Namjoon melihat ketiga anaknya yang kini berada di dalam ruangan tempat bayi-bayi tertidur. Masing-masing dari mereka terbaring dalam sebentuk tempat tidur yang sangat mirip troli, Baby Box. Sebenarnya Namjoon heran, dan kalau bisa, ia ingin menawarkan diri membeli beberapa kasur ukuran king size agar anak-anak itu tidak tidur dalam tempat yang sempit. Namun ya sudahlah, nanti saja.
Kedua tangan Namjoon menyentuh kaca, wajahnya nyaris menempel di sana, ia begitu takjub melihat anaknya yang semula hanyalah sekumpulan darah dan kini telah terlahirkan, tiga pula, dengan satu di antaranya berbeda jenis kelamin dari dua anak yang lain.
Pipi mereka tembem, mata mereka terpejam dengan tubuh mereka yang bisa Namjoon jamin jika disatukan pun masih tidak seberat beras yang ia beli setiap bulannya. Mereka menggemaskan tanpa rambut dan mereka rapuh dengan tulang-tulang kecil itu.
Namjoon tidak sendiri, dan mungkin sebentar lagi suster dan dokter akan menegurnya keras karena telah menciptakan kegaduhan serta macet di rumah sakit bersalin ini.
Bagaimana tidak? Namjoon telah membawa sekampung--oke berlebihan--sekelompok pemuda yang kini ikut memusatkan perhatian mereka menatap bayi-bayi kecil di dalam ruangan itu.
"Yang itu kepalanya kecil sekali, hyung."
"Aigoo, Jimin, coba kau lihat, yang berbaju pink itu sangat mirip kau."
"Hyung, mungkin kalau kau melahirkan nanti, anakmu akan mirip yang pojok itu."
"Yak! Sejak kapan aku bisa melahirkan?"
"Yang di tengah sangat menggemaskan, Kook!"
Suster yang sedari tadi mengawasi mereka di ruang administrasi mendengus lelah. Ia mungkin akan merasa wajar jika seseorang yang baru saja menjadi ayah akan mengawasi bayinya hingga wajahnya pun tertempel pada kaca. Tapi rasanya sulit untuk memaklumi sekawanan pemuda yang terlihat sangat buas memperhatikan bayi-bayi kecil itu. Suster itu bahkan sempat curiga jika mereka adalah sebuah sindikat penculikan anak yang tengah merencanakan pemangsaan terhadap beberapa bayi.
Dan dengan pelan namun pasti, agar tidak mengganggu ketentraman rumah sakit bersalin ini, Suster itu pergi menghampiri mereka.
"Permisi, Pak." Suster itu menyentuh bahu Namjoon pelan yang dibalas dengan tatapan bingung. Ya, bingung. Ada suster cantik yang menegurnya, wah, ini bisa jadi selingkuh-
"Bapak dan teman-teman bapak mungkin sudah bisa meninggalkan tempat. Mohon maaf jika saya terkesan mengusir."
Kebingungan itu bertambah dan tampak jelas di raut wajah Namjoon. "Kenapa memangnya? Saya tidak boleh melihat anak-anak saya, huh?"
Suster itu memejamkan mata, mencoba untuk tidak emosi pada papa muda itu.
"Aduh, maaf, teman saya memang agak goblok. Kami menghalangi jalan ya?" Jin yang tadi melihat Namjoon dihampiri suster pun segera meminta maaf. Sepertinya ia orang pertama yang menyadari kemacetan di lorong rumah sakit ini.
"Hyung! Kau bilang apa?"
"Kau bodoh. Lihat sekitarmu!"
Namjoon melihat ke seluruh arah dan mendapati orang-orang yang kesulitan untuk melintasi tempat ini. Beberapa bahkan bermuka masam saking kesalnya pada sekawanan manusia yang mengganggu pemandangan ini.
"Maaf ya suster," Namjoon tersenyum. Pupus sudah keinginannya berkenalan dengan suster itu.
"Hei para kambing hilang," Namjoon menoleh pada teman-temannya itu, yang disambut dengan tampang polos masing-masing. "Ayo pergi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy Namjoon and Kim Triplets
FanfictionNamjoon yang care tapi ceroboh. Yejin yang cuek namun cerewet. Bagaimana jadinya jika mereka akhirnya menikah dan memiliki tiga anak kembar? Akankah Namjoon sanggup menjadi ayah yang baik sementara teman-temannya terkadang turut andil membuat kekaca...