PS - SEPULUH

12K 1.2K 12
                                    


___

"Dato' Aadam, thank you for the hospitality. I'm glad that we've met. It means a lot to me. I'll arrange a meeting in Indonesia as soon as possible. I also want to show you the location," kata Adrian pada Dato Aadam selepas mereka meeting.

Keduanya membahas proyek resort yang empat puluh persen pendanaannya akan dibiayai oleh Dato Aadam. Proyek tersebut berada di daerah Raja Ampat, Papua.

"You're welcome, Adrian. I'll be looking forward to it," Dato Aadam menanggapi perkataan Adrian sambil menjabat tangan pria itu.

Adrian dan Dato Aadam meeting selama hampir tiga jam. Akan tetapi, Adrian tidak benar-benar hadir seratus persen dalam meeting tersebut. Jiwanya sedang tidak bersamanya. Ia memikirkan Radell.

Selama lebih 20 jam—pasca terakhir pertemuan mereka di depan apartemen Radell, Adrian tidak bisa mengusir Radell dari pikirannya. Kehadiran Radell membuatnya tidak bisa beristirahat dengan nyaman dan tenang. Ia cemas.

Damn, Dri. Fokus! Lo lagi  sama investor kelas A di Malaysia. Jangan malu-maluin. Adrian meyakinkan dirinya saat Dato Aadam dengan ramah menjamunya makan siang di salah satu restoran mewah.

"How about the food, Adrian?" Dato Aadam bertanya.

"It's good, Sir," jawab Adrian sambil mengangkat sendoknya. Ia memaksakan senyumnya.

"Saya melihat Anda seperti memikirkan sesuatu. Apa ada yang salah dengan jamuan makan siang kami?"

"Oh, tidak ada, Dato'. The food is all good. I'm just feeling unwell since last night," Adrian beralasan.

"Then, you should go to the doctor. I can call my personal doctor—"

"Thank you, Dato'. Mungkin sebaiknya saya balik ke hotel saja. I need to take a rest and take my medicine as well."

Dato' Aadam menghela nafas lega. "Baiklah, kalau itu membuat Anda lebih baik, then my assistant will drop you home."

Adrian tersenyum dan berkata, "Thank you, Dato'."

Setibanya di St. Regis, Adrian langsung merebahkan tubuh di ranjang dan merogoh saku celana untuk mengambil telepon selulernya. Ia segera mencari nama Radellia Sasongko di daftar kontak yang ada. Ia akan menghubungi Radell, pikirnya. Perempuan itu benar-benar mengganggu fokusnya dalam melakukan apapun.

Calling... Radellia Sasongko

Adrian tidak perlu menunggu lama hingga Radell mengangkat panggilannya. "Hallo, Fara is here," jawab Radell dari balik panggilan teleponnya.

Sebelum menimpali Radell, Adrian tersenyum kecil, "Ra, lagi di mana?" tanyannya.

"Adrian?" Radell balik bertanya.

"Iya, ini aku. Lagi di mana, Ra? Sibuk?"

"Aku baru selesai pemotretan. Nggak sibuk kok. Ada apa?"

Adrian tersenyum dan mencari alasan agar ia bisa bertemu Radell. "I'm feeling unwell. Can I ask for a favor?"

"Kk-kk-kamu sakit?" Nada kekhawatiran tiba-tiba keluar dari mulut Radell.

"Nggak tau, Ra. Vicko sedang mewakili aku untuk ketemu Khaleed Altar. Ada meeting bahas promosi Burnia di Malaysia"

"Resort kamu yang ada di Padang?"

"Kamu tahu?"

"Iya. Kan kamu sendiri yang cerita... before we got married."

"Sorry—" kata Adrian dengan menyesal. Stupid, Adrian. Harus banget mengungkit cerita lama?

"Aku bisa ke St. Regis sekarang. Kamu butuh apa?" Radell dengan cepat memotong perkataan Adrian.

Butuh kamu, Ra. Nggak butuh obat, makanan ataupun dokter. Hanya kamu. "Datang aja deh, Ra. Aku lagi nggak bisa mikir."

Radell mendengus lalu berkata, "Iya, tunggu. Text me your room number. See you."

Sejam kemudian Radell sudah berada di depan pintu kamar Adrian. Ia ditemani Sara, asistennya.

Sambil serius menekan bel, Sara bertanya pada Radell, "Kak Fara, siapa yang akan kita jumpa?"

"My friend, from Indonesia," jawab Radell dengan datar.

"Lelaki atau perempuan?" tanya Sara lagi.

"He. And stop asking me, Sara. I worry. He's sick."

Mendengar jawaban dari Radell, Sara hanya bisa memutar bola matanya. I bet he's someone special.

Tak lama dari percakapan terakhir dengan Sara, pintu kamar Adrian terbuka. Pria itu tampak baru bangun tidur. Rambut dan bajunya terlihat acak-acakan.

"Dri, kamu nggak apa-apa?" tembak Radell langsung. Ia meletakkan satu tangannya di dahi Adrian. "Kamu nggak panas..."

Adrian sedikit terkejut mendengar perkataan Radell. Ia pun mencari alasan yang logis untuk menanggapi perkataan wanita itu. "Ah... ini mendingan kok, tadi aku minum obat," kata Adrian asal dengan raut wajah meyakinkan. Damn, Dri. You make this hard. You lied a lot today.

"Thank God. Oh ya, aku diantar asisten aku, Sara," Radell mengenalkan Sara pada Adrian, "kalau kamu butuh sesuatu, just tell me. Sara will help you to find it."

"Hallo Kak Adrian. Saya Sara Haidar Noormani. Asisten Kak Fara yang cantik ni," Sara memperkenalkan diri.

Adrian membalas Sara, "Saya Adrian. Terima kasih sudah mengantar Radellia ke sini," tersenyum.

"Sama-sama, Kak."

"Masuk," Adrian mempersilakan Radell dan Sara masuk ke dalam kamarnya. "Kalian mau minum apa?" tanyanya. "I'll order some food and drinks—"

"Nggak usah repot-repot, Dri. Aku dan Sara cuma ingin melihat kondisi kamu," Radell mengembuskan nafas kasar. "Kamu sudah makan?" tanyanya dengan penuh kekhawatiran.

"Hmm... belom," bohong Adrian. Tadi lo makan siang sama Dato Aadam itu artinya apa, Dri?"

Radell mendekat pada Adrian dan menahan tangan pria yang sedang berusaha mencari sesuatu di mini bar. "Kamu mau makan apa? Biar Sara yang bantu carikan kamu makanan."

Adrian menegakkan tubuhnya dan berbalik arah hingga matanya dengan mata Radell bertemu. I miss you so much. "Anything. Asal jangan yang berminyak—"

"Nggak pakai MSG dan nggak pedas," Radell memotong ucapan Adrian.

"Good. You know me so well," kata Adrian spontan.

How can I not know you? I was your wife. Pikir Radell.

Prefix-SuffixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang