PS - DELAPAN

14.7K 1.4K 18
                                        


_____

"Ra..." Adrian membangunkan Radell yang masih tertidur.

"Hmmm," gumam Radell setengah mengantuk. Ia masih berbaring di ranjang dengan selimut menutupi tubuhnya.

Adrian duduk di pinggir ranjang dan berkata dengan pelan, "Sudah jam 6 pagi, Ra. Giliran kamu yang siap-siap. Pesawat kita jam 9.20."

Radell membuka matanya perlahan dan melihat Adrian yang sudah rapi dengan setelannya.

"Ka-kamu sudah siap?" tanyanya.

Adrian mengangguk. "Sudah. Your turn. Koper kamu sudah aku ambil dari lobi, ya."

"Thanks," balas Radell sambil berusaha menegakkan badannya.

"Kamu mau sarapan apa? Biar aku ambilin," tanya Adrian saat ia beranjak dari duduknya.

Radell menahan tangan Adrian. "Nggak perlu. Aku bisa ambil sendiri," jawabnya.

Adrian menatap tangannya yang dipegang Radell. Ra, tangan kamu, Ra...

"Aku mandi, Dri," Radell bangun dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Ia meninggalkan Adrian sendiri—terjebak dengan pikirannya.

___

Enam jam yang lalu...

"Kamu bisa tidur duluan, Ra. Aku perlu beresin beberapa berkas," kata Adrian selepas mereka berdiskusi tentang isi buku yang Radell baca. Buku puisi yang dibaca Radell adalah salah satu buku yang disukai Adrian. Meskipun terkenal workaholic, Adrian adalah seorang bookworms. Ia sangat suka membaca buku. Buku yang dibacanya pun tidak terbatas pada buku-buku bisnis, melainkan sastra yang membahas wanita dan perasaan mereka.

"Are you okay?" tanya Radell pada Adrian. Ia sedikit khawatir dengan Adrian. Tiba-tiba wajah pria itu lesu. What's wrong with you, Adrian? Perasaan tadi baik-baik aja. Apa ucapan gue ada yang salah? 

"Adrian... kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Radell sekali lagi. Ia memastikan kondisi Adrian.

Adrian menggelengkan kepala. "Nggak apa-apa kok, Ra. Aku hanya kepikiran tentang materi meeting sama Dato' Aadam Nor Fuaad," bohongnya. Aku berpikir untuk lebih sering ke KL biar bisa ketemu sama kamu terus, Radellia Sasongko.

"Do you need help?"

"No. Thanks. I can handle it," Adrian tersenyum, "Kamu lebih baik tidur, Ra. Sudah lewat jam 12."

Radell menjawab, "Hmm... oke," mengusap leher dengan tangan kanan, "tapi kamu juga tidur ya. Jangan mengira karena kamu laki-laki kamu nggak boleh tidur 6-8 jam perhari—"

Adrian tertawa kecil dan memotong ucapan Radell, "Iya, Ra. You go first. Kamu kan banyak ritual dulu sebelum tidur."

Radell mengembuskan nafas "Huft. Oke deh. Good night, Adrian."

"Night, Radellia."

Setelah Radell tertidur pulas, Adrian membaringkan dan mendekatkan tubuhnya pada Radell. Posisi mereka berhadapan dengan Radell berbaring ke arah kanan dan ia ke arah kiri.

Adrian tahu sikapnya salah ketika ia memaksa Radell untuk tidur di kamarnya. Namun, ia tidak ambil pusing karena ia sudah memutuskan untuk tidur di sofa semenjak Radell menurut pada perintahnya.

Aneh? Memang.

Adrian bukan pria mesum yang akan melakukan hal kurang ajar pada perempuan. Ia cukup menghargai perempuan, meskipun pada beberapa kasus ia terkesan jahat dan brengsek.

Prefix-SuffixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang