Ayo vote, dan komennya perbaris ya😚
Kang Darren sudah mantau kalian, ayo vote komen, jangan lupa😉
Bagian Tiga puluh empat.
Why can he? Who is it?
-The Cold Princess-
Moza menutup kloset kemudian duduk di atasnya. Menetralkan detak jantungnya, dan mengatur napasnya. Entah mengapa saat jam pelajaran tadi, sebuah kalimat mamanya kemarin kembali terngiang.
Sebenarnya ia anak yang diingakan atau bukan? Kenapa tidak ada belas kasihan dari Alina untuknya yang notabennya adalah anak kandung? Apa harus Moza yang mendapat semua perlakuan itu? Jadi, dirinya ini layak untuk hidup atau tidak?
Moza mengambil ponselnya, layar gelap ponselnya membuat Moza bisa melihat wajahnya.
Kenapa ia harus memiliki wajah yang cantik ini? Kenapa kecantikan wajah Alina menurun padanya? Kenapa harus wajah Alina?
Moza tidak pernah mensyukuri fisik yang ia punya, apalagi wajahnya, itu semua karena wajahnya 98% sama dengan mamanya. Ia tidak pernah mengharapkan kecantikan yang ia punya selama ini, dan hidup dalam pujian semua orang juga bukan keinginan Moza sama sekali.
Tangan Moza kini mengambil sesuatu dari dalam saku bajunya, membukanya perlahan dan mulai memfungsikan benda itu pada wajahnya, memberi sebuah tanda baru di bagian keningnya. Sebuah cairan merah mengalir, melewati batang hidungnya hingga jatuh di bagian roknya.
Moza menarik tisu di sebelahnya, mengusap darah itu dan melihat sebuah garis luka yang ia buat sendiri. Ia membuang tisu itu ke dalam tempat sampah. Ia tidak sadar jika cairan merah alias darah mengenai kemeja putihnya.
Dirinya kembali melihat ponsel untuk melihat luka yang ia buat sendiri. Sudah tidak terlihat jelas, akhirnya ia bangkit dari duduknya dan keluar dari toilet.
Menutup keningnya dengan poninya agar tidak terlihat. Walaupun lukanya tidak terlihat, warna merah dari keningnya pasti membuat orang bertanya-tanya.
Ia berjalan menuju kelas nya kembali, namun baru saja dua langkah seseorang memanggilnya. "Moza!"
Gadis itu menoleh, menatap cowok yang berada di hadapannya tak jauh darinya. Wajah cowok itu pucat, seperti baru saja tertangkap basah ketika mencuri barang.
"Apa?" tanya Moza nyalang.
Sekitar toilet sepi karena jam pelajaran sudah selesai. Cowok itu mendekat ke arah Moza.
"Reva koma, Za."
Moza terdiam, mulai mengingat nama itu, dan kemudian ia tahu jika Reva adalah adik dari cowok di hadapannya.
"Dia gak mau makan, dia selalu mencoba kabur dari rumah sakit. Kemarin dia kecelakaan karena kabur, dan sekarang dia koma, Za." Matanya menatap Moza memelas. "Gue gak tahu harus minta tolong sama siapa, karena yang tahu soal ini cuma lo."
Mata Moza meneduh. "Sejak kapan?"
"Dua hari yang lalu." Cowok itu menatap Moza dengan memohon. "Reva cuma tau lo, gue mohon lo datang ke rumah sakit."
"Harus sekarang?"
Cowok itu, Reza, menganggukkan kepalanya kuat. "Iya, Za! Gue mohon," katanya.
"Kenapa gak Kak Sheila aja?"
Reza menggelengkan kepalanya. "Sheila gak tau soal adik gue."
Moza menghela napas kemudian menganggukkan kepalanya, berjalan mengikuti Reza yang melangkah di depannya.
👑👑👑
"Reva selalu menangis sekencang-kencangnya. Kadang, dia suka untuk melakukan percobaan bunuh diri. Dia merasa kalau hidupnya tidak adil, Mama dan Papa adalah kunci utama dari penyakit mental Reva sekarang."
Moza mendengarkan ucapan Reza dengan mata yang masih melihat gadis yang tengah berbaring lemah di atas brankar dengan selang penopang hidup yang menempel. Melihat wajah gadis yang lebih muda dua tahun di bawahnya, Moza meringis ketika melihat kantung mata gadis itu benar-benar hitam. Persis dengan mata panda.
"Sebelum dia begini, dia pernah tidur dengan igauan yang menakutkan. Reva pernah berteriak memanggil Mama dan Papa untuk tidak berangkat ke luar kota dengan pesawat. Hingga beberapa hari kemudian, Mama dan Papa tewas dalam kecelakaan itu. Reva merasa de javu dan kemudian, Reva selalu menahan matanya untuk tertutup, bahkan ia pernah satu minggu full tidak tidur sama sekali." Reza menghela napasnya. "Karena itu kantung mata Reva begitu hitam. Ia merasa bahwa mimpi miliknya akan mengakibatkan bencana untuk semua orang."
Moza menatap Reza yang berada di sebelahnya. "Sekali terjadi?"
Reza menggeleng. "Dua tahun yang lalu, dia pernah bermimpi jika gue sama lo gak akan pernah menjadi dekat, walaupun hanya sekedar teman." Cowok itu menatap Moza nanar. "Dan sekarang, itu terbukti."
Moza menghela napasnya, memeluk tubuhnya sendiri, dan kembali melihat seseorang dibalik pintu kaca itu.
"Za, gue mau minta tolong sama lo, boleh?"
Moza menoleh, menatap Reza yang masih menatapnya sedari tadi.
"Apa?"
"Kita kembali jadi teman, bisa?"
Moza tersentak. Gadis itu terdiam, otaknya tiba-tiba saja mengingat semua kenangannya bersama Reza. "Maaf, gak bisa." Moza langsung berbalik meninggalkan Reza dari tempat itu.
👑👑👑
Darren terdiam, menatap layar ponselnya. Sungguh sangat tidak percaya apa yang ia lihat sekarang, ia meremas ponselnya, wajahnya memerah, kilatan kemarahan terpampang jelas di wajahnya.
Ia menutup matanya, menetralkan napasnya, namun itu semua tidak bisa meredakan emosinya. Darren membanting ponselnya hingga ponsel itu sudah benar-benar tidak layak digunakan, kemudian ia berteriak. Sebelah sudut bibirnya terangkat, menciptakan sebuah senyuman iblis di wajahnya.
Wajahnya memerah saat kembali menatap sebuah bingkai foto di atas meja belajarnya, menahan sebuah emosi dan kasihan dalam waktu yang sama. Darren mengambil bingkai foto itu dan duduk di kursi belajarnya, ia tersenyum lalu melemparkan bingkai foto itu ke luar jendela. Tatapannya nanar, seperkian detik berikutnya, ia menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya dan dilanjutkan oleh air mata yang mulai berbicara.
Bersambung...
Punten, lagi sibuk. Hangpura kalo telat, tugas sekolah udah bikin kesel, jadi maklumi ya🤗Love u all
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cold Princess [COMPLETED]
Ficção Adolescente{follow dulu sebelum baca ya bestieee} Cover by @kdniapuspita Masalah dan anti sosial adalah dua deskripsi singkat dari kehidupan sosok Moza Ariesha Cassandra. Gadis berperawakan sempurna, dengan garis kecerdasan di atas rata-rata. Ia menjadi idola...