombakan.
Tenda dan segala properti persiapan lomba sudah pihak sekolah siapkan, juga untuk para peserta dari Jakarta pun pihak sekolah Merah Putih sudah menyiapkan hotel untuk berada di Bandung selama satu minggu.
"Senin tim voli putra-putri, bulutangkis putra-putri dan ganda campuran. Selasa tari tradisional atau modern, tim basket putra-putri dan paskibra. Rabu taekwondo, marching band, sama pramuka. Pentas seni, futsal, sama cheers hari kamis." Reno membacakan jadwal pertandingan pada seluruh siswa SMA Merah Putih.
"Jum'at hanya satu, yaitu debat bahasa Inggris. Dan untuk siswa yang tidak mengikuti lomba, boleh menjadi suporter ya!" seru cowok itu lagi.
Di lain sisi, Moza tengah berkeringat dingin. Pasalnya yang duduk di sebelahnya bukanlah Patrecia, melainkan Reza. Entah dari mana cowok itu datang lalu duduk di sampingnya.
"Gue doakan lo menang nanti," bisik Reza di telinga Moza.
Gadis itu diam, menetralkan detak jantungnya juga rasa takutnya terhadap cowok di sebelahnya.
Drrtt...
Moza mengambil ponsel miliknya di saku baju. Ia melihat layar ponselnya terdapat nama Darren di sana. Dan entah dari mana sebuah ide konyol terlintas di kepalanya. Biasanya ia akan menolak setiap panggilan dari Darren, namun kali ini ia mengangkatnya.
"Hallo?"
Bayangkan, Moza yang berbicara terlebih dahulu!
Reza yang berada di sampingnya pun terkejut, memangnya siapa yang menelfon Moza hingga gadis itu menerima panggilan telponnya.
"Eh, Za, gue sama lo perlu ngomong nih---"
"Mau ngomongin apa?"
Tiga kata itu sukses membuat Reza juga Darren yang di seberang sana diam mematung. Reza yang tidak percaya dengan kelakuan Moza, dan Darren yang terkejut karena mengartikan bahwa sepertinya Moza memperlama sambungan telponnya.
Dari seberang sana, Darren merekahkan senyumnya. "Tumben motong omongan gue, memperlama sambungan telpon ya?"
"Ck, di mana?"
"Hahaha, aduh beb, sini ke warung Mang Asep, kita perlu bicara empat mata."
"Hmm."
Kemudian sambungan telpon terputus. Moza segera bangkit dari duduknya berjalan menuju warung Mang Asep seperti yang diucapkan Darren barusan.
Saat sudah sampai di depan warung, kepulan asap rokok menyebar di mana-mana. Ya, memang, karena selain toilet tempat merokok para siswa badung adalah di warung itu.
Moza tidak berani masuk ke dalam warung itu, ia hanya berdiri di depan warung lalu mengambil ponsel di saku bajunya. Mengetik pesan kepada Darren, menyuruh cowok itu untuk keluar dari tempat sumber penyakit tersebut.
Moza : klr.
Baru saja mengirim pesan tersebut, Darren langsung membalasnya.
Darren : Apaan klr? Udah di depan?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cold Princess [COMPLETED]
Teen Fiction{follow dulu sebelum baca ya bestieee} Cover by @kdniapuspita Masalah dan anti sosial adalah dua deskripsi singkat dari kehidupan sosok Moza Ariesha Cassandra. Gadis berperawakan sempurna, dengan garis kecerdasan di atas rata-rata. Ia menjadi idola...