Bagian Tiga puluh delapan.
Luka dan lara akhirnya datang menyerang secara bersama.
-The Cold Princess-
Berada dalam bus, Moza sedang menghapal rumus fisika. Sambil menghadap jendela, ia mengingat semua rumus di bukunya. Matanya tidak sengaja menatap perban tangan kirinya. Sudah dua hari, luka itu masih belum sembuh.
Moza tidak betah dengan perban itu, Moza ingin segera sembuh kemudian membuat luka baru. Dirinya memang gila, tapi hidup Moza lebih tenang dengan melakukan hal gila.
Ketika bus sudah sampai di halte dekat komplek perumahannya, ia berjalan keluar. Kembali melanjutkan perjalanan menuju rumahnya dengan jalan kaki. Komplek perumahannya sepi, karena semua yang tinggal di perumahan itu adalah orang kaya.
Moza membuka gerbang rumahnya. Ia melihat jam tangan miliknya, waktu sudah menunjukkan pukul lima petang. Ia harus segera memandikan Nayla dan memberi makan adik kesayangannya.
Kakinya berjalan memasuki pekarangan rumahnya, ia melihat mobil papanya terparkir di garasi. Tumben matahari belum terbenam tapi papanya sudah di rumah. Moza membuka pintu dan mengucapkan salam. Ia melihat rumahnya sepi, mungkin papanya berada di ruang kerja, ia lebih baik menjemput adiknya di rumah Tante Ara.
Hampir setiap hari, Nayla di titipkan di rumah Tante Ara karena Moza yang sibuk sekolah dan Jordi yang sibuk bekerja. Untungnya, Tante Ara tidak merasa terbebani ketika Moza menitipkan Nayla padanya.
Moza berjalan keluar rumah, menuju rumah Tante Ara yang berada di seberang jalan rumahnya. Ketika di depan pintu rumah itu, Moza mengetuknya. Dan tak lama, Tante Ara keluar dengan pakaian rumahan.
"Ah, Moza? Ada apa?" tanya Tante Ara.
"Jemput Nayla."
Tante Ara mengernyitkan dahinya. "Siang tadi Papa kamu udah jemput Nayla loh. Emang di rumah, Nayla nya gak ada?"
Moza mengendikkan bahunya. "Gak tau juga, ya udah, makasih ya, Tan."
Moza langsung berbalik berlari menuju rumahnya kembali. Ia membuka pintu dan melihat papanya yang sedang sibuk dengan laptopnya duduk di ruang tamu.
"Pa, Nayla mana?" tanya Moza.
Jordi melepas kacamatanya kemudian menatap putri sulungnya. "Nayla dibawa sama Mama kamu," ucap Jordi membuat Moza tersentak.
Apa Moza salah dengar?
"Tenang, cuma semalam kok, besok Nayla pulang ke sini. Mama kamu juga kirim alamat apartemennya, kalo kamu mau nyusul Nayla."
Hah?
Mata Moza membelalak, ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan papanya. "Papa gila? Kenapa sama dia?"
"Za, Alina itu ibu dari Nayla, dia berhak atas hak Nayla karena Nayla anaknya," ucap Jordi.
Moza tidak habis pikir, ada apa dengan papanya? Memberikan Nayla pada mamanya begitu saja? Apa ia tidak ingat bagaimana mamanya mencoba menggugurkan kandungannya sendiri ketika tahu bahwa dirinya hamil?
"Pa, Nayla gak mudah beradaptasi sama orang lain. Nayla pasti merasa asing sama wanita itu. Gimana kalo di sana Nayla nangis terus? Pa, Nayla adik Moza. Moza yang besarin dia sampe sebesar itu, Moza yang perhatikan dia tanpa lelah," ucap Moza.
"Alina ibu kandungnya, mereka pasti punya hubungan batin," kata Jordi.
Moza menghela napasnya. "Mana alamatnya?"
Jordi menatap putrinya lagi. "Kamu mau nyusul dia? Besok saja."
"Gak, harus sekarang!" Nada bicara Moza terdengar sangat menekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cold Princess [COMPLETED]
Jugendliteratur{follow dulu sebelum baca ya bestieee} Cover by @kdniapuspita Masalah dan anti sosial adalah dua deskripsi singkat dari kehidupan sosok Moza Ariesha Cassandra. Gadis berperawakan sempurna, dengan garis kecerdasan di atas rata-rata. Ia menjadi idola...