Part 22

802 60 10
                                    


¤

Seperti jarak diantara kita yang kemarin sempat ada, bahkan saat sekarang jarak itu telah musnah, aku tetap masih berusaha untuk "kita"

¤

Pagi sekali Naya sudah sampai di sekolah. Dia bukannya langsung menuju kelas, melainkan mampir dulu di koridor sekolah, tepatnya di depan mading. Dia coba membaca apa-apa yang ada di mading. Dari informasi menarik sampai informasi biasa saja menurutnya. Tapi satu hal yang sekarang jadi pusat perhatiannya. Foto!

Naya kenal siapa saja yang ada dalam foto itu, tapi dia bingung maksud foto itu ditempel karena apa.

"Pagi Nay.." sapa seseorang dari belakang Naya. Naya menoleh dan mendapati Putra disana.

Naya tersenyum pada Putra. Tiba-tiba ingatan Naya melayang pada banyak hal. Tentang Putra yang se-geng dengan Aca dan tentang foto tertempel di mading itu.

Ya, sebuah foto itu terdapat Aca dan Ervin di pinggir lapangan. Ervin merangkul pundak Aca.

Seingat Naya, Ervin bukan satu geng dengan Putra, melainkan dengan Rafi. Ya, mereka berbeda kubu.

Sampai satu pikiran muncul di otak Naya. Ada seseorang yang ingin mengadu domba geng Aca dan geng Rafi dengan menempel foto itu di mading. Dimana harusnya Aca dan Ervin tak boleh begitu bersahabat seperti nampak dalam foto.

"Eh Put gue...." Naya berusaha mengalihkan pembicaraan dan tatapan Putra agar tak mengarah pada mading. Namun semua terlambat, Putra sudah menatap ke mading.

Putra jelas melihat foto itu. Dia biasa saja, tapi benaknya bertanya, bagaimana itu bisa terjadi?

"Siapa yang iseng nempel foto itu Nay?" tanya Putra pada Naya.

"Gue gak tau Put. Padahal sekolah masih sepi, tapi pas gue dateng, foto itu udah disana" jelas Naya.

Putra mencoba menggapai foto itu dan melepasnya dari papan mading. Tapi kedatangan seseorang harus membuat Putra gagal merobek foto itu.

"Percuma lo ambil, fotonya udah kesebar di semua GC sekolah!"

Putra dan Naya menoleh. Bryan, laki-laki bermuka dingin itu seperti sedang emosi.

"Cek aja GC yang lo ikutin!" perintah Bryan, begonya Putra dan Naya menurut saja.

Kata Bryan benar, foto tertempel di mading ternyata sudah tersebar di beberapa GC sekolah.

"Aca khianatin kita!" kata Bryan tak terima.

Putra lalu mendekat, berusaha menetralkan suasana. "Lo jangan mikir gitu, siapa tau Aca gak sengaja main basket sama Ervin doang".

"Kalo iya begitu, apa lo lupa? Kenapa kemarin Aca nolak pulbar sama kita? Inget alesan dia kan, ada masalah, basi Put!"

Bryan melempar kaleng minumannya ke arah tong sampah. Meski masuk tapi bunyi khas tong sampah terdengar memelikkan telinga. Kini yang Putra takuti bakal ada keributan dalam persahabatan mereka.

Naya cuma diam, melihat Putra dan Bryan yang entah merembukkan apa. Dia cuma mendengar nama Aca disebut. Untuk beranjak dari sana pun, Naya enggan. Dia kepo!

"Lo jangan kaya gini Bry, kita bisa tanyain sama Aca" ucap Putra santai. Ya, dia cuma ingin menyelesaikan sesuatu tanpa ada emosi.

"Pikir dong Put, bisa-bisanya dia deket sama Ervin. Udah tau kita gak pernah akur sama mereka, tapi Aca, pentolan kita, dia malah kaya gitu. Nyesel gue ngehargai dia!" Bryan marah, dia pun pergi. Putra ingin mengejar tapi dia harus meninggalkan Naya sendiri lagi.

RETURNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang