- C H A P T E R 36 -

1.7K 75 4
                                    

-

Agatha berjalan di koridor sekolah seorang diri. Ia berniat datang ke rumah Ridho untuk memastikan keberadaan sahabatnya itu. Ia mengeluarkan hp dari saku untuk memberi tahu Satria bahwa hari ini ia akan pulang sendiri dengan alasan ada kerja kelompok yang harus dikerjakan.

Kak Satria
Gausah jemput gue. Ada kerja kelompok sama temen, nanti gue pulang sendiri aja.

Agatha
Oke. Hati-hati di jalan

Read.

Setelah membaca balasan pesan dari Satria, Agatha berdiri di halte untuk menunggu bus lewat.

Sesampainya di halte, banyak siswa-siswi yang menunggu. Agatha memilih menunggu di pinggir jalan daripada harus berkumpul dengan mereka. Setelah menunggu lima menit, akhirnya bus yang mereka nantikan tiba. Agatha naik ke bus dan memilih duduk di pojok yang berada di belakang.

Setelah beberapa menit berlalu, Agatha turun di halte dekat dengan perumahan Ridho. Ia bergegas menuju rumah Ridho yang berada tak jauh dari halte.

Sesampainya di depan gerbang rumah Ridho, Agatha bertanya pada satpam yang berada di depan gerbang itu.

"Permisi pak" sapa Agatha sopan.

"Neng Agatha, ya?"

"Iya pak, Ridho-nya ada di rumah?"

"Oh, mas Ridho teh udah 3 hari ini di rumah sakit, neng" balas pak Maman.

Raut wajah Agatha berubah menjadi bingung. "Rumah sakit? 3 hari? Emang siapa yang sakit, pak?"

"Mas Ridho atuh, neng"

"Sakit apa, pak?"

Pak Maman menggaruk tengguknya. "Saya kurang tau sih, neng. Tapi kalo saya perhatikan mah sering banget gitu nyonya sama mas Ridho teh pergi berdua gitu, ke rumah sakit mungkin ya. Soalnya saya juga sering ngeliat mas Ridho megangin perut gitu kaya nahan sakit" jelas pak Maman.

"Oh gitu" Agatha mengangguk-angguk pertanda mengerti.

"Bapak tau nggak dimana rumah sakitnya?" lanjutnya.

Pak Maman berfikir sebentar sebelum menjawab "Rumah Sakit Medika kalo nggak salah, neng"

"Kalo gitu saya permisi deh. Makasih ya, pak" pamit Agatha membungkukkan setengah badannya.

🌻🌻🌻

Sesampainya di rumah sakit yang ditunjukkan pak Maman, Agatha langsung memasuki koridor rumah sakit dan bertanya pada petugas resepsionis dimana ruangan Ridho berada. Setelah menyebutkan nama lengkap Ridho, Agatha mendapat informasi dimana ruangan Ridho berada, yaitu kamar nomor 2120.

Tepat berada di depan ruangan Ridho, Agatha melihat Ridho sedang berbicara dengan sang mama. Dengan gerakan pelan, Agatha membuka pintu takut mengejutkan orang yang ada di dalam.

"Asalamualaikum" salam Agatha sopan begitu masuk ruangan.

Ridho dan sang mama menoleh ke arah pintu, sontak mereka terkejut akan kedatangan Agatha.

"Waalaikumsalam"

"Agatha" jawab mereka bersamaan dengan suara lirih Ridho.

Agatha berjalan menghampiri Ridho yang berada di brankar. "Hai" sapanya canggung.

"Apa kabar? Kenapa nggak ngasih tau gue kalo lo sakit?" tanya Agatha dengan pandangan yang sulit diartikan.

Ridho menatap Agatha dengan perasaan bersalah.

"Maaf, Tha. Tapi gue nggak apa-apa kok" balas Ridho.

"Mama tinggal ya, kalian ngobrol dulu aja. Nasinya mama taruh di nakas, nanti jangan lupa dimakan" ucap sang mama bangkit dari duduknya.

"Makasih ya, tante" balas Agatha menunduk seraya menampilkan senyum tipis.

Agatha mengembuskan napas kasar. Menarik napas dalam-dalam guna menahan sesak di dada dan menahan agar air matanya tidak tumpah. Bersidekap seraya memperhatikan bawah, terlalu enggan melihat wajah pucat Ridho.

"Lo anggap gue apasih, Dho? Gue ngerasa bego tau nggak sih, disaat sahabat gue sakit, gue malah nggak tau apa-apa soal dia. Padahal kalo gue juga sakit, gue selalu kasih kabar lo. Walaupun nggak semua derita gue kasih tau lo, tapi setidaknya gue udah berusaha terbuka sama lo. Tapi kenapa lo malah tertutup gini sama gue, gue nggak pantes ya jadi sahabat lo?"

"Bukan gitu, Tha. Gue cuman...gue cuman nggak mau bikin lo khawatir sama keadaan gue, gue nggak mau ngebebani lo"

"Trus selama ini gue apa? Gue sering bikin lo khawatir kan? Gue sering minta ini itu sama lo kan, tapi lo nggak ngerasa keberatan kayaknya. Trus kenapa lo ngerasa gue ngebebani lo?" sarkas Agatha dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Bagi Agatha, Ridho adalah sosok sahabat terbaik di dunia. Orang yang selalu ada disaaat suka maupun duka. Ridho ibaratkan orangtua, walaupun selama ini ia tidak pernah merasakan kasih sayang orangtuanya dengan tulus.

"Maafin gue, Tha" ucap Ridho tulus.

"Hmm"

Agatha menarik napas sejenak. Tersenyum tipis untuk mengurangi kecanggungan yang ada. "Udah ayok makan, gue suapin deh"

Hay...
Maaf PHP yaaa, hehe. Maaaaafff banget, soalnya kan lagi dalam masa Hari Raya nihh jadinya ya gitu, halal bihalal ke rumah sanak saudara jadi nggak ada waktu buat nulis. Lagian ide saya juga lagi merosot banget, banyak pikiran sih hehe.

Buat kalian yang baca tinggalkan jejak dong, gratis kok nggak bayar. Nggak ada salahnya kan sebelum baca tuh kasih vote dulu. Kan mudah sih ya, biar aku tuh semangat nulisnya.

Kadang sih ya, aku sering mikir nih. Capek ngetik panjang lebar, mikir sampe kadang kepala tuh pusing, tapi yang vote dikit banget gitu. Kadang ngerasa gimana ya, kayak sia-sia gitu nulis. Kadang juga males buat lanjut, toh yang vote segitu-gitu aja.

Hargai dikit gitu lah usaha aku yang udah capek mikir gimana lanjutannya, cuman minta vote kok nggak lebih. Udah itu aja udah cukup buat nambah semangat aku nulis.

AGATHA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang