Seokjin duduk di depan kelas dengan lesu. Dia benar-benar bosan jika harus ada di dalam kelas saat jam istirahat, tapi bermain bola di lapangan juga sudah tidak seru lagi. Apalagi jika teringat teman-temannya yang mengejeknya di depan Eunjin. Seokjin sebal! Dia benar-benar tidak suka. Dikunyahnya bekal sandwich buatan Mommy dengan gemas. Seperti monster yang tengah kalap melahap mangsa.
Kenapa sih dia harus cadel? Kenapa hanya dia? Minchan dan Namjin biasa saja jika sedang bicara. Tidak ada yang aneh-aneh. Biasanya Seokjin biasa saja dengan kondisinya. Karena Nana Imo selalu bilang di antara Kim triplets dia yang paling lucu. Dan Seokjin bangga akan hal itu. Tapi apakah yang dimaksud lucu oleh Nana Imo itu lucu yang seperti badut? Seperti teman-temannya menertawakannya beberapa waktu lalu? Jadi benar yang selama ini dikatakan Namjin bahwa cadel itu tidak keren?
Di tengah kekesalannya pada teman-teman, Seokjin merasakan seseorang duduk di sebelahnya. Bocah itu menoleh, mendapati anak perempuan yang disukainya tersenyum kepadanya.
"Eunjin?" tanyanya memastikan. Seokjin mengerjap polos.
"Wah kau tahu namaku?" balas Eunjin dengan senyum yang lebih lebar. Matanya ikut membentuk senyuman, mengingatkan Seokjin pada Jimin Samchon jika sedang tertawa."Siapa namamu?"
Eunjin mengulurkan tangan, yang disambut Seokjin dengan senang.
"Aku Kim th―" Cadel itu tidak keren! Teriakan Namjin terdengar di kepalanya. "Kim! Panggil aku Kim!" jawabnya bangga. Dia harus terlihat keren di depan Eunjin. Kalau tidak nanti Eunjin tidak mau jadi temannya.
"Kim saja? Kenapa pendek sekali?" tanya Eunjin, mengernyit bingung.
"Kim itu nama Daddy. Karena aku anak Daddy jadi aku bith―aku boleh memakai namanya."
"Tapi teman-teman memanggilmu Seokjin tadi. Jadi aku akan memanggilmu Seokjin. Oke, Kim Seokjin?"
Seokjin meringis kecil disertai dengan sebuah anggukan. Dalam hati pemuda kecil itu sedikit bersyukur karena tidak perlu menggunakan kata-kata yang menggunakan huruf 's' di dalamnya.
"Kenapa kau sudah tidak main bola? Bukannya tadi sedang main bola?" Eunjin bertanya dengan mata berbinar penuh rasa penasaran.
"Ah, itu karena mereka mengejekku. Aku jadi marah dengan mereka. Tidak ingin main dulu." Pemuda kecil itu memperhatikan tiap detil kata yang ia pakai. Ia melirik Eunjin, takut-takut bila gadis itu tidak memahami kata-katanya yang tidak sesuai standar.
"Oh, begitu." Dan lagi-lagi Seokjin harus bersyukur karena ternyata Eunjin paham akan perkataannya. "Aku tidak akan mengejekmu. Jadi, kau mau berteman denganku tidak?"
Pertanyaan Eunjin langsung disambut dengan anggukan cepat Seokjin. "Iya, aku mau! Aku mau berteman denganmu!"
Senyum manis Eunjin terkembang setelah mendengar sahutan Seokjin. "Kalau begitu, lain kali ayo kita main masak-masakan dan barbie."
"Barbie?"
Eunjin mengangguk namun tampak kernyitan ragu di dahi Seokjin. "Barbie itu mainan perempuan kan? Aku kan laki-laki."
"Ya, itu mainan perempuan. Tapi kau bisa membawa robot-robotanmu jika mau. Robot menyelamatkan barbie, bukan kah jadinya lebih lucu?"
Robot menyelamatkan barbie? Tampaknya ide Eunjin cukup menarik. Selama ini yang Seokjin tau hanya Barbie dan Ken. Kalau sudah seperti ini, mungkin Seokjin dan Eunjin bisa membuat genre baru yang anti mainstream. Ide bagus!
"Baik.Tapi kita bith- ah, kita juga main bola nanti.Oke?"
Eunjin mengangguk. "Aku tidak terlalu suka lari-lari. Tapi kalau kau mau mengajariku bermain bola, maka tak apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy Namjoon and Kim Triplets
أدب الهواةNamjoon yang care tapi ceroboh. Yejin yang cuek namun cerewet. Bagaimana jadinya jika mereka akhirnya menikah dan memiliki tiga anak kembar? Akankah Namjoon sanggup menjadi ayah yang baik sementara teman-temannya terkadang turut andil membuat kekaca...