PS - 30

5.4K 595 84
                                    


_____

"Aku kira kamu nggak jadi dateng," ujar Adrian pada Radell ketika ia selesai berbasa-basi dengan Naka.

"Kan udah janji..." Radell menimpali.

...kalau gue nggak dateng, lo pasti bakal kejer gue dan tanya kenapa.

Adrian tersenyum mendengar jawaban tersebut. "Okay, thank you anyway. So, kalian mau cobain signature dish dari HoS nggak?" tawarnya. "Nggak semua tamu aku tawarin, for special ones aja-"

Radell dan Naka saling bertukar pandangan, "Mau nggak, Ka? Kalau ada temennya aku mau..."

Mendengar tawaran Radell, tanpa berpikir panjang Naka langsung mengiyakan. "Boleh deh," ujarnya.

Selanjutnya, Adrian memandu Radell dan Naka menuju kitchen HoS. Di tempat tersebut ada Chef dan beberapa asistennya duduk dengan rapi-seakan menunggu perintah untuk keluar dan dikenalkan.

"Sore," Adrian menyapa para pegawainya.

"Sore, Pak..." jawab semuanya.

"Pak Rudiantara, saya minta tolong dibuatkan dua porsi signature dish HoS, ya..." pinta Adrian pada Executive Chef HoS.

"Baik, Pak," jawab Rudiantara.

Kemudian, pria yang khas dengan toque blanches itu menyuruh timnya untuk mempersiapkan bahan-bahan yang ada. Rudiantara turun langsung mengerjakan request dari Adrian.

Sementara Adrian mempersilakan Naka dan Radell duduk di meja yang sudah di sediakan. Ia ikut bergabung dengan mereka setelah selesai memberikan sambutan dan potong tumpeng sebagai tanda peresmian HoS di Lombok.

"Why Lombok?" tanya Naka pada Adrian yang baru saja duduk.

"Karena Lombok akan maju dua tahun dari sekarang. Bangun fine dining di Bali itu saingannya banyak dan too mainstream. I want something new and change the ambience. Lagi pula, gue bangun HoS karena bakal terkoneksi dengan hotel gue. Pembangunan sempat tertunda karena masalah perizinan. Semula pembangunan dilakukan tahun lalu, tapi berubah jadi awal tahun depan."

Naka menganggukkan kepala. "Nice. Satu kerja dua laba, ya. Gue akuin sih lo pinter nangkep peluang."

Adrian tersenyum, "Bukan gue yang pinter, tapi Tuhan yang ngarahin gue. Itu aja sih."

"Bijak banget sih, Bapak!" goda Naka.

"Gue mah kalau nggak ada bokap yang kasih kesempatan dan jalan, nggak yakin bisa sampai di titik ini. Realistis aja, kita 'dikatakan' beruntung karena kita ada supporting system..."

Naka menjentikkan jari, "Exactly, gue nggak memungkiri sih privilege itu ada. Kayaknya mau bragging pun nggak pantes karena we ain't start from zero..."

"Yup!" Adrian mendukung ucapan Naka.

"Di atas sultan masih ada Tuhan, ya," Naka berkelakar dan berhasil membuat Adrian tersenyum simpul.

Namun, hal itu tak lama karena perhatian Adrian tertuju pada Radell yang fokus mencicipi hidangan di atas meja.

"Anyway... how's the food, Ra?" Adrian bertanya.

Radell mengangkat wajahnya, "Ah, ya, the food is so tasty!" jawabnya antusias sembari menampakkan senyum simpul. Guratan wajahnya mampu melelehkan hati Adrian. "You have one of the best chefs in town..." lanjutnya.

Prefix-SuffixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang