Setelah Adrian menjelaskan makanan yang ingin ia makan, Radell segera memberitahu Sara dan meminta asistennya itu untuk mencarikan makanan yang sesuai dengan keinginan Adrian.
Dan ketika Sara pergi, tersisa mereka berdua di kamar hotel pria itu.
"Kamu kenapa senyum-senyum?" Radell bertanya tiba-tiba. Ia merasa risih karena Adrian memperhatikannya secara intens saat ia sedang duduk dan membaca majalah—yang sampulnya adalah dirinya sendiri.
Adrian menjawab, "Nggak apa-apa. I'm glad you're here. Maaf kalau aku merepotkan kamu—"
"Ya bagaimana lagi. Kamu hubungi aku. Mau nggak mau aku ke sini," potong Radell. Ia kemudian berdiri dan meletakkan majalah yang ia baca di atas meja. "Seharusnya kamu hubungi Vicko lebih dulu. Dia kan tangan kanan kamu. You pay him for a reason."
"I already told you that he's busy. Dia menggantikan aku meeting dengan Khaled Altar," sahut Adrian.
Radell mengembuskan nafas dan membalas, "Iya, aku paham," berjalan ke arah balkon dengan tubuh membelakangi Adrian. Ia memilih diam dan fokus menikmati pemandangan Kuala Lumpur di siang hari dengan kedua tangan terlipat ke arah dada.
Tetapi, Adrian seperti tidak kehabisan ide agar dapat berinteraksi dengan Radell. Ia memberanikan diri untuk mendekat pada wanita itu—yang sedang berdiri di balkon. Secara impulsif Adrian mengalungkan tangannya pada perut Radell. "Jangan tolak aku kali ini aja, please," bisiknya. Adrian sangat tahu kalau apa yang ia lakukan adalah salah. Ia lepas kontrol. Rasa rindunya pada Radell mampu menghilangkan akal sehatnya.
Adrian, keep calm. Perlahan, jangan bikin Radell nggak nyaman. Katanya dalam hati.
Tahu kalau Adrian memeluknya, Radell tidak melakukan pergerakan sedikitpun. Ia diam dan membiarkan Adrian melakukan apapun yang pria itu inginkan.
Adrian berkata dalam keheningan mereka, "2am Thoughts oleh Makenzie Campbell. It had been forever since I had been in your arms. When you embraced me, even though a gesture as old friends. I feel right into you... and fit perfectly."
Radell menyahuti Adrian dengan suara yang hanya bisa didengar keduanya, "You're possibly the most beautiful and intricate human being I have ever met."
Adrian tersenyum lalu membalas, "The way you spoke my name was enough to drive me insane. The formation of your lips like a lettered kiss. The euphonic melody, was my drug, my remedy. The song I play on repeat. The one calming my tempestuous sea. The only sounds that sets me free."
Radell mendesah. Ia kembali menimpali Adrian, namun dengan suara yang lebih besar dari sebelumnya, "Maybe we're meant to be together. Maybe you are meant to tell me you love me. Maybe when our worlds collided, we were not meant to build our lives as separate people, but combine and build together."
Adrian menaruh dagunya di bahu Radell sambil berkata, "I need the contact, skin to skin, heart to heart, me to you. I need the affection and attention you give me. None looks at me the way you do. None ever will."
...
...
...
Radell bingung membalas perkataan Adrian lagi. Ia sudah kehabisan kata-kata karena tak banyak menghafal isi buku Makenzie Campbell yang sedari tadi mereka bicarakan.
Adrian coba melanjutkan kata-katanya "The love I have for you—"namun Radell dengan cepat memotongnya, "Dri, cukup. Aku nggak mau kita terbawa ke dalam tulisan Makenzie Campbell."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prefix-Suffix
RomanceFaradellia Puti Sasongko, seorang model, publik figur dan internet personality harus menerima pil pahit hubungannya kandas di tengah jalan. Radell, nama panggilan perempuan itu benar-benar tidak menyangka kalau pria yang sangat ia cintai, Adrian Jus...