PS - 15

10.3K 1K 15
                                    


____

Radell berjalan menuju sisi ranjang yang kosong, namun Adrian dengan cepat menahannya. Tangan besar pria itu menarik tubuhnya sehingga ia berada dalam rangkulan Adrian. "Ra..." kata Adrian pelan.

"Apa lagi? You told me that you are tired. We're not going to debate," Radell membalas Adrian tanpa melihat pria itu sama sekali.

...

...

Adrian menghela nafas panjang, "I'm sorry," katanya tulus, "maaf karena sudah melibatkan kamu dalam kekacauan ini, Ra."

...

...

"Can we just talk?" Adrian bertanya.

Radell diam dalam posisinya. Ia seperti sudah lelah dengan sikap Adrian yang acuh dan tidak pernah serius padanya. Tetapi, ia jelas tidak bisa menolak saat Adrian menurunkan segenap egonya untuk sekedar mengajaknya berbicara serius. Shit! Kenapa sih Ra lo mudah banget luluh sama dia?

"Ra, please..." Adrian memohon, "beri aku kesempatan buat bicara sama kamu secara baik-baik. I'm really sorry i hurt you." Mendorong tubuh Radell—menjauh ke depan, tetapi kedua tangannya tetap menahan tubuh wanita itu. "Aku seburuk-buruknya suami karena sudah memperlakukan istri aku seperti ini."

Radell menguatkan hatinya dan menatap mata Adrian. "Now, what?" tanyanya dengan serius.

"Menurut kamu, apa yang harus aku lakukan—sebagai suami yang baik? Kita nggak akan bercerai, kan? Aku bakal ngomong apa sama papa kamu kalau kita cerai?"

Radell mengindahkan pertanyaan Adrian dan balik bertanya, "Dan menurut kamu apa yang harus pria lakukan untuk membahagiakan wanitanya?" 

"Ra... come on..."

Radell mendengus, "Ayo apa?" tanyanya. "You don't answer my question, Adrian. Can you stop being a jerk and dominating at the same time? I'm tired.

"Well, okay!" Adrian mengangkat kedua tangannya ke udara. "Let's make it clear, Radellia. You want me in bed, right?" tanyanya.

"You just did..." jawab Radell.

"What do you want then?" lagi-lagi Adrian bertanya. "Cause I'm confused. I don't know what to do."

"Ask yourself..." Radell berkata sambil berlalu. Ia sudah lelah berdebat dengan Adrian yang sama sekali tidak paham dengan dirinya sendiri dan tujuannya menikah. "I'm sleepy. Let's end this conversation. Wasting time. I need to work out tomorrow. Good night."

"Ra... we haven't finished it yet. Kamu nggak bisa menggantung obrolan kita seperti ini," terang Adrian. Ia kemudian mendesah.

"Entahlah, Adrian. Aku capek dan hanya ingin tidur," timpal Radell tanpa mau melihat Adrian sama sekali. Radell menurunkan bathrobe yang ia kenakan secara perlahan dengan tubuh memunggungi Adrian. Ia mengambil piyama yang ia sampirkan di ranjang—ketika ia coba membenarkan letak buku Adrian— sebelum pria itu bangun dan mengajaknya berdebat jam satu dini hari.

"Kamu kenapa nggak ganti baju saat aku tidur sih, Ra," Adrian berkomentar melihat Radell yang hanya mengenakan two pieces tanpa malu di depannya. Nggak biasanya lo bertingkah seperti ini. Lo udah gila, Radellia? Lo ngapain ganti baju depan gue?

Radell membatin. Like I  care? Bodo amat lah. Lo juga nggak peduli.

"Radellia, do you hear me? Are you trying to seduce me?" Adrian bertanya dengan suara yang agak berat. Ia melemah hanya karena melihat Radell yang tampak seksi dengan balutan lingerie  salmon pink pilihannya. 

Prefix-SuffixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang