51. Tears of Bleeding

5.1K 396 232
                                    

Fyi di bagian akhir aku ada vote buat update cerita, kalian pilih ya, kalo kalian gak pilih aku jadi bingung dan males update soalnya kek gaada yang nungguin ditambah aku jadi makin males. Kalo gak cepet-cepet aku selesaiin work aku yang ini bisa-bisa 3 tahun baru end.

Tolong pengertiannya ya kalian harus pilih harinya🥺🙏

Bagian Lima puluh satu.

Jangan begini, aku tidak sanggup melihatnya.

–The Cold Princess-

Darren memberhentikan mobilnya di depan rumah Moza, ia menatap gadisnya yang masih menatap jalanan, tatapannya masih kosong.

"Ayo turun," ujar Darren dengan nada halusnya.

Moza tidak menanggapi apapun. Gadis itu masih diam, masih dengan posisi yang sama, bahkan tidak ada pergerakan sama sekali walaupun hanya untuk sebuah jari. Mungkin hanya sesekali matanya berkedip, sudah hanya itu.

Moza benar-benar sudah seperti patung.

Darren akhirnya mendekatkan diri kepada Moza, membuka seatbelt gadisnya kemudian keluar. Ia memutari mobil lalu membuka pintu penumpang. Darren rasa, Moza sudah kehabisan tenaga walau hanya untuk menggerakkan tubuhnya, sehingga ia memutuskan untuk membopong Moza ke dalam rumah.

Saat melihat pagar rumah yang terbuka, juga keadaan rumah yang gelap, Darren menatap kembali gadisnya yang masih menatapnya dengan tatapan kosong. Sebenarnya cowok itu merinding ketika Moza menatapnya seperti itu, seperti Moza ini sedang mengalami kesurupan.

Ah, Darren menepis pemikiran itu. Ia berjalan kembali menuju pintu utama. Darren membuka pintu itu dengan bahunya yang rupanya tidak dikunci, ia meletakan tubuh Moza di sofa ruang tamu kemudian berjalan menuju stopkontak dan menyalakan semua lampu di rumah itu.

Darren berjalan menuju dapur untuk menyalakan lampu dan saat lampu sudah menyala, Darren terkejut ketika melihat banyak darah berceceran di lantai tepatnya di bawah meja makan. Ia mengernyitkan dahinya, dari mana asalnya darah itu?

Lalu di mana keberadaan Om Jordi dan juga Nayla? Pikirnya.

Saat Darren kembali berjalan menuju ruang tamu untuk bertanya kepada Moza, rupanya gadis itu sudah tidak ada di sofa. Pandangan Darren menyapu ruangan dan melihat Moza yang berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Aduh, ia pikir Moza menghilang.

Ia mengikuti langkah Moza ke arah kamar gadis itu. Saat memasuki kamar, ruangan itu bersih seperti biasa tidak ada kejanggalan sama sekali. Ia melihat Moza yang berdiri di belakang jendela menatap ke luar rumahnya.

Darren mendekatinya lalu merangkul bahu gadis itu, menyuruhnya untuk duduk di kursi meja belajar. Ia akan mengeringkan rambut Moza yang sedari tadi meneteskan air tanpa henti membuat hoodie Alia yang dipakai Moza basah.

Tangannya langsung mencari hair dryer di meja rias Moza dan menemukannya saat membuka laci paling atas. Darren berbalik menatap Moza di kursi yang rupanya sudah tidak ada lagi, matanya membola ketika melihat Moza yang sudah duduk di ambang jendela.

Makin dibuat terkejut lagi ketika Moza memang sengaja melepaskan pegangannya pada tepi jendela. Darren panik, ia melemparkan hair dryer yang ia pegang ke kasur Moza kemudian berlari ke arah jendela.

Grep!

Terlewat sedetik saja, Darren yakin Moza sudah berlumuran darah di halaman rumahnya sendiri. Untungnya Darren dapat menahan gadis itu, tangannya berhasil menahan pinggang gadisnya. Ia menarik tubuh itu ke dalam kamar.

"Lo ngapain, Za?!" serunya.

Napas Darren tersengal, bukan karena mengangkat tubuh Moza. Tapi ia terlalu terkejut melihat kelakuan Moza yang aneh ini. Jujur, Darren tidak mengerti dengan pikiran Moza kali ini.

The Cold Princess [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang