-
Agatha termenung di taman rumah sakit dimana Ridho dirawat. Ia masih memikirkan ucapan Ridho padanya beberapa saat lalu. Ucapan yang membuat dirinya sedikit kalut. Bagaimana tidak, setelah lama bersahabat Ridho baru menceritakan rahasia yang selama ini ditutupinya.
Agatha mengusap wajahnya kasar. Ini sungguh rumit, gimana caranya mengatasi masalah ini?
'Gue bantu cari pendonor aja kali yaa?' batin Agatha.
Seketika, ia mengingat percakapan antara dirinya dan Ridho beberapa waktu lalu.
"Lo bakal tetep bareng gue kan, Dho?' tanya Agatha pada saat mereka sedang berada di taman sekolah.
"Iya, lo tenang aja. Sampe kapanpun gue bakal bareng lo kok, gue kan sahabat paling baik buat lo. Ya nggak?" balas Ridho sambil menaik turunkan alisnya.
"Ntar acara promnight, gue barengan sama lo ya. Kita berdua, mau nggak? Mau dong!" ucap Agatha penuh harap.
Ridho terdiam sebentar, memikirkan apa ia bakal bisa memenuhi janjinya dengan Agatha. Tak lama, ia tersadar dan langsung mengangguk sembari tersenyum mengiyakan ucapan Agatha.
"Lo udah janji sama gue bakal bareng keacara promnight, lo nggak boleh ingkarin janji lo. Lo harus sembuh, harus" tekat Agatha.
Yaa. Agatha sudah bertekat akan membantu Ridho untuk sembuh. Ia harus membantu Ridho mencari pendonor ginjal untuknya agar sahabatnya itu sembuh.
Agatha merogoh saku rok sekolahnya. Ia menghubungi seseorang untuk membantunya menemukan pendonor ginjal untuk Ridho.
…
Arga berjalan gontai memasuki rumahnya. Saat di sekolah tadi, ia merasa dikerjain oleh Sandra. Mau-maunya dia disuruh ini itu oleh Sandra, ya walaupun ia tunangannya--katanya--tapi tetap saja. Bahkan sampai seluruh tubuhnya remuk seperti ini.
"Sial. Sampe sakit semua gini badan gue, arrgh" umpat Arga.
Begitu sampai di kamar, ia langsung merebahkan dirinya di kasur. Arga memejamkan matanya, namun yang ada ia malah teringat sosok Agatha.
Ia membuka mata untuk menghilangkan bayangan Agatha dari pikirannya, karena bagaimana pun ia sudah menerima perjodohan ini. Arga memejamkan mata kembali, dan yang ada semakin ia berusaha melupakan Agatha ia malah selalu di hantui oleh sosok Agatha.
Arga bangkit dari tidurnya dan mengacak rambutnya frustasi. "Arghhh"
Ia melangkah menuju kamar mandi untuk menghilangkan sedikit rasa penatnya. Setelah beberapa menit, ia keluar dengan pakaian santainya. Ia mengambil kunci mobil dan hp-nya yang tergeletak di atas nakas.
Ia pergi ke rumah Revan untuk berkumpul dengan dua curut itu karena mereka bilang tadi mau berkumpul di rumah Revan.
Sesampainya di pekarangan rumah Revan, Arga segera masuk ke dalam rumah dan disambut hangat oleh mama Revan yang sudah menganggapnya seperti anak sendiri.
"Duhh, senengnya yang abis berduaan sama Sandra sampe nggak sadar kalo di kerjain" ledek Revan.
"Haha, parah nih si Arga, mau-maunya disuruh-suruh sama Sandra. Biasanya juga lo paling anti sama cewek kayak gitu kan?" timpal Arsen.
"Diem lo, pusing nih kepala gue. Mana sakit semua nih badan" balas Arga membaringkan tubuhnya di tempat tidur Revan. Sedangkan Arsen dan Revan sibuk dengan stick PS yang mereka pegang.
***
Sepulang dari rumah sakit, Agatha pergi ke mall untuk membeli novel yang selama ini ia idam-idamkan. Menyusuri rak demi rak demi mendapatkan novel yang diinginkan.
Setelah lima menit berkeliling, akhirnya Agatha menemukannya. Ia segera membawa novel itu ke kasir untuk dibayarnya.
Namun, dipertengahan menuju kasir, Agatha melihat kedua orangtuanya berdiri mematung menatap dirinya dengan pandangan yang sulit diartikan. Entahlah, perasaan Agatha sekarang campur aduk. Antara senang dan sedih, senang karena bisa melihat kedua orangtuanya kembali dan sedih ketika mengingat perlakuan mereka yang kurang menyenangkan.
Agatha ingin beranjak dari sana, namun kakinya seolah sulit digerakkan. Jujur ia merindukan keduanya, rindu akan pelukan dari kedua orangtuanya. Namun, rasa kecewa itu lebih besar daripada rasa rindu yang dirasakannya.
Tanpa terasa, air mata sudah membasahi pipinya. "Ma-ma?" lirih Agatha.
Telah sadar dari posisinya, Agatha segera beranjak menuju kasir untuk membayar novelnya dan ingin cepat-cepat pergi dari sana. Tak ingin melihat orang yang--entahlah harus disebut sebagai apa sekarang.
Setelah membayar, Agatha berlari menunggu taksi di pinggir jalan. Di belakangnya, kedua orangtuanya masih mengejar dan memanggil-manggil namanya. Agatha tak perduli, ia hanya ingin cepat-cepat sampai apartemen untuk mengeluarkan segala kegundahan yang membuncah.
Agatha segera masuk ke dalam taksi dan menyebutkan alamat apartemennya. Ia menangis dalam diam, membiarkan air matanya mengalir deras dipipinya.
Sopir taksi hanya melirik lewat kaca, enggan bertanya karena takut nanti akan mengganggu penumpangnya.
***
Maafkan typo, karena aku nulisnya dalam keadaan ngantuk. Maaf baru up, dikarenakan aku sedang mengadakan ujian:v
Vote and Comment
21 Juni 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
AGATHA (END)
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA) - Seorang gadis yang merasa hidupnya kurang beruntung seperti gadis pada umumnya. Merasa nasibnya sangat malang atau mungkin menyedihkan. Karena kesalahan yang pernah ia lakukan, ia mulai dijauhi dan memutuskan pergi. Dari s...