PS - DUA

19.5K 1.8K 22
                                    

Seminggu kemudian...

Radell dan Vio masuk ke lokasi acara pertunangan Raya dan Fabi dengan balutan dress  berwarna senada yaitu hitam. Dalam perjalanan, mereka berdua sengaja mengobrol ringan agar tidak terkesan kaku saat bertemu dengan kolega mereka yang lain. Ditengah-tengah obrolan mereka, Vio berujar, "Tunggu, Faradellia. Lo kalau lihat Raya nikah begini nggak keingat masa lalu lo?"

"Maksud lo apa, Vi?" Radell bertanya dengan raut bingung di wajahnya.

"Setiap ke acara nikahan temen begini, apa lo nggak ingat sama mantan lo?" tanya Vio.

"Adrian maksud lo?" Vio mengangguk. "Nggak lah. Kenapa gue harus ingat-ingat dia?" Radell berbohong pada Vio. Padahal, hatinya berkata sebaliknya. Gue ingat lah Vi!  

"Kali aja, kan. Semesta juga tahu kalau lo masih belum move on dari dia. Lo kan sayang banget sama si Berengsek itu."

Radell menghentikan langkahnya, "Lo tau nggak sih Vi kalau merindukannya bukan berarti menginginkan dia kembali. Karena antara rindu dan kembali itu seperti jauh sekali."

"Duh! Lo kutip kata-kata darimana sih?" Vio memegang dahi Radell. "Lo nggak demam. Pasti ada yang salah dengan diri lo."

Radell menarik tangan Vio dari dahinya. "Gue nggak apa-apa Violisa Salim. Please, deh."

Vio tertawa mendengar jawaban Radell. "Ya udah. Terserah lo dah. Tapi, lo beneran kan nggak masalah dengan status lo sekarang, I mean—"

"Seolah-olah 'widow' maksud lo?" potong Radell.

Vio menganggukkan kepala kemudian berkata, "Are you okay with that? Secara ya kita hidup di negara +62, lo pastinya tau dong gimana reaksi orang-orang kalau mereka tau dengan status itu?"

"I don't really give a damn, honey. Anggap angin lalu aja. Toh media juga nggak tau kalau gue pernah nikah sama Adrian. Untuk saat ini gue hanya mau nikmati hidup gue, Vi. Pusing mikirin laki melulu. Dia aja nggak mikirin gue."

"Halah... lo ngomong kayak gitu cuma buat penghiburan doang, kan? Ucapan lo itu seringnya lain di mulut, lain di hati. Gue temenan sama lo udah lama ya, Radell. Gue tau banget lah kalau sebenarnya dalam diri lo masih tersisa setidaknya lima belas sampai dua puluh persen perasaan buat Adrian. Lo masih berharap kalau mantan suami lo itu balik sama lo lagi, kan? Ngaku aja deh."

Radell berjalan menjauhi Vio dengan menjawab, "Can we stop talking about him?"

"Nggak, sampai lo mengakui kalau lo masih mau balikan sama si Berengsek Hamzari itu."

"No comment, Ms. Salim."

"Gue nggak abis pikir sama lo," kata Vio sambil berjalan di belakang Radell. "Lo dibilang janda nggak mau. Padahal jelas-jelas lo sudah dicampakkan sama mantan suami lo. Dibilang masih cinta juga nggak mau. Apalagi dibilang gagal move on. Pasti lo pengen cekik leher gue abis dengar kata-kata itu. Apa yang lo lihat dari dia sih? Sementara lo masih punya banyak pecinta yang ngejer-ngejer lo."

Radell menghela nafas panjang, berbalik arah dan menjawab Vio, "Listen Violisa Salim, gue nggak mau bahas masalah pribadi gue—Adrian di sini. Bisakah kita bersenang-senang sejenak dan menghibur Raya?"

Vio mengembuskan nafas kasar lalu berkata, "Oke. Gue nggak akan bahas si Berengsek Hamzari. But please, lo juga jangan sering-sering menceritakan kegalauan lo tentang si Berengsek itu sama gue."

"Well, okay..." timpal Radell malas.

"Nice! Awas aja kalau lo cerita tentang dia lagi!" ancam Vio.

Prefix-SuffixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang