- C H A P T E R 34 -

1.7K 80 3
                                    

-

Hay, apa kabar?
Baik kan? Baik dong ya, hehe..
Maaf ya udah buat kalian nunggu lama, maafkan kegajean aku ini. Serius deh, belakangan ini aku tuh sibuk. Ngga sibuk sih, cuma rada males hihi:)

Maklum dong ya, namanya juga puasa. Jadi, kadang males gitu mau ngapa-ngapain. Mana puasa gini tetep sekolah lagi, tapi seneng sih uang jajan nambah hehe. Udah ah males panjang-panjang, bingung mau bilang apa.

Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan, tetap semangat yee walaupun kadang suka lemes waktu tengah hari, terus ngga sengaja denger suara dari perut yang bunyinya 'kruk kruk'

Happy reading😘

-

Agatha kembali ke apartemennya, setelah pertemuannya dengan Satria. Entah lah, ia bingung dengan apa yang ia rasakan saat ini. Ia teringat ucapan Satria beberapa jam yang lalu.

"Balik kerumah ya, mama sama papa kangen banget sama lo. Lo pasti juga kangen kan sama mereka?"

Agatha menghembuskan nafasnya kasar. Apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia menuruti perkataan Satria yang menyuruhnya kembali kerumah untuk bertemu dengan kedua orang tuanya? Benarkah mereka merindukan Agatha? Benarkah sang mama merindukan dirinya? Rasanya ini mimpi, tapi ini nyatanya.

Apa yang akan ia lakukan ketika bertemu dengan mereka terutama sang mama? Jujur, ia sangat merindukan sang mama. Sudah lama ia tak merasakan kasih sayang dari sosok ibu.

Agatha merasa pusing memikirkan itu semua. Ia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Kurang dari 15 menit, ia sudah keluar dengan baju kaos kebesaran dan hotpants di atas lutut. Ia keluar menuju dapur untuk mengambil gado-gado yang sudah ia beli sepulang pertemuan tak disengajanya dengan Satria tadi. Setelah itu, ia membawa semangkuk gado-gado itu ke ruang tengah tak lupa segelas minum untuk menemani makannya.

Ia duduk di sofa dan menghidupkan televisi untuk menemani hari-hari yang membosankan ini.

🍁🍁🍁

Satria keluar rumah menuju bagasi untuk mengambil motornya. Ia berniat hendak menemui Agatha. Sewaktu di rooftop tadi, Agatha sempat memberi tahu dimana letak apartemennya agar Satria lebih leluasa untuk menemuinya asal jangan memberi tahu kedua orang tuanya.

Satria juga sudah mengetahui bahwa Azka dan Agatha sudah bertemu. Bahkan, Satria sempat kecewa dengan Azka karena ia tak memberi tahu Satria tentang kabar Agatha itu. Namun, yang ia dapat hanya kalimat manis nan pedas yang keluar dari mulut Azka.

Satria juga salah sebernarnya. Seharusnya sebagai seorang kakak ia menjadi panutan untuk adiknya. Menjadi pelindung bagi keluarganya, menjadi pengajar yang baik untuk adiknya. Bukan malah menjadi seseorang yang menjijikkan dengan membenci darah dagingnya sendiri.

Harusnya disaat Agatha terpuruk dulu, Satria mampu menjadi sandaran bagi Agatha. Harusnya ia mampu menjadi penyemangat untuk adiknya dikala adiknya itu membutuhkan dirinya, bukannya malah menyudutkan dia.

Setelah menempuh waktu sekitar 20 menit, akhirnya Satria sampai di depan apartemen sederhana namun mampu membuat orang yang berada di dalamnya merasa nyaman. Ia melangkah menuju tempat yang sudah Agatha tujukan padanya. Dengan langkah pelan tapi pasti, Satria kini sudah berada di depan ruangan Agatha. Ia mengetuk pintu, namun tak kunjung mendapat sahutan. Mencoba hingga beberapa kali, namun tak kunjung mendapat sambutan.

"Kalo lo mau main ke apartemen gue, boleh kok. Kodenya 2120, sengaja gue kasih kode. Ya kaya gini, kalo lo mau ketemu gue jadi gampang. Lo tinggal pencet kodenya trus lo bisa masuk ke apartemen gue"

Satria tersenyum mengingat kata-kata Agatha sore tadi. Ia memencet beberapa angka yang sudah diberitahu Agatha padanya. Dan beberapa detik kemudian, pintu terbuka menampakkan seorang gadis tertidur di sofa dengan mengenakan baju kaos kebesaran dan hotpants pendek di atas lutut.

Satria berjalan mendekati Agatha, menatap Agatha dengan pandangan yang sulit diartikan. Sudah berapa lama ia tak melihat wajah polos adiknya? Sudah berapa lama ia meninggalkan adiknya? Rasa bersalah terus memutari otak Satria. Ia berjongkok untuk memperjelas penglihatannya pada Agatha. Mengacak rambut Agatha pelan dan mencium kening Agatha lembut.

"Maafin gue karena udah ngebiarin lo terluka sendirian" lirih Satria.

Kemudian, ia menggendong Agatha menuju kamar untuk dibaringkan di tempat tidur. Karena apabila Agatha tetap di biarkan tidur di sofa, badannya akan sakit semua ketika ia bangun.

Satria melangkahkan kakinya menuju ruangan dimana Agatha berada tadi. Ia melihat mangkuk dan gelas yang sudah kosong berada di atas meja. Ia membawa mangkuk dan gelas itu untuk diletakkan di dapur.

Setelah itu, ia kembali ke ruang tengah untuk menonton tv. Ia berniat tidur di apartemen Agatha untuk menjaga adiknya itu. Tiba-tiba ia mendengar suara seseorang memanggil dirinya.

"Bang Satria"

Satria mengalihkan pandangannya ke sumber suara. Ia menatap kaget ke arah Azka yang kini sedang berdiri tak jauh darinya dengan menenteng kantong plastik yang ia yakini berisi makanan untuk Agatha.

Satria tersenyum menatap Azka, ia menyuruh Azka mendekat padanya. Namun, yang ia dapat hanya tatapan tajam yang mematikan.

"Ngapain lo di sini?" tanya Azka nyalang.

"Mau nyakitin Agatha lagi, mau nyalahin Agatha lagi atas kejadian dulu. Iya?"

"Belum puas lo ngeliat dia menderita, haa?"

"Belum puas lo ngeliat dia seolah dia ngga punya siapa-siapa?"

"Lo tuh keterlaluan tau ngga sih, lo tuh brengsek. Bahkan gue yang jadi korban aja ngga segitunya sama keluarga gue, saudara kandung gue. Apalagi lo kakak, harusnya lo lebih ngerti"

Satria menatap sendu ke arah Azka. Benar yang dikatakan Azka, ia kakak brengsek, kakak yang tak tahu diri. Bahkan saat adiknya tersiksa pun ia masih sempat menyalahkan bahkan menertawakan saudara kandungnya sendiri. Harusnya ia mendengarkan penjelasan Azka dari dulu, bukan malah langsung mengambil kesimpulan begitu saja.

"Bener yang lo bilang, gue kakak brengsek. Kakak terbodoh yang ngebiarin adiknya tersiksa, ngebiarin adiknya terbuang seolah ngga punya keluarga" lirih Satria masih dengan tatapan sendu memandang Azka.

"Sadar diri akhirnya" sinis Azka.

"Tapi gue mau perbaiki semuanya, gue mau kita balik kaya dulu. Yang selalu ada di saat salah satu dari kita butuh apa-apa"

"Udah telat, gue udah terlanjur benci sama lo. Udah terlanjur nyesel punya abang kaya' lo" balas Azka.

"Jangan ngomong gitu, Ka. Gue minta maaf, gue ngaku salah. Gue sayang sama Agatha, gue sayang sama lo. Gue sayang sama kalian berdua, jangan gini gue mohon. Gue terima dengan sikap lo selama ini sama gue, tapi gue mohon kasih gue kesempatan buat perbaiki semuanya" mohon Satria.

"Maaf gue ngga bisa, mungkin ngga akan pernah bisa" balas Azka kemudian melangkah meninggalkan Satria seorang diri di apartemen Agatha.

Satria menundukkan kepalanya, menatap ke arah sepatu ketsnya.

"Maafin gue" lirih Satria seraya menjatuhkan setetes air matanya.

...

Thank you for reading❤
Jangan bosan baca, jangan bosan nunggu. Tau sih kalo nunggu itu ngga enak, tapi harus tetep nunggu loh ya. Janji kok bakal diusahain buat ngga lama-lama up.

Maafkan typo yang bertebaran😘

Salam cinta dan sayang buat dede Azka. Semoga lekas maafin babang Satria yeahh. Bye bye🙋❤

Ig : mhrn.18

AGATHA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang